Rabu, 30 Maret 2011

mAhoNi..

Matahari benar benar overload siang ini, kalau saya berada di ruangan AC saya gak akan peduli dengan panas yang teramat sangat seperti ini, tapi sayangnya sekarang saya berada ditengah jalan, sedang berlari dengan menggunakan jas hitam tebal yang turut menyupport matahari untuk menertawai saya.
Mobil sial, kenapa kamu harus ngambek pada saat sepenting ini !
Kawan, perlu kalian tahu..
Berlari sejauh 5 kilometer dengan menggunakan jas hitam tebal dan sepatu kulit dengan diiringi teriknya matahari, itu benar benar adegan berbahaya, DON'T TRY AT HOME !

Saya sudah tidak kuat lagi untuk berlari dan nafaspun sudah tidak karuan, benar benar sesak !
Ditengah situasi seperti ini, tidak saya duga seorang malaikat hadir dan menampakkan pesonanya.
"dawet dawet, es dawet Den ?"
haha, ya ! Malaikat itu adalah nenek nenek penjual es Dawet Ayu yang biasa mangkal dijalan Mahoni, jalan besar yang jarang dilewati angkot !
"Den Tama mau kemana ?
rapih sekali dandanannya, kayak mau kondangan saja."
"saya memang lagi mau ke kondangan Nek."
[Nenek penjual es Dawet ini bernama Marsela Ros, - kalau dibarat ditulis Marcella Rose - orang tua nenek ini terobsesi dengan nama barat, tapi tidak mengerti spelling yang benar dari nama yang mereka berikan.
Nenek ini sudah 37 tahun berjualan dijalan Mahoni ini, debut perdananya dimulai dari berjualan kue, jamu, sayur dan akhrirnya sekarang menjadi penjual es Dawet Ayu.]
"Nek, nenek sudah gak jualan sayur lagi ?"
"Enggak Den, Aden tahu kan kalau dunia sekarang ini sangat panas, jadi nenek mencoba mendinginkannya dengan es Dawet buatan nenek."
senyum khas Indonesia yg bersahaja dan sudah sangat langka dinegeri yang terkenal akan keramahannya ini, keluar dari bibir tuanya.
"haha, nenek ini lebaynya gak ilang ilang !"
"Nek, ngomong ngomong rumah ini sekarang siapa yang punya ?"
Nenek itu menghentikan sejenak meracik es pesanan saya dan melihat kearah rumah besar dengan pohon Mahoni raksasa dihalaman depannya.
Rumah yang sempat kami diami selama 10 tahun.
Rumah yang menyimpan kenangan indah masa masa jaya keluarga kami.
Rumah yang dari tadi mengeluarkan suara berisik pertanda rumah ini sedang dalam perbaikan besar besaran.
"Rumah ini, setelah keluarga Aden menjualnya dengan keluarga Liem. Mereka mengontrakkannya dan tahun ini keluarga Liem berencana akan menjadikan rumah ini menjadi sebuah mall dan hari ini juga pohon Mahoni yang ada didepan rumah Aden dulu ini akan ditebang karena mengganggu pemandangan, katanya."
"YANG BENER AJA NEK ?
POHON YANG SUDAH PULUHAN TAHUN MENJADI SIMBOL DAERAH INI,
POHON YANG SETIAP HARINYA MENJADI TEMPAT BERTEDUH BAGI PENJUAL PENJUAL SEPERTI NENEK INI, SEKARANG MAU DITEBANG !!
APA GAK BISA DIBIARIN HIDUP AJA NEK ?
KENAPA HARUS DITEBANG !"
"hehe, nenek mah oke oke aja Den dengan pohon ini, masalahnya bukan nenek Den yang punya tanah ini."
Saya terdiam..
Kalian tahu kawan, betapa sangat berartinya pohon dengan nama latin Switenia Mahagoni Jacq ini bagi saya.
Akan saya ceritakan mengapa pohon Mahoni raksasa ini sangat berarti bagi saya.
Tapi sebelumnya, izinkan saya meminum dulu es ini.
Dan bagi kalian yang berpendapat bahwa berbicara dengan pohon itu adalah GILA, maka saya minta saat kalian membaca cerita ini..
Ya, hanya saat kalian membaca cerita ini saja. Kalian harus berpendapat bahwa berbicara dengan pohon itu adalah HOBI.
Duduk yang santai kawan, kisah ini akan segera saya ceritakan.

Tiga belas tahun yang lalu saat saya kelas satu SMP, tahun itu adalah tahun ke-2 ayahku, [mulai kalimat ini saya ganti kata "saya" dengan "aku", jangan tanya kenapa !] bapak Djamaluddin Jacob menjabat sebagai Ketua DPRD.
Itu adalah pencapaian tertinggi dari karir politik ayahku. Seseorang yang mempunyai ambisi besar dan ideologi yg kuat.
Kalian tahu kawan, pada saat kuliah ayahku menjadi ketua salah satu organisasi besar dikampusnya. Dia berhasil menghancurkan rezim Pak Mukhlis, seorang rektor yang selalu menciptakan ketetapan ketetapan yang sangat tidak berpihak pada mahasiswa.
Ayahku dengan gagah menyeret rektor itu keluar dari ruang kerjanya, membeberkan keburukan keburukan sang rektor serta bukti bukti penyelewengan dana [yang entah dari mana ayahku dapat] kepada para mahasiswa yg demo saat itu.
"Rekan rekan mahasiswa, sudah terlalu lama kita dibodohi oleh peraturan peraturan yang sangat tidak berpihak kepada mahasiswa kurang mampu seperti kita, itu semua kalian tahu untuk apa kawan ?
Semua itu hanya untuk membesarkan perut beliau ini, kawan kawan !!
Sekarang kalian lihat bukti bukti penyelewengan dana yg ada ditangan kalian, itu sudah cukup untuk menegaskan bahwa BAPAK INI SUDAH TIDAK LAYAK MEMIMPIN KAMPUS KITA !!
Dan tanpa dikomandoi seluruh mahasiswa bersama sama meneriaki sang rektor untuk mundur. Sang rektorpun mundur pada hari berikutnya.
Sejak saat itu ayahku mulai diperhitungkan dikalangan mahasiswa dan gadis gadis.
Lulus kuliah, ia bergelut di partai politik selama 13 tahun dan akhirnya berhasil menjadi ketua DPRD.
Pada tahun ke-2 ayahku menjabat, kami [ayah, ibu, aku dan Heru adikku] pindah kerumah besar dengan sebuah pohon Mahoni raksasa dihalaman depannya, rumah ini bergaya minimalis berwarna biru muda. Ini bukan rumah dinas, ini adalah rumah yang dibeli oleh ayah dari hasil kerja kerasnnya selama 13 tahun menjadi politisi dan guru honorer di berbagai sekolah swasta. Ayahku menolak menempati rumah dinas Ketua DPRD yang diberikan padanya dengan alasan masih banyak yang lebih membutuhkan rumah itu ketimbang kami.

Pohon mahoni dirumah ini adalah satu satunya pohon Mahoni yang tersisa dikota ini.
Kalian tahu kawan, pohon ini adalah sumber alasan ibuku dipagi hari untuk marah. Daunnya yang gugur dipagi hari memenuhi pekarangan depan rumah kami, dengan ocehan berbahasa Lampung ibuku mengomel sendiri didepan rumah, [yang artinya kira kira seperti ini] "Sudah mama bilang dengan papa kalian, kalau pohon ini ditebang saja ! Pohon ini gak ada gunanya sama sekali, hanya membuat sampah saja bisanya !", lalu seperti biasa dia memanggilku untuk membersihkan halaman ini dengan ancaman tidak akan memberi uang saku atau akan membuang semua CD Green Day yang aku punya. Ancaman yang tepat untuk membuatku selalu bangun pagi, dan menyapu halaman ini. Kadang sebelum ia mengeluarkan kicauan pagi harinya, aku mencuri start dengan lebih dulu menyapu halaman rumah ini.
Kawan, perlu kalian tahu..
Mendapat IP (Indek Prestasi) 2,0 itu jauh lebih menyenangkan dari pada harus mendengar ocehan berbahasa Lampung dari seorang ibu dipagi hari.
Gak percaya, silahkan coba !
Walau setiap pagi pohon ini kena ocehan ibuku, tapi dia tetap saja berdiri tegak dan tetap menjatuhkan daun daunnya tanpa rasa bersalah !
Tapi situasi yang kontras terjadi pada siang hari, ibu sangat menyayangi pohon Mahoni ini, alasannya karna pohon ini melindungi rumah kami dari amukan sinar matahari.
Kawan, sama seperti mencintai.
Membenci pun kadang dibutuhkan juga sebuah konsistensi.

Levanska d'angel - Dita

Dita …

Hujan rintik-rintik ini seolah menambah suasana sendu antara kami. Sudah dua kali dalam sebulan aku mengunjungi rumah ini untuk alasan yang sama, turut berbela sungkawa. Aku tau, aku bukan orang asing dirumah ini namun aku kerap merasa asing saat tatapan yang seharusnya aku kenal berubah menjadi tatapan yang sangat berbeda dari seorang dita, sahabatku. Ia terus mencibir disetiap ada tamu yang melayat kerumahnya menangis atau sekedar menitikkan air mata, ia akan tersenyum sinis sambil berkata “ percayalah, hil .. ia tak sungguh-sungguh menangis untuk ibuku..”. Seharusnya aku bereaksi ketika ia mengeluarkan kalimat negative itu namun aku hanya tersenyum kecil karena mungkin menurutku percuma membantah persepsi negatifnya saat ini.
“ maaf hil, aku gak ngerti .. mengapa Tuhan begitu kejam padaku ? baru dua minggu yang lalu Ia mengambil ayahku lalu sekarang Ia mengambil ibuku..! apakah kamu bisa merasakan jika kamu berada diposisi aku?? Ya Allah Hil.. aku bakal sendiri !!” ia kembali mengeracau
Aku menggeleng pelan lalu kugenggam tangannya lembut seolah mencoba memberikan kekuatan baru untuknya. Aku sendiri tak yakin bisa tidak terus menitikkan air mata jika aku berada diposisi Dita. Kulirik Dita, matanya sembab namun ia tidak banyak menampakkan ekspresi kesedihan. Hanya saja ia terus mengutuk pencipta, pengatur, dan pengendali kehidupan ini. Aku merasakan atmosfir berbeda dari dirinya.
Namun tiba-tiba Dita tersenyum “ tapi ada hikmah dibalik semua ini, hil ..”
Kutolehkan kepalaku “ semua kejadian pasti tersimpan sebuah hikmah yang bisa kita ambil, Dit.. kamu sudah paham itu kan, ukh ?”
Lagi-lagi ia tersenyum namun kali ini senyumnya begitu berbeda “ ya .. aku paham itu. Setidaknya aku akan terus belajar tentang arti sebuah keikhlasan. Dan aku merasakan cinta ini…” dita memegang dadanya “ semakin dalam terpatri dalam hati ini untuk ibu ..”
“ tak ada yang dapat menghapus cinta seorang ibu pada anaknya maupun sebaliknya, Dita . Namun cinta tertinggi kita hanya pantas dipersembahkan untuk Sang Pemberi dan Pencabut Kehidupan kita, Allah SWT ”
“ kamu benar, hil .. ”
Aku menarik nafas panjang. Menepuk pundaknya pelan “ ukhti .. kamu sudah berusaha melakukan yang terbaik yang kamu bisa.. ”
“Amin Ya Robb..” ia terdiam namun beberapa saat kemudian tiba-tiba ia terlihat panik ”astaghfirulloh.. aku merasa demikian jauh saat ini.. penyakit futur itu kurasakan mulai menyerangku dan merusak pertahananku! astaghfirulloh…” bibirnya terus beristighfar, ia tertunduk dalam “ innalillah.. ampuni aku ya Allah..”
Kuraih kepalanya lalu kusenderkan diatas bahuku “ semua orang pasti pernah merasakan kesedihan dan putus asa tapi sungguh Dita yang kukenal merupakan seorang wanita yang kuat dan optimis. Aku yakin kamu bisa melewati semua ini, ukhti. Aku percaya itu..”
Kurasakan Dita mengangguk “ kita saling mengingatkan ya hil ?”
Aku menolehkan kepalaku kearah wajahnya lalu tersenyum “insya Allah”
“ Dita ..”
Secara bersamaan kami menoleh kearah sumber suara. Dita mengangkat kepalanya dari bahuku. Ia mengernyitkan dahinya. Tatapannya tajam. Seorang wanita yang kutaksir umurnya sekitar 35 tahun dengan mengenakan busana serba hitam mendekati dita lalu ia memeluk dita. Bibirnya membisikkan sesuatu dan dalam waktu yang bersamaan membuat mata bulat milik dita semakin membulat, matanya berkaca-kaca.
Seolah tak ada masalah, wanita itu melepaskan pelukannya sambil tersenyum padaku. Ia sempat membelai kepala Dita yang terbalut jilbab hitam lalu pergi membelah kerumunan ibu-ibu yang memenuhi ruangan tengah rumah Dita.
Dita terduduk lemas. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Kulihat bahunya terguncang, ia menangis. Ya allah.. apa yang telah terjadi??
“ ukhti .. ada apa ?” tanyaku pelan. Kuedarkan pandanganku kesekeliling, jelas saja seluruh pelayat menatap penuh selidik kearah kami. Aku mencoba mengeluarkan senyum pada mereka namun aku tak yakin senyum yang kukeluarkan bisa tercipta secara sempurna sebagai sebuah senyuman, hatiku begitu kalut.
Dita terus menangis, bahkan semakin keras. Dan aku semakin dibuatnya bingung harus melakukan apa. Lamat kudengar Ustadz Khoir yang sibuk memberikan komando, almarhumah akan segera dimakamkan.
“ ukh.. kita kedepan yuk ? ibu akan segera dimakamkan ..” bisikku lembut
Kulihat tangisnya mulai mereda. Ia melepaskan tangan yang menutupi wajahnya lalu mencoba untuk tersenyum padaku “ maaf, hil .. sepertinya aku gak bisa ikut mengiringi ibu keperistirahatan terakhirnya.. kamu bisa mewakili aku? Aku gak kuat, hil..”
Jelas saja aku terkejut. Mana mungkin dita bisa berkata seperti itu? “ada apa, dita?”
Pandangannya menerawang keatas lalu tersenyum lebar “ ayolah.. bantu aku sekali ini saja ..“
Sungguh.. aku seolah tak mengenali siapa gadis disampingku sekarang. Aku tahu cobaan ini begitu sulit untuknya tapi apakah yang demikian ini bisa begitu cepat merubah seorang Dita? Sang aktivis dakwah kampus yang selalu mempunyai semangat untuk membangkitkan Ruh dakwahku dan yang lainnya yang mulai kendor, yang selalu menimbulkan decak kagum dibalik semua tindakannya dan yang terlihat sangat lemah di sepertiga malamnya?? Ya Robb .. aku mohon, jangan ambil Ditaku yang dulu ..
“ mbak dita .. rombongannya sudah mau berangkat..” seorang gadis kecil menghmpiri kami, ia menyodorkan tangannya mengajak dita
Dita menggeleng “ ayu .. mbak dita sedikit pusing..”
“jadi mbak dita gak ikut mengantarkan kepergian ibu untuk yang terakhir kalinya??” ia membungkukkan badannya mendekati wajah dita “ mbak yakin ??”
Dita sedikit terdiam. Aku menggeggam tangannya lalu ku usap lembut “ ukhti..? ”
Tak perlu menunggu lama, Dita menoleh kepadaku dan gadis kecil yang dipanggilnya Ayu bergantian lalu mencoba tersenyum “ apa yang kita lakukan disini??” lalu ia berdiri dan berjalan cepat mendahului kami.
Aku memerlukan langkah cepat untuk mengimbangi langkah-langkah lebar milik dita. Ia terlihat sangat terburu-buru.
“jangan terburu-buru, Dita. Perhatikan langkahmu. Kamu ini terlihat seperti mengejar sesuatu ?” kuucapkan kalimatku sambil terus terengah-engah mengimbangi langkahnya.
“ aku mengejar kematianku, hil ..”
Langkahku terhenti “ a.. apa??!”
Langkah dita ikut terhenti. Ia membalikkan badannya “ aku bisa merasakannya..” matanya menatap tajam mataku namun tiba-tiba ia tertawa lebar “ aku bercanda.. kamu lambat banget sih !”
Kutarik nafas dalam lalu berjalan mendekatinya “ jangan jadikan hal itu sebagai bahan canda, dita. Hanya Allah yang mengetahui kematian itu dan kita tidak bisa memastikannya..” aku menatap matanya tajam tanpa memperdulikan candanya.
Dita mengamit lenganku dan mengajakku kembali berjalan “ ana afham, ukhti fillah..” ia tertawa kecil namun seketika tawanya terhenti. Kepalanya tertunduk “ tapi.. aku akan sendiri dan benar-benar sendiri setelah ini, hil ..”
Aku mengeraskan tanganku dalam genggamannya “ innalillah.. ada apa denganmu ukhti?? Lalu dimanakah Allah dalam hatimu??”
Ia terdiam, begitu juga denganku. Kami terus berjalan dalam diam sampai tiba dilokasi pemakaman. Tak banyak yang hadir dalam acara pemakaman ini. Tak ada paman, bibi, atau saudara Dita yang lainnya. Dita menyimpan banyak misteri menurutku. Ia pernah menceritakan bahwa ia tidak pernah diizinkan untuk mengetahui siapa kakek atau neneknya, apalagi tentang keberadaan paman dan bibinya. Masih terekam jelas dalam memoriku ketika kami kecil dahulu, ketika tiba hari raya Idul Fitri, Dita kecil yang terus merengek pada bundaku untuk mengizinkannya merayakan hari raya bersama keluargaku. Dan saat bundaku bertanya mengapa, dengan polosnya ia berkata “ibu dan ayah tidak merayakan lebaran, bunda.. rumah Dita kosong .Kata ibu, Dita diminta menginap disini. Ohya, ibu menitipkan salam untuk bunda.. ”.
“ Hil .. kamu gak pengen tau siapa wanita tadi ?” ujar dita memecah kebisuan antara kami
Aku menyembunyikan keterkejutanku, kulirik dita lalu menganggkat bahuku “ terserah kamu..” entah mengapa aku menjadi sedikit jengkel pada dita.
“ dia adalah ibu kandungku..”
Entah yang keberapa kalinya aku dibuat terkejut oleh dita. Mataku terbelalak lebar “ ma..maksud kamu?”
“ maaf aku membohongi kamu selama ini.. wanita dalam keranda itu bukanlah ibu kandungku, awalnya ia adalah pengasuhku. Namun ayah telah menikahinya sejak aku TK. Ibuku marah lalu pergi tanpa adanya perceraian antara ayah dan ibuku. Aku sangat menyayangi ibu yang tidak melahirkanku itu. Saat ini hanya satu inginku, aku ingin terus menemani ibu..” dita diam sejenak lalu mengambil nafas panjang dan dihembuskannya perlahan “ andai saja aku bisa..”
Aku tersenyum “ subhanallah .. ”
Dita menoleh padaku “ aku belum selesai, hil ..” lalu memusatkan pandangan matanya kembali kedepan “ ibu kandungku datang untuk mengambil seluruh harta yang ditinggalkan oleh ayahku..”
Seketika senyumku menghilang. Masya Allah .. cobaan ini begitu berat ya Robb.. kumohon, kuatkanlah Dita.
“ tapi aku ikhlas, hil .. sepenuhnya ..”
Aku tak menjawab perkataannya. Aku hanya mengusap punggungnya lembut, aku tau.. ikhlas itu merupakan perbuatan yang mudah untuk diucapkan namun sangat sulit terealisasi. Tapi aku tidak meragukan Dita, aku yakin ia bisa melewati semua ini.
Kami telah sampai dilokasi pemakaman. Aku menarik Dita mendekati liang kubur. Ia terus berdzikir pelan, kurasakan tangannya sedikit berkeringat. Berulang kali ia menghapus air mata dari pipinya. Ia mengangis tanpa suara. Aku masih merasakan genggaman tangannya sampai ketika mayat almarhumah dimasukkan keliang kubur. Namun tak lama kemudian, aku mendengar suara berdebam dari sampingku. Ya Allah … Dita pingsan ! Tubuhnya hampir terjerembab kedalam liang kubur jika aku tidak secara refleks menahan tubuhnya sambil berteriak meminta tolong.
Aku panik, sangat amat panik. Wajah Dita sangat pucat, aku merasa ada yang tidak beres saat ini. Dadaku berdegup kencang ketika tak kurasakan adanya gerakan teratur dari dadanya atau hembusan nafas dari hidungnya. Dan disaat semua orang ikut merasa panik, aku merasa adanya belaian angin yang begitu lembut membelai wajahku. Dan akupun dipaksa untuk menerima sebuah kenyataan pahit, Dita.. telah pergi. Refleks kakiku mundur beberapa langkah, aku belum bisa mempercayai ini semua! Subhanallah.. sesungguhnya kematian itu begitu dekat mengincar kami, Rabb..

Lamat terdengar jelas kembali obrolan kami seminggu sebelum ini, disaat aku bersilaturahmi kerumahnya. Ia menyambutku berbeda, aku tak tahu dimana letak perbedaan itu namun aku merasakannya.

“ sepertinya kamu akan lama dirumahku, Hil ..” ia tertawa kecil “ jika aku meninggal, apa kamu bersedia terus menemaniku sampai keperistirahatan terakhirku, Hil ?”
Aku menggelengkan kepalaku heran sambil tertawa “ iya..iya..”
“ janji ??”
“ insya Allah ..”
Dita tersenyum haru, matanya berkaca-kaca “ kamu adalah sahabat terbaik yang Allah kirimkan padaku, Hil..”

Tak terasa air mataku menetes. Aku masih shock dan tak mampu melakukan apapun. Kurasakan tangisku semakin kencang. Allah.. beri aku kesempatan untuk memperbaiki diri ini.


Kotabumi, 12 – 14 Maret 2010

Senin, 07 Maret 2011

Levanska d’angel: Bukan dia ... tapi kamu !!

Angin sore berhembus nakal memainkan poni rambutku, aku terus menatap lurus kedepan. Bagiku tak ada yang menarik dari pantai ranau ini, apa-apaan ini.. sewa gubuk kecilnya ajah Rp. 50000,- dan kalau kamu belum bayar jangan sekali-kali menyentuh gubuk itu! Aku pengalaman niih.. lagi asyik-asyiknya duduk memandang deburan ombak pantai tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang langsung menyapaku “ mau disewa berapa orang, dik??”
Gubrak! Aku kaget.. sebagai orang yang tak terlalu menyukai pantai alias gak pernah kepantai ini jelas aku kurang mengerti, dengan memasang wajah yang aku sendiri gak tau akan dikatagorikan sebagai ekspresi seperti apa, kucoba memberanikan menjawab “maaf,bu ..??” hanya itu yang mampu kuucapkan
“kalo mau duduk, bayar!”
Beuu.. wajahku merah padam, Bukan marah tapi malu. Akhirnya setelah mengucapkan kata maaf kutinggalkan gubuk itu. Sial banget.. pengalaman pertama memalukan!
“hei zi! Mau pulang gak??”
Aku sedikit tersentak,”mmh.. sebentar lagi ya ??”kataku setengah berharap
Fahri tersenyum kecil, ia duduk disebelahku lalu ikut-ikutan memainkan kakinya di air “ katanya gak suka pantai??”
“iya.. sebelum ada dia, aku memang gak suka pantai”
“o yach? Memang dia sering ngajak kamu kepantai? Kenapa dia gak pernah cerita sama aku?” fahri menoleh kearahku
“mana aku tau??” jawabku pendek
Mendadak suasana hening, hari semakin beranjak sore.. jujur, inilah yang kutunggu-tunggu. Menyaksikan sunset adalah kesukaanku dan sekali lagi perlu kuberi tahukan padamu, ini semenjak dia ada dalam hidupku.
“zi.. kamu mau tau sesuatu??”
“boleh..”
“mmhh.. Rian sebenernya ga pernah ada niat untuk meninggalkan kamu,hanya saja..” fahri berhenti sejenak, lagi-lagi ia menoleh kearahku memastikan apakah aku siap mendengarkan kata-katanya “rian gak bisa memaksakan perasaannya sama kamu”
hh.. mengapa kata-kata ini yang harus kudengar?? ”sudahlah.. aku bisa memahami semua itu, kamu gak usah khawatir” kugenggam tangan fahri hangat
fahri menarik nafas lega,”syukurlah..”
kali ini aku yang menarik nafas panjang, fikiranku kembali menerawang kembali kemasa lalu dimana ada Rian.. seorang lelaki yang pertama kalinya bisa menyentuh hatiku. Memang.. ini bukan pertama kalinya aku menjalin suatu hubungan atau berpacaran tapi.. Rian is very different! Dia benar-benar berbeda. Satu hal yang perlu kamu tau, rian likes with all about frog dan akupun begitu. Gak jarang kami pergi panas-panas kemanapun itu yang menjual berbagai macam barang yang berbau frog. Huh.. kenapa aku harus mengingat ini lagi??!
“ri.. pulang yook??”
“loh, gak tunggu sampe’ sunsetnya selesai??”
Aku menggeleng lemah, mataku sudah terasa panas dan pandanganku mengabur tertutup oleh kabut air mata. Aku berjalan cepat menghampiri motor fahri lalu menunggunya menyalakan motornya, saat ini.. aku benar-benar sedih.
Sepanjang perjalanan aku hanya menangis. Aku masih belum tau kenapa dan untuk apa Rian melakukan semua ini padaku?? Atau ini hanya karena harapanku yang terlalu besar terhadapnya? Atau memang dari awal rian datang ke kehidupanku hanya untuk menyakiti hidupku? Someone please.. tell it for me !!!!
Fahri mengenggam tanganku yang dengan erat berpegangan pada pinggangnya. Ia mengusap tanganku lembut mencoba mengusir galau dalam hatiku. Namun sikapnya malah semakin membuatku sedih.. aku merasa benar-benar terpojok. Fahri aja sampe prihatin sama keadaan aku? Gak pernah dia melakukan hal-hal ini sebelumnya. Huuuhhh.. aku benci hidup ini! Mengapa tak ada kebahagiaan untukku, Tuhan??
“mhh.. zi? Kita mampir makan dulu ya?”
Aku tak menjawab, aku hanya menggeleng sambil mendekatkan kepalaku pada wajahnya
“tapi kamu dari siang tadi belum makan” fahri tetap memaksa
“aku mau pulang,ri” suaraku mulai parau
“zica.. aku yakin dari pagi tadi kamu belum makan..”
“AKU MAU PULANG!!”setengah berteriak aku berkata
Fahri tampaknya menyerah, ia hanya terdiam. Laju motor semakin dipercepatnya. Aku tak perduli, bahkan jika aku akan mati sekarang, aku tak perduli.
Dan laju motorpun terhenti, aku mengangkat kepalaku. Hufh.. rumahku.
“kita sudah sampai”
“thanks .. gak mau mampir dulu,kak?” aku agak mengecilkan volume suaraku ketika aku menyebutkan kakak
Fahri tertegun, ia menatapku “kau.. kau memanggilku kakak??”
Kucoba untuk tersenyum “iya.. memang seharusnya hal itu kulakukan. Jauh sebelum ayah menemukan ibumu”
Ia mengernyitkan dahinya”ibuku?? Maksud kamu?”
Bodoh! Apa yang sudah aku katakan?? “ gak.. aku ngelantur. Mm.. maaf”
Aku tau fahri masih penasaran, daripada dia terus menghajarku dengan pertanyaan-pertanyaan mematikan, lebih baik aku pergi
“hei.. tunggu!”
Waduh..bener kan?? ”apa sih.. aku dah ngantuk!”
“nice dream,honey..”
What?? Fahri berkata apa tadi?? Ya Tuhan..”iya,sama-sama…” hanya itu yang mampu aku katakan. Agak tergesa-gesa aku berlari menuju pintu rumahku. Saad kudengar laju motor Fahri semakin menjauh, aku baru berani menengokkan kepalaku. Dan tanpa bisa kucegah, bibirku tersenyum dengan bodohnya. Hh.. untuk apa aku tersenyum??
Aku berjalan gontai memasuki rumahku yang sunyi. Jelas aja.. aku sendiri dirumah. Ayah?? Entahlah.. mungkin kerumah istri barunya. Aku tak mau perduli, terserah apapun yang ingin ayah lakukan. Akupun sempat shock ketika ayah memutuskan menikah lagi pada saat tanah makam ibu belum mengering. Ibu meninggal baru 1 bulan waktu itu. Siapa yang gak sakit hati?? Dan jika kamu ingin tau, ayah bahkan memelas memohon restuku. Ayah mencoba menjelaskan sesuatu tapi aku tak mau perduli. Yang aku pikirkan adalah aku tak mengerti.. mengapa ayah tega menyakiti hatiku, anak satu-satunya. Dan yang membuat aku lebih shock lagi, pada saat aku mengendap-endap kedalam pesta pernikahan ayah (aku bilang pada ayah kalau aku tak akan pernah datang) aku melihat fahri disana. Survey membuktikan.. fahri adalah anak dari sesorang wanita yang sudah merebut ayahku!
Aku jatuh sakit. Bagaiman tidak?? Aku menyukai fahri sejak SMA, mati-matian aku membuang perasaan suka itu dan aku memaksa ayah agar tak memberitahukan bahwa aku bukan anak dari ayah. Tidak masuk akal memang.. tapi itulah yang terjadi. Dan ayah memang mengabulkan permintaanku. Sampai akhirnya Fahri mengenalkan aku pada rian. Hufh.. haruskah kembali aku ceritakan cerita pahit ini padamu?? tapi yang jelas, rian membuatku benar-benar melupakan rasa sukaku terhadap fahri yang aku sendiri yakin fahri tidak tau tentang perasaanku ini. Tak ada seorangpun yang tau, hanya aku dan Tuhan. Tapi ternyata.. rian benar-benar pergi dan membuatku menyesal mengapa perasaanku terhadap fahri menghilang. Tapi.. oh Tuhan.. make me realize! Fahri memang adalah kakakku. Mengapa aku tetap sulit untuk menerima sebuah kenyataan? Tapi, tunggu dulu.. kenapa aku jadi kepikiran fahri?? Wahh.. aku bener-bener sudah gila!
Kulirik arloji dilenganku, aku lapar tapi aku lebih memilih untuk tidur. Aku membutuhkan energy lebih untuk besok. Ayah akan datang.

----------------------------------------------------------

Sebuah kecupan kecil membangunkanku, aku kaget lalu buru-buru membuka mataku yang sebenarnya masih ingin tetap kupejamkan.
Aku terkejut “ayah??”
Ayah tersenyum lebar “ayo bangun, pemalas!”
“masih pagi yah . aku juga gak ada planning.” Jawabku setengah merajuk
“kata siapa?? bukannya kamu ada kegiatan dikampus kamu?? Ada pemilihan PresMa kan?”
Gubrak!! Kenapa aku bisa lupa?? Rian menjadi salah satu kandidatnya! Tapi buat apa??
“males, yah.. calonnya itu-itu aja..” kali ini aku berbohong, kuraba hidungku, tidak bertambah panjang kan??
Lagi-lagi ayah tersenyum “tumben..”
Tak ada yang bisa aku lakukan kecuali mengangkat bahuku lalu bangun dari tempat tidurku. Bergegas ke meja makan, biasanya sih ayah bawa bubur ayam. Namun dugaanku salah, saat aku membalikkan badanku dan ingin berteriak protes, ayah langsung mengangsurkan uang lima puluh ribuan padaku “ beli sendiri,gih.. ayah gak sempet tadi” dengan entengnya ayah memberikan alasan.
Aku masih menatap ayah kesal.
“mau gak??”
Oh my gosh.. andai ada pilihan lain bagiku ”iya-iya!”
Huh, tampang masih bau iler kaya gini disuruh keluar cari bubur ayam. Dasar ayah rese’! but wait.. itu yang dibawah pohon mangga si fahri kan?? Ngapain dia?? Hmm… aku merapihkan sedikit rambutku yang belum sempat kurapihkan tadi. Senyum manisku sudah terukir indah dibibirku. Dengan PeDenya aku mendekati Fahri “hai..kak! tumben?? Mau temenin aku gak nya…”
“aku gak nyangka kamu serendah itu!”fahri memotong kalimatku, matanya tajam menatapku
Aku terkejut. Ada apa ini?? ”kakak.. kok ngomong gitu??aku cuman..”
“gak ada biaya buat kuliah lalu menjadi peliharaan om-om!!”
Sumpah.. aku seperti disambar petir atau terkena setruman listrik paling dahsyat saat ini, bengong terpaku “maksud kakak apa??! Aku bener-bener gak ngerti!”
Fahri turun dari motornya, ia melemparkan foto-foto kearah wajahku. Kasar.. sangat kasar.
Aku memungut foto yang jatuh dibawah kakiku, dan do you want to know?? That’s my picture with..
“astaga, fahri! Ini.. ini…”aku tergagap, bingung gimana jelasinnya.
“apa?bingung?? bukan cuman itu! Aku sudah liat dengan mata kepalaku sendiri kok!”
Bukan itu fahri, tapi aku hanya menggaruk kepalaku yang tidak gatal, sibuk mencari-cari kata yang tepat.
Ia tersenyum sinis, diraihnya helmnya lalu ia naik kembali keatas motornya”aku sudah mulai respect sama kamu, tapi ternyata kamu bener-bener ngecewain aku!”
“fahri, wait… aku bisa jelasin ini semua!”
Percuma.. Fahri gak dengerin teriakan aku. Aku terduduk lemas, hilang semua rasa kantuk dan laparku. Tuhan.. aku harus bagaimana??
Ketika harapan untuk memiliki fahri kembeli terbuka lebar lalu mengapa ia pergi ?? huh, ntah kenapa aku jadi kesal padaNya. Kenapa DIA menakdirkanku untuk membuka celah hati untuk fahri jika kemudian Ia membiarkan peristiwa ini terjadi?? Banyak, amat sangat banyak mengapa dan mengapa lain namun hanya kusimpan dalam hati. Ya iyalah..! Haruskah aku berteriak-teriak disini?? Dijalan seramai ini? Huh .. it’s a bad morning and will be a bad day for me .
Setelah membeli bubur ayam, aku berjalan gontai kearah rumahku . Nampak ayah tersenyum padaku, beliau_ku ini.. tak sadarkah ia bahwa ..???
“kamu kenapa, zi?? Diisengin sama yang jualan bubur ayam??” kata ayah meledekku
Aku hanya terdiam, Menarik nafas panjang dan duduk disebelahnya lalu tertunduk lesu .
Terang aja ayah kaget “kamu kenapa,nak?? Coba.. cerita sama ayah”
Sungguh.. aku pengen banget cerita sama ayah atau malah marah-marah sama ayah namun kesedihan begitu menguasaiku saat ini dan ia tak memberikanku celah untuk mengatakan sepatah katapun kepada ayah.
Ayah menatapku prihatin, ia menarik kepalaku kedalam pelukannya lalu mengelus-elus kepalaku penuh kasih “iya.. ayah tau zica lagi sedih tapi zica harus tau donk kalo Ini didepan rumah,semua orang pada ngeliatin zica, gak malu diliatin??”
Tak ada guna disini, aku berlari masuk kedalam rumah lalu bergegas kekamarku. Kutumpahkan semua rasa sedih dan kesalku disini. Reaksiku berlebihan memang terhadap ayah tadi but i’am in a bad mood right now. Andai.. andai Bunda masih ada, tentu masalah ini gak akan pernah terjadi. Tuhan.. kembalikan bundaku!! Aku ingin beliau ada disampingku sekarang. I need my mom…
Tok!tok!tok!
Aku menangis, tidak memperdulikan ketukan pintu sampai pintu kamarku terbuka, aku tetap tak perduli.
“fahri tadi sms ayah..”
Tangisku sedikit terhenti “ fahri??”
Ayah mengagguk, ia menghapus air mata dipipiku lalu tersenyum lembut “perasaan kamu sama fahri masih ada ya ??”
“ah.. enggak! Kata siapa??” buru-buru aku mengelap sisa-sisa air mata yang ada di pipiku. Aku tetap gengsi untuk mengakuinya, ayah gak pernah melihat aku menangis sebelumnya kecuali pada saat bunda meninggal. Aku menangis 3 hari berturut-turut pada saat itu. Sebuah reaksi yang wajar bukan?
“so.. buat apa kamu nangis?? “
Waduuh.. cari alesan apa ya?? ”mmh.. pengen aja! Emang gak boleh???”
Tangan ayah mengacak-acak rambutku, ia tertawa “ zica.. zica.. do you want to know about something??”
“what is it ??”balasku cepat
Namun ayah terdiam, raut wajah beliau berubah total, ia merubah posisi duduknya lalu menatap mataku tajam. Tapi yang bikin kesel itu, ayah gak ngomong-ngomong!!
“ayah.. katanya mau ngomong sesuatu ?? itu pasti tentang fahri kan?? Ceritain sama zica!” aku menggoyang-goyangkan tangan ayah sambil menunjukkan raut wajah memelas
“buat apa?? Fahri gak berarti apa-apa kan buat kamu? Termasuk mamanya.”
Huh.. mulai nyebelin nih! Aku membuang pandangan mataku, lalu pandanganku terhenti pada foto bunda yang terpajang manis di dinding kamarku. Aku turun dari tempat tidurku lalu mengambil foto bunda “ayah lihat ini kan ?? ini alesannya aku gak pernah mau menerima kehadiran wanita itu!”
“dia bunda kamu, bukan wanita itu!”
“itu kata ayah!! Ini Bunda aku ..!” kataku sambil menunjuk foto bunda, mataku mulai mengabut lagi namun kutahan agar air mataku tak jatuh. Enggak.. gak akan pernah aku menangis karena wanita itu!
Ayah menggenggam tanganku lembut namun kulepaskan kasar. Hati ini.. begitu sakit. Kenapa jadi membahas wanita gak penting ini sih?? Aku mencium foto bunda pelan lalu menaruhnya lagi di dinding kamar. Tanpa banyak kata aku meninggalkan kamarku
“zica .. ! ayah sedang berbicara sama kamu!!”
I don’t care..! kucoba untuk menulikan telingaku .
“zica .. ! berhenti kata ayah !”
Aku menghentikan langkahku “ kenapa ?? give me one reason why i must stay here with you..?! apa karena ayah belum puas buat nyakitin hati aku? Atau mengingkari janji suci ayah pada bunda disurga sana..??” kali ini aku tak bisa menahan air mataku lebih lama lagi, aku menangis . Menangisi nasib dan kehidupan ini.
Ayah memegang pundakku lalu membalikkan badanku “dengar zica.. semua yang ayah lakukan ini demi kebaikan kamu juga”
Aku menggelengkan kepalaku “ cukup, ayah.. kalau ayah memang pengen membuang aku dari kehidupan ayah, silahkan ! tapi jangan paksa aku menduakan posisi bunda dihatiku. Aku sudah mencoba memaafkan kesalahan ayah, aku sudah mencoba memaklumi semua ini tapi kenapa ayah kembali mengorek luka lama ini??What do you want from me, dad ?!” aku membalikkan badanku, berniat berlari keluar namun aku menabrak seseorang tepat pada langkah ketiga. Aku mendongakkan kepalaku, mataku membelalak kaget “fa.. fahri ??” wajahku mendadak pucat, semua perasaan sedihku mendadak menguap. Buru-buru kuhapus air mataku lalu mengumpulkan tenaga untuk mengeluarkan kalimat kedua
“maafkan kami..”ia berbicara mendahuluiku
Ternyata ada seseorang disamping fahri, ia.. si wanita sumber petaka ! aku buru-buru kembali memfokuskan penglihatanku pada fahri
“eh.. ada tamu ! ayo.. duduk .. maaf, berantakan” ayah tertawa memecahkan ketegangan, ia menarik wanita itu dan fahri untuk duduk . Aku masih berdiri mematung dan betapa cengengnya aku saat ini.. aku kembali menangis ! menyesali setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup ini. Aku harus menyukai anak dari wanita yang sangat kubenci. Oh my God.. apa-apaan ini?? Sejak kapan mereka berani menginjakkan kaki dirumahku ini??
“zica.. sini nak, duduk..” lagi-lagi ayah yang berbicara
Suara wanita itu terdengar samar-samar berbicara pada fahri, fahri berdiri kemudian menyentuh tanganku “aku perlu ngomong sama kamu”
Aku menelan ludah,”buat apa??”
“please.. give me one time . ini penting.” Ia menatapku penuh harap
Aku mengangguk “kita kebelakang aja, disini panas ! ada atmosfir tak dikenal memasuki rumah ini” sahutku tajam
Aneh, fahri gak protes. Ia menurut. Dan ia masih menggenggam tanganku
Ya Tuhan.. ada apa dengan hari ini ?? semuanya benar-benar tak terduga.
Aku dan fahri duduk di taman belakang rumahku. Suasana memang sedikit mendung tapi aku terlindungi, lebih tepatnya lagi hatiku yang terlindungi saat ini.
“apa yang mau kamu omongin?? Tentang masalah tadi pagi??” aku membuka pembicaraan
Fahri terdiam, ia merubah posisi duduknya, sedikit gelisah sepertinya.
“fahri dengar aku, orang yang ada di foto itu ayah dan aku sama sekali gak melakukan perbuatan seperti yang kamu tuduhin sama aku tadi. Gak masuk akal.. asal nuduh aja dan gak mau dengerin penjelasan aku. Kamu kan 2 tahun lebih tua dari aku, ditambah kamu ambil jurusan psikologi, harusnya kamu tau itu kan?? Oke.. aku ngaku salah karena aku gak ngasih tau kalau aku iini adalah anak kandung dari ayah tapi apa itu penting??! Gak kan??” tanpa diminta aku nyerocos gak karuan, sedikit senang bisa mengeluarkan hampir semua yang ada didalam hati ini.
“aku sengaja”
“sengaja?? apanya yang sengaja?” maksud orang ini apa sih??
“iya, aku sengaja melakukan itu semua” fahri melihatku sekilas lalu membuang pandangannya kembali “aku dan papah sengaja menyusun semua ini”
Oh God.. scenario apa lagi ini?? “aku gak ngerti, jelasin sama aku”
Entah berapa kali Fahri mengganti posisi duduknya namun kali ini ia kembali merubah posisi duduknya didepanku, tepat didepanku “ aku suka sama kamu”
Sampai pada kalimat itu jantungku serasa mau copot! God.. aku gak mimpi kan???
“bukan cuman suka, aku cinta sama kamu tapi aku ragu. Itulah alasan kenapa aku menyusun sandiwara ini sama papah. Tapi diluar dugaan dan seperti yang kamu katakan barusan ternyata kamu justru anak kandung papah yang berarti kita adalah saudara. Aku sempet protes sama papah kenapa papah gak pernah cerita dari awal tapi aku gak jadi marah waktu tau alasan kenapa papah menyembunyikan semua ini sama aku. Itu karena kamu, zi.. karena perasaan kamu sama aku yang betapa tololnya gak pernah aku sadari” pandangan mata fahri benar-benar berbeda kali ini, aku bisa merasakannya
“aku.. aku sama mamah datang buat ngelamar kamu”
Mataku membulat kaget, sudut bibirku terangkat sedikit keatas “kamu apa-apaan sih, ri !” entah senang atau marah yang aku rasakan sekarang, aku memang suka dia tapi kalau untuk married, aku belum siap
Fahri mengambil sesuatu dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil, dan o my god.. itu cincin! “aku gak main-main, zi. Will you marry me??”
Keringat dingin membanjiri pelipisku, aku mendorong kotak cincin itu halus “aku gak bisa. Ini gak masuk akal!”
“zi.. aku serius. Apa yang jadi masalah buat kamu??”
Aku terdiam, aku harus ngomong apa ???
“aku bukan anak kandung dari mamah. Aku.. Aku dipungut mamah ketika usiaku 5 tahun. Menyakitkan memang . tapi Bukankah ini yang menjadi penghalang buat kamu?? Aku bukan anak kandung mamah dan papah. So.. gak ada masalah kan dari situ??”
“bukan, bukan itu..”bagaimana cara menyampaikannya, God? Aku bingung!
Nampaknya fahri benar-benar sabar menunggu, aku terdiam sekitar 15 menit, berharap fahri menyerah dan membiarkan aku pergi
“gimana ?? kamu sudah pengen ngomong?” tanyanya halus
hh.. akan kucoba “aku benci ibumu dan itulah alasan kenapa aku gak pengen kamu ada dikehidupan aku”
Kening fahri berkerut, ia menarik nafas dalam-dalam lalu dihembuskannya perlahan “ lalu??”
“ya.. aku gak bisa!”
“kamu sanggup mengorbankan perasaan kamu buat dendam yang gak beralasan itu?”
Aku menatap fahri tajam “ kamu gak ngalamin, ri! Kamu gak tau apa-apa tentang apa yang aku rasain. Dalam waktu 1 bulan, ayah melupakan bunda setelah bertahun-tahun kami hidup bersama dan Itu gara-gara wanita itu!” sahutku berapi-api
Fahri tertawa mengejek, “kamu ini.. bener-bener naïf!”
“maafkan ayah, nak..” tiba-tiba ayah sudah muncul dibelakang kami dan tentu saja ia bersama wanita itu.
Wanita itu berdiri didepanku disamping fahri, ia memegang tanganku lalu mencium tanganku “ibu gak pernah bermaksud menabuh genderang perang denganmu, nak..”
“dengan ibu sudah berani menikah dengan ayah, ibu sudah menabuh genderang perang dengan saya” jawabku tegas sambil membuang tangannya dari pangkuanku
Wanita itu mulai menangis, tentu ayah tidak tinggal diam, ia memeluk wanita itu didepanku. Aku menggigit bibirku kuat, sabar.. sabar..
“zica, bunda kamulah yang menyuruh ayah melakukan ini semua! Jangan pernah salahkan mamah, dia gak bersalah!”nada suara ayah terdengar begitu emosi
Keadaan kurasakan semakin memanas. Aku memejamkan mataku. Lihat ini, bunda.. ayah lebih membela wanita itu dibandingkan aku.
fahri bangun dari tempat duduknya dan mempersilahkan wanita itu duduk lalu ia berdiri disebelahku.
“bunda gak mungkin menyuruh ayah untuk menduakan dirinya dihati ayah!” aku mencoba mempertahankan pendapatku
Ayah mengeluarkan sesuatu dari sakunya “ baca ini”
Aku menatap ayah tak mengerti. Tapi ayah mendorong kertas itu semakin condong kearahku, mau tak mau aku membuka lipatan kertas itu dan hatiku benar-benar terhenyak, sepertinya aku mengenali tulisan ini..

Assalammualaikum Wr. Wb

Maaf kalau tulisan saya agak acak-acakan. Saya menulis ini disaat saya merasa bahwa saya akan segera pindah kerumah sakit sebagai tempat saya terakhir ketika saya hidup. Kamu tau kan kalau penyakit kanker otak ini sudah hampir merenggut nyawa saya bulan kemarin dan sepertinya kali ini keberuntungan tidak akan lagi berpihak pada saya.
Sahabatku.. saya ingin sekali memelukmu saat ini tapi saya tau, kamu tentu sibuk mengurus tesismu di Oxford University dan saya bisa memaklumi itu. Maaf, saya hanya ingin kamu mendengar langsung bahwa saya benar-benar ingin agar kamu menggantikan posisi saya jika saya sudah benar-benar tiada didunia ini. Saya sudah membicarakannya dengan Mas Pram dan beliau setuju. saya tau, seharusnya saya tidak merebutnya darimu dulu. Terkadang saya masih dirundung perasaan bersalah, fit..
Saya mohon dengan sangat kepadamu, tolong gantikan posisi saya sebagai istri bagi Mas Pram dan sebagai ibu bagi zica. zica memang belum saya beritahu tentang kamu tapi saya amat percaya ia bisa memaklumi semua ini. Ia anak yang baik, kamu harus percaya itu.
Akhir kata, saya benar-benar memohon maaf kepadamu. Saya mohon dan sangat berharap kamu dapat mengabulkan permintaan saya. You are my best friend, forefer. Titip zica ya..

Wassalammualaikum. Wr. Wb

Aku tak percaya ini. Bagaimana mungkin?? Bukankah aku dan bunda sudah sering membicarakan hal-hal buruk yang pasti akan terjadi dikemudian hari dan.. dan bunda bilang ia tak akan pernah membiarkan seseorang menggantikan posisinya dihatiku. Bunda.. mengapa ??? mengapa Kau rela melakukan semua ini ?????
Aku menangis pelan, tanganku sibuk menghapus air mata yang terus keluar. Kupeluk erat surat itu, seakan-akan aku menghadirkan kembali sosok buda dihadapanku.
Fahri mengusap punggungku lembut, ia duduk di pegangan kursiku “ tak ada yang perlu disesali, zi..” ujarnya lembut “kamu mau pergi ke kamar ? aku anter ka..”
Tanpa menunggu kelanjutan kalimat fahri, aku berlari kekamarku lalu mengunci pintu. Aku berteriak sekencang-kencangnya. Sesekali aku menyebut nama Bunda disela tangisanku. Sungguh.. aku tak percaya ini. Aku tak percaya !!!! mereka semua jahat padaku !!!!!! mengapa mereka tidak memberitahukan aku tentang surat sialan ini sebelumnya?? Sehingga aku bisa bertanya langsung pada tubuh kaku bunda sebelum dimakamkan. Bertanya mengapa ia tidak mengajakku serta pada senyum damainya itu?? Bertanya mengapa hanya aku yang harus merasakan kehilangan ini?? bayangan senyum diwajah anggun bunda terus terbayang-bayang dipelupuk mataku dan aku merasa semakin terpuruk. Tuhan.. saat ini aku benar-benar ingin mati.

-----------------------------------------------------

Mungkin tadi aku memang tertidur. Entahlah, aku lupa apa yang terjadi selanjutnya. Yang aku tau aku sekarang sudah ada disebuah kamar yang aku sendiri tidak tau kamar siapa ini. Kuedarkan pandangan mataku ke sekeliling kamar ini. Nampak foto bunda tetap terpajang manis di dinding kamar ini, aku mengernyitkan dahiku, sebenarnya aku dimana sih ??
Lalu ada fotoku dimeja kecil disebelah tempat tidurku dan ada foto ayah juga wanita sialan itu! Ouh.. shit !! aku melemparkan foto itu kuat, frame foto itu hancur berantakan. Kutatap foto ayah dan wanita itu penuh benci, harus kuhancurkan!!
Tapi ketika foto itu sudah ada digenggamanku, ketika tinggal satu detik lagi foto itu hancur, seseorang merebut foto itu. Aku menoleh, huh.. fahri ! aku mengalihkan pandanganku cuek tapi wait... fahri??? Ini fahri?? Kenapa ada dia disini?? Agak lama aku terdiam, mencerna kehadirannya yang tiba-tiba ada didepanku. Namun sisi mataku kembali melihat frame foto itu ditangannya. Dan tanganku pun sibuk mengeracau merebut foto itu kembali .
“ kamu ini.. sadar napa sih?? Sampai kapan kamu bakal benci sama mamah gak beralasan kaya gini??!!” ia menatapku kesal
Tak banyak yang bisa aku lakukan, aku hanya mengangkat bahuku sebentar lalu kembali ketempat tidurku, menutup semua bagian tubuhku dengan selimut. Mencoba tak perduli dengan kehadiran fahri, seseorang yang tanpa sadar menguasai separuh hatiku.
“zica.. aku memang sayang banget sama kamu tapi aku sedih ngeliat kamu terus-terusan kaya gini” fahri masih tetep ngoceh diluar sana
Aku tak bergeming. Bahkan aku mencoba untuk kembali tidur. Spring bed ini nyaman juga..
Nampaknya fahri semakin kesal, ia menarik selimutku kasar “kamu dengerin aku gak sih????”
iiii… makhluk satu ini nyebelin juga! “apa sih ? kamu tu cerewet banget tau gak!?”
“gak tau.. “ jawabnya cepat, ia tersenyum nakal kearahku
Huh.. dia bener-bener menyebalkan! Aku melempar bantalku kearahnya, ia telat untuk berkelit dan bantal yang penuh iler itu mendarat mulus diwajahnya. (hehe..)
Aku tertawa puas “suruh sapa gangguin aku tidur??”
Fahri menggelengkan kepalanya, ia menghampiriku, menatapku dan diluar dugaan ia mengacak-acak rambutku “dasar jelek!!”
Tentu aja aku meronta-ronta seperti cacing kepanasan, rambut itu amat urgent bagiku. “stop..!! ii.. apaan sih??!!” protesku keras
Ia berhenti.
Aku menarik nafas lega lalu sibuk merapikan rambutku kembali “rambut ini .. gak ada yang pernah mengacak-acaknya selain kamu...dan ayah”
“ o yach??” jawabnya cuek
“ya iyalah.. eh, aku ini dimana sih??”
Fahri mengangkat bahunya lalu ia berdiri “menurut kamu???”
“mana aku tau?? Makanya aku Tanya kamu”
Pandangan fahri menatapku nakal, ia mendekatkan wajahnya kearahku “dirumahku” jawabnya singkat
What?? Hello.. Aku gak salah denger kan?? “rumah kamu??” aku mengulangi kata-katanya, meminta penjelasan
Ia mengagguk, lalu ia mengangkat tangannya dan menunjukkan cincin manis di jari tengahnya “ini yang membuat kamu disini”
Refleks aku mengangkat tanganku dan ooh no… ! I have too ! bagaimana bisa??
“bukan aku yang merencanakan ini semua, tapi papah.”
Aku mengangkat kepalaku, emosiku mulai naik “maksudnya apa nih??! Aku gak suka!” kutarik cincin dari jari manisku namun, oh.. shit! Cincin ini seperti menyatu dengan jariku!
Fahri tersenyum “ kamu tertidur setelah peristiwa kamu ketemu dengan mamah. Ayah merencanakan untuk pergi ke amerika dan ia memutuskan untuk mengikat aku dan kamu dengan cincin itu”
“what?? Kita married??” teriakku shock, sumpah.. aku shock berat!
Dengan entengnya fahri tertawa, ia duduk tepat disebelahku “kita cuman tunangan”
“ta.. tapi ini .. ini gak masuk akal!” terbata-bata aku menyelesaikan kalimatku, aku benar-benar shock. Keringat dingin mengalir disekujur tubuhku, aku sendiri gak ngerti kenapa dan untuk apa keringat ini keluar di ruangan ber-AC seperti ini.
“maaf.. aku hanya ingin total menjaga kamu” fahri menatapku lama lalu ia menyentuh tanganku dan menggenggamnya erat
Aku.. aku masih bingung dan seakan menganggap semua ini mimpi “tampar aku, ri!”
“a.. apa??”
“tampar aku!!” ulangku keras, aku ingin memastikan apa ini hanya mimpi?
Fahri menatapku bingung namun ia mengangkat tangannya ragu “beneran nih??”
Aku tak menjawab, hanya menatapnya tajam sebagai pertanda setuju
PLAK !!
“aauu…” sakit juga.. ! kuusap pipiku pelan,meringis kesakitan..
“tuh kan.. sakit ya??? Kamu sih..” fahri subuk memegang pipiku
Aku menepis tangan fahri pelan, ini… ini bukan mimpi! Ya Tuhan.. this is the real fact!! Aku??? Tunangan??? “TIIIIDAAAKKKKKK…!!!!!!!!” teriakku histeris, reflex aku duduk menjauhi Fahri “kamu bohong kan,ri ?? ayah gak mungkin meninggalkan aku kan?? Kita gak tunangan kan?? Ini mimpi kan, ri??? Iya kannn ???!!” sorot mataku menatap fahri penuh harap, berharap ia mengangguk lalu tertawa dan mengatakan bahwa ia hanya bercanda.
Namun fahri hanya terdiam, Bibirnya terkunci rapat. Ia mendekat kearahku lalu memelukku hangat “tidak.. ini semua adalah kenyataan.ini nyata, zi..” sahutnya pelan
Tak tau apa yang harus aku katakan saat ini, aku hanya menyembunyikan wajahku dalam pelukan fahri lalu menangis pelan. Betapa jahatnya hidup ini padaku, betapa tak beruntungnya hidupku ini, betapa kejamnya Takdir hidup ini dan aku merasa Tuhan memang tidak ada untukku.
“ayah.. aku tak percaya ayah melakukan semua ini padaku. Meninggalkan aku sendiri lalu ia pergi bersama wanita itu! Ke Amerika??? Oh..what a shit! Kenapa aku harus mempunyai ayah seperti itu, ri?? Tell me about this,please..” tiba-tiba bayangan bunda berkelebat dihadapanku “hey.. apakah aku ini memang bukan anak kandung dari seorang dr. Pramono hadi ???”
“zica.. kamu harus tenang. Jangan pernah berfikiran hal-hal yang semakin membuat kamu terpuruk..dan kamu harus ingat satu hal, aku akan selalu disini bersamamu, so..kamu jangan takut,yach?? Sshh..sshh” fahri mencoba menenangkanku
Aku tergugu dalam tangis, ada sesuatu yang gak beres dari semua ini. Aku yakin itu, dan aku janji aku akan mencari suatu hal yang gak beres itu secepatnya.
Kuhapus air mata dipipiku lalu mencoba untuk tersenyum “ri..??”
Alis fahri terangkat sedikit “iya?”
“aku.. aku mau minta bantuan kamu” tersendat-sendat aku menyelesaikan kalimatku, huh.. aku yang sekarang ini benar-benar cengeng!
“minta tolong apa? Kalau aku bisa, pasti aku bantu”
“ada yang gak beres dari semua ini dan ini menyangkut hidup aku. Aku merasa aku ini memang gak ada arti apa-apa buat ayah dan aku… aku ingin mengetahui semuanya dari awal, ri.. kamu tau?? Ini begitu menyakitkan buatku dan aku sekarang.. aku .. aku hanya tidak tau siapa aku dan siapa ayah. Aku merasa lain, dalam segala hal. Semua keindahan itu begitu cepat menghilang. Aku sendiri sekarang.. I’m alone…”
Tanpa kuduga, fahri manciumku keningku lembut. Ia.. ia menangis . aku terhenyak pada sebuah kenyataan bahwa fahripun manusia biasa.. dan jujur, aku tersentuh. Terlihat bodoh memang, tersentuh hanya dengan sebuah kecupan dan air mata. But, hey.. I never got this before!
“kamu dengerin aku.. mulai sekarang, aku yang akan bertanggung jawab untuk hidup kamu. Bullshit all about papah atau mamah, yang aku tau hanya ada aku dan kamu, just us…” fahri mengangkat wajahku dan menatapku dalam “trust me.. aku tidak akan pernah menyakitimu seperti semua orang yang telah menyakiti kamu. I promise…”
“fahri.. aku.. ” kata-kataku terhenti, haruskah kukatakan aku sangat menyayangi dirinya??
“aku gak perduli kamu setuju atau enggak terhadap pertunangan ini tapi yang pasti aku gak akan pernah melepaskan kamu dari hidupku..” kata-katanya semakin membuatku tenang
Hatiku, yang tadinya seperti batu karang yang kuat diterjang gelombang kini melemah .. aku tersentuh, dan aku mulai merasa dibutuhkan kali ini, suatu perasaan yang jarang aku rasakan “ aku… aku..” sulit sekali mengatakan ini , Tuhan..
“aku sayang kamu, ri..” hatiku begitu lega, aku bisa mengatakan ini!! suatu perasaan yang sudah aku pendam bertahun-tahun lamanya. Oh bunda.. dapatkah engkau melihat kebahagiaan ini dari surga sana??
Fahri tersenyum lembut “ aku akan terus memegang janjiku, zi..”

Tok! Tok ! tok!

Pandangan mataku dan fahri serentak kearah pintu, lagi-lagi ia tersenyum. Tuhan.. aku suka senyuman itu.
“bentar ya??”
Aku mengangguk kecil . Hmm.. aku tadinya tidak pernah berfikir tentang pertunangan ini, tapi aku rasa ini tidak ada ruginya kan?? Aku menyukai fahri dan fahri menyukaiku, bahkan aku rasa Fahri sangat mencintaiku. Ini beralasan, sobat..! kau tau sendiri apa yang telah terjadi antara aku dan fahri dan aku rasa aku memang tidak salah, fahri mencintaiku! Haha.. sebuah kenyataan yang indah. Walau.. hati ini merasa kehilangan ayah tapi I don’t care! Mengapa harus aku ambil pusing?? Ayah pun tidak memperdulikan hidupku. Hidup bersama seorang Fahri.. why not?? Aku yakin, teman-teman kampusku akan melihat iri padaku! Hei.. aku bersama seorang cowok yang kalian idolakan sekarang!
Tertawa sendiri dengan pandangan kosong menatap keluar jendela, hmm.. terserah kamu mau mengatakan aku ini seperti apa sekarang tapi yang jelas aku menyukai ini semua dan akan tetap aku pertahankan selama aku menyukainya.
“sayang.. kita breakfast dulu yuk??”
Aku menoleh kebelakang, fahri tersenyum padaku, bunda.. engkau melihat ini kan?? “iya, sebentar yah?? Aku cuci muka dulu” kubalas senyuman fahri, berusaha mengeluarkan senyuman terbaikku.
Ia mengangguk lalu mengeluarkan isyarat bahwa ia akan menungguku dibawah.
Aku tersenyum kecil ketika kutatap wajahku dicermin kamar mandi. Breakfast pertamaku dengan fahri. Hanya ada aku dan fahri. Oh.. God, aku cabut kata-kataku selama ini, Kau sangat baik padaku, Tuhan..
Setelah merapikan rambut dan memakai sedikit wewangian, aku berjalan pelan menuruni tangga namun langkahku terhenti. Fahri tidak sendiri.. ia bersama seorang lelaki dan wait.. aku .. aku sepertinya mengenali lelaki itu. Jangan-jangan..
“sayang.. ayo sini. Kita sengaja belum mulai, nungguin kamu “
Laki-laki itu menoleh dan aku terpaku ditempatku, ini.. tidak mungkin, buat apa dia disini?? Mengapa harus pagi ini?? Mendadak jantungku berdetak kencang dan tubuhku menjadi dingin, aku tak bisa mengatakan apapun .
Fahri menghampiriku, ia menciumku lembut “kamu kenapa, dear??” bisiknya pelan
Aku mengelengkan kepalaku cepat lalu kembali mengumpulkan jiwaku yang tadi melayang entah kemana lalu buru-buru membalas ciuman fahri “aku gak papa”
Fahri menatapku senang, mungkin ia tidak mengira bahwa aku akan membalas ciumannya. Aku sengaja melakukan itu..
Sekarang, matilah aku! Aku bagaikan seorang putri ditengah dua pangeran tampan. Putri yang hanya bisa menjawab tidak, iya atau hanya tersenyum kecil ketika pangeran-pangeran itu bertanya padaku
“oh ya, sayang… maaf aku gak ngasih tau kamu kalau Rian mau datang kerumah. Aku juga sengaja mau bikin surprise buat kamu dan rian..” fahri menatapku, aku tak mengerti arti tatapan itu.
Begitu aku akan tersenyum lagi,”oh.. please, dear.. kamu sudah mengeluarkan banyak senyuman pagi ini..” senyumku terhenti, buru-buru kusembunyikan
“aku.. hanya..”
“nervous” rian memotong kalimatku, dan aku benci senyumannya.
Kusibakkan rambutku kebelakang lalu menegakkan kepalaku, mengumpulkan kepercayaan diri “siapa bilang?? Aku hanya kecewa, aku fikir ini breakfast pertama antara aku dan fahri tapi ternyata ada seseorang yang telah mengacaukannya” yes! Aku suka gayaku.
Rian mengerutkan keningnya, fahri tertawa,ia menepuk pundak rian “sorry, sob.. zica hanya sedikit sensi pagi ini” pandangan fahri beralih padaku “iya kan sayang??”
Masih dengan kepala yang kuusahakan tetap tegak, angkuh ”mungkin.. tapi sayang, sensi itu datang ketika aku melihat seseorang yang tidak diundang pagi ini” dendam itu.. masih belum bisa kuhapus, kulirik rian sejenak ia menatapku kesal, aku tau itu “ oh ya sayang, kamu mau coba roti tawarku? Ini berbeda..” kupotong sedikit rotiku lalu ku tancapkan pada garpuku, bersiap-siap menyuapkannya pada fahri
“apa yang beda?? Sama-sama roti tawar dan selai kalian juga sama, selai coklat kacang” rian menimpali ucapanku, sesekali ia memotong rotinya kasar, hei.. kalian pasti tau kan apa arti dari tindakan itu??
Kucoba untuk tersenyum kearah rian “ perbedaanya dari cara pemotongan rotinya, aku memotongnya penuh rasa cinta dan aku yakin ini akan menambah suatu cita rasa bagi roti ini” kulirik sekilas wajah rian dan aku suka wajah piasnya saat ini .
Aku menyuapkan roti itu pada fahri, sedikit ada selai disudut bibirnya, aku membersihkannya lembut dan aku merasakan pandangan mata kami benar-benar menyatu. Aku terhanyut.. dalam dunia yang hanya ada aku dan fahri.
Rian terbatuk kecil “ehm.. hei .. apakah kalian tidak menyadari ada aku disini???” sahutnya cepat, aku rasa hampir tidak ada tempo di tiap pergantian katanya.
Aku terhenyak lalu buru-buru menurunkan tanganku dari sudut bibir fahri, fahri tertawa keras “ sorry, ri.. itu .. “
“reflex” potongku cepat
Rian tersenyum sinis “reflex yang indah. Good.. very very good, zica” ia berhenti memotong rotinya “sob, aku kedepan ya?? Aku tunggu kamu didepan” lalu ia pergi tanpa sepatah katapun berbicara ataupun melihat kearahku.
Fahri menatap Rian pura-pura tidak mengerti namun aku rasa semua ini memang skenario fahri. Ia hanya mengujiku dan aku gagal dalam ujian ini .
“sayang, aku kedepan dulu ya?? Mbok.. mbok saroh !” ia memanggil pembantu kami
Seorang wanita sedikit renta datang tergopoh-gopoh menghampiri kami “iyo mas??”
Aku kaget, pembantu itu memanggil fahri dengan sebutan mas???
“tolong bereskan meja makan, Tanya zica tentang masakan siang ini, ia yang menentukan menu makan siang” pandangan fahri beralih padaku ”ya ??”
Mana bisa aku menolak permintaannya atau lebih tepatnya lagi perintahnya “iya, sayang..”
“baik, mas..” jawab mbok saroh sambil menundukkan badannya
Fahri mengangguk sebagai pertanda semua akan berjalan baik, ia menepuk pipiku pelan” aku kedepan dulu”
Dan lagi-lagi aku hanya mengangguk. Aku menarik nafas dalam. Selera makanku sudah hilang semenjak aku melihat Rian pagi ini. Hmm.. aku jadi penasaran. Apa yang akan mereka bicarakan didepan ya?? Apa aku harus mendengarkan pembicaraan mereka secara diam-diam? Pandanganku lurus kearah mbok saroh yang sedang membereskan meja makan namun fikiranku entah kemana.
“ amit, mbak..”
Aku kaget “i..iya mbok??”
“apa ada yang salah tho dari wajah mbok ya??” tanyanya polos
Otomatis aku tertawa “aduh.. maaf mbok, gak kok.. gak ada yang salah. Mmh.. menu makan siang ini sebenernya sudah saya catatkan di mading dekat dapur, nanti mbok lihat saja ya??” perintahku yakin, aku tadi sempat melihatnya dan aku yakin itu tulisan fahri.
Mbok saroh mengangguk “ inggih mbak..”
Ketika mbok saroh akan meninggalkan meja makan, aku teringat sesuatu “mbok??”
Mbok saroh menghentikan langkahnya, ia membalikkan badannya “ dalem??”
Apa aku harus protes dengan panggilan masnya mbok saroh? Kayaknya gak penting, lagipula tidak mungkin ada kejadian aneh yang telah atau akan terjadi antara fahri dan mbok saroh ini “gak jadi deh, mbok..” aku tersenyum “ maaf ya??”
“oalaah.. yo wiis ora opo-opo, mbak.. saya kebelakang dulu mbak, permisi…”
Anggukan kecil saja itu cukup untuk menjawab perkataan mbok saroh. Mbok saroh pergi dan kini hanya aku dimeja makan ini, hmm.. aku fikir tidak ada salahnya jika aku mendengarkan sedikit pembicaraaan antara fahri dan rian, hanya sedikit..
Aku berjalan mengendap-endap menuju ruang tamu, ada dinding antara ruang tamu utama dan ruang tamu kedua dan dinding itu bisa menjadi tempat yang pas untukku beraksi . haha.. sedikit deg-deg_an sih..
“sob.. kita sahabatan sudah lama, loe tau gw dan gw tau loe” aku yakin ini suara rian, makin kupertajam indera pendengaranku.
“ iya gw tau .. tapi gw gak bisa ! Loe tau sekarang posisinya sudah gimana, kalaupun bisa tapi gw yakin pasti ada yang bakal dikorbanin”
Suasana hening, aku menyibakkan rambutku kebelakang telinga, penasaran.. apa sih yang mereka bicarakan ini?
“siska.. dari awal OSPEK dulu dia sudah suka kan sama loe. Gw yakin, 100% yakin sekarangpun dia masih suka sama loe dan ini makin membuat lancar misi gw, ri! Loe bisa kan membayangkannya?? Jabatan PresMa itu sudah lama gw incer, bray! Loe sih enak.. tanpa ada hambatan loe bisa meraih jabatan itu tapi loe malah ngundurin diri loe”
Terdengar desahan nafas berat dari fahri “beneran deh, sob .. I can’t help you ..”
“apa masalahnya, bray?? Zica?? Apa gara-gara dia???”
Dadaku berdesir ketika rian menyebutkan namaku, ada apa ini???
“c’mon bray.. itu hanya zica!!”
“rian.. cabut kata-kata loe barusan!” nada suara fahri terdengar meninggi
“why?? Is there any problem??”
“dia tunangan gw!! Kata-kata ‘hanya’ gak pas buat dia! Dia segalanya buat gw !”
Rian terdiam sebentar tapi kemudian ia tertawa keras “sob..sob.. 5 hari menghilang ternyata loe makin setress ya??”
Jantungku berdetak lebih kencang, tanganku kukepal kuat-kuat, mencoba menahan emosi .
“loe liat ini dan loe liat kejadian di meja makan tadi?? Apa itu bukan bukti??” aku yakin Fahri menunjukkan cincin pertunangan kami.
“hei.. dia mantan gw, bray!”
“mantan??? Loe sama dia gak sempet jadian, yan! Loe cuman ngisengin dia doank ..”
Mulutku ternganga, aku benar-benar tak sabar keluar lalu menampar Rian!
Lagi-lagi ia tertawa “haha ternyata loe masih inget kejadian itu ya..??” aku muak mendengar suara tertawa mengejek miliknya.
“all about zica, mana bisa gw lupain??”
“ckckckc.. gak nyangka gw. Sorry bro, kita kembali ke topic pembicaraan kita tadi, jadi loe mau gak bantu gw? Pura-pura suka sama siska terus ancurin dia buat gw! Gimana?? Gw mohon, sob .. loe mau kan bantu gw?? Ini cuman pura-pura kok..”
Cukup! Aku sudah tidak tahan lagi… aku memberanikan diri muncul dihadapan fahri dan Rian, mereka tampak kaget terlebih Rian, ia langsung menyibukkan dirinya dengan membaca Koran disamping tempat duduknya
PLAK !!
Tanganku.. tanganku telah mendarat mulus di pipi rian . tak cukup sekali, aku menamparnya dua kali bahkan jika tidak dicegah Fahri mungkin tamparan ketigaku sudah mampir diwajahnya.
“itu semua buat semua kebohongan yang sudah kamu kasih buat aku!!”
Masih memegang pipinya “apa?!! Lo tu ya …kalau bukan perempuan, udah gw …” ia tampak emosi, tangannya mengepal kuat.
“mau tampar?? Tampar, yan.. !! rasa sakit tamparan kamu gak ada apa-apanya dibandingin rasa sakit didalam sini..” aku memegang dadaku, mataku mulai terasa memanas..
Fahri meraih tubuhku lalu didekapnya “yan.. nanti kita obrolin lagi.. loe pulang aja dulu”
Rian mengerutkan keningnya, jelas ia tidak setuju ”tapi ri.. gw..”
“nanti gw kekampus!”
“oke.. gw tunggu!” rian membanting Koran dimeja, tatapannya tajam kearahku lalu tak lama kemudian deru motor terdengar dihalaman sampai suasana menjadi begitu hening, hanya ada aku dan fahri diruang tamu.
“kita duduk yuk..” fahri mengusap rambutku lembut, ia membimbingku duduk, aku menurut.
“seharusnya kamu gak usah ikut mendengarkan obrolan kami, sayang..” ia mulai membuka obrolan
Aku terisak pelan, sudah kucoba menahan air mata ini agar tak jatuh tapi kelopak mataku namun aku tak sanggup menahan air mata yang sudah menutup pandangan mataku . Lagi-lagi aku menangis..
“aku gak nyalahin kamu tapi aku cuman gak tega ngeliat kamu kaya gini, zi..”
“kenapa… kenapa ka..kamu hiks.. kamu gak pernah.. hiks.. cerita kalau rian..hiqs..rian..” sangat sulit menyelesaikan kalimatku saat ini.
“ssshh..sshh.. sudah.. kamu tenangin dulu diri kamu ya???” fahri masih mengelus kepalaku pelan sedangkan sebelah tangannya menggengam tanganku.
Mungkin benar kata fahri, percuma aku susah payah mengeluarkan kata-kata, fahripun tak akan mengerti apa yang aku ucapkan.. tapi bukankah dengan aku menangis seperti ini secara tidak langsung menyakiti hatinya?? Aku menunjukkan bahwa aku masih menyimpan rasa suka dengan Rian. Oh shit.. aku tak sengaja ! harus kuhentikan tangis ini, aku kuat.. aku harus kuat.
Kutarik nafas panjang, dalam hatiku terus berkata diam.. hentikan tangismu.. , kuhapus air mata dari wajahku lalu kepalaku mendongak keatas, menatap fahri “ri.. aku sayang kamu..”
Fahri terdiam, ia menatapku lama lalu ia membuang pandangannya “jangan katakan itu, zi.. jangan pernah katakan itu kalau kamu belum siap untuk mengatakannya”
“ta..tapi ri..”
Fahri menciumku, mencium bibirku.. menahan kata-kata yang sudah aku siapkan. Mataku terpejam dan sisa air mataku terjatuh, betapa jahatnya aku menyakiti fahri, Tuhan..
“zica, aku akan tetap menunggu sampai kamu benar-benar menyerahkan seluruh hati kamu buat aku..” bisik fahri lembut, sangat lembut..
Dadaku berdesir halus, aku tak mampu berkata-kata..
“nuwun sewu mas..”
Kami kaget, Aku buru-buru bangun dari pelukan fahri, lalu menghapus seluruh sisa air mata diwajahku, sialan ni mbok saroh… !
“iya mbok?? Ada apa?” aku yakin, fahri tak kalah kagetnya denganku
“ikannya digoreng atau di bakar, mas??”
Gubrak!! Ya ampuun mbookk…!! Kenapa ditanyain sama fahri “mbok.. aku sudah ngasih tau kan tadi, ikannya digoreng aja..” buru-buru aku jawab pertanyaan mbok saroh, gawat kalau fahri tau.
“tapi di catet…”
“mbok.. lupa ya?? Ya sudah, dilanjutin aja masaknya ntar ikannya diambil kucing loh??” aku memotong perkataan mbok saroh cepat, huh.. gak bisa di ajak kompromi ni pembantu..
Mbok saroh masih menatapku bingung namun pandangan mataku yang mengisyaratkannya cepat pergi membuatnya sedikit takut (mungkin..) , setelah mengucapkan kata-kata permisi, ia pergi.
Aku tersenyum maniiiis sekali lalu menggandeng tangan fahri “kita kebelakang yuk? Ikan-ikan dibelakang cantik-cantik..” alasan berkelit yang sama sekali tidak bagus.
Fahri mengerutkan keningnya “ikan???”
“iya?? Kenapa??” jawabku mantap, mataku membulat yakin.
Ia tertawa keras “ dibelakang itu bukan ikan, sayang?? Itu kan mbok saroh.. kalau ikan di taman atas ..”
Bodoh ..! aku memejamkan mataku lalu ikut tertawa kaku alias malu “maaf.. aku lupa..”
“sibuk jawab omongan mbok saroh terus sih.. menu yang dimasak mbok saroh itu kan menu yang aku tempel dimading dapur kan??”
1-0, aku kalah telak! “maaf…”
“iya sayang.. aku maklum.. kamu mau aku temenin muter-muterin rumah ini gak?”
Aku mengangguk cepat “iya.. mau! “
Fahri tersenyum, ia mengandeng tanganku “kamar dirumah ini ada 6 kamar .. dua di depan, satu ditengah, satu dibelakang dan dua diatas, kamu mau dimana??”
“mm.. tengah??”
“oke. Sudah aku siapin buat kamu. Ada satu ruangan yang special banget buat aku, ruangan itu diatas, dekat ruangan billiard …”
Sedang fahri sibuk meng-eksplain tentang rumahnya, aku sibuk memperhatikan wajah fahri, ia.. sangat tampan, sesuatu yang tak pernah lagi kuperhatikan darinya, aku merasa begitu nyaman didekatnya, sangat mustahil aku temukan dalam diri Rian. Tapi kenapa wajah dan nama rian masih terekam baik dalam ingatanku? Sadar zica .. ia telah berkali-kali menyakitimu! Pantaskah ia terus ada di atas singgasana hatimu??!! Bahkan ia terus merusak singgasana itu ketika ia ada diatasnya. Sialan!! Kenapa bukan fahri ..??! yang jelas-jelas menyayangiku?? Sampai kapan aku harus seperti ini?? Wahai Cinta.. hadirkan dirimu untukku sekarang.. buat agar aku mencintai fahri !
Gubrakk !!!
“aduuhh….” Aku mengusap lututku miris, siaalll.. aku menabrak guci didepanku, huh.. ini gara-gara rian!!
“sayang.. kamu gak apa-apa kan??”
Aku menggeleng pelan, mencoba berdiri sambil membersihkan celana tidurku “ri.. aku mau mandi dulu deh”
“loh.. kan kita belum selesai keliling rumahnya??”
“mmhh.. aku… aku…” kulirik fahri, ia masih menunggu kelanjutan kalimatku “aku takut kamu pingsan gara-gara aku bau belum mandi, ri..!” garing banget sih alasanku!
Diluar dugaan fahri malah menggendongku, aku meronta-ronta kaget dan minta diturunkan, sebenernya aku cuman takut kalau aku terlalu berat untuknya “sayang, please… turunin aku!”
Ia malah semakin kencang berlari membawaku turun kelantai bawah, aku panic.. aku takut banget kalau tubuhku meleset dari tangannya dan aku jatuh! Semakin kuperkeras pukulanku kepunggung fahri “ii… aku gak suka! Turunin aku!”
Akhirnya ia menurunkan aku di kamar tengahku, tepat di tempat tidur ber-bed cover hijau bergambar katak yang .. ya ampun ! kamar ini..
“ri.. ini???” aku menatapnya takjub
Fahri tersenyum lebar “kamu suka??”
Aku mengangguk cepat, bagaimana tidak?? Semua tentang Frog ada dikamar ini! Kamar ini dipenuhi aksesoris frog. Dimulai dari bed covernya, lalu boneka-boneka super big yang ada diatas dan dibawah tempat tidur, frame fotoku dan foto fahri, jam dinding, dinding kamar yang berwarna hijau, meja belajar berwarna hijau, lemari berwarna hijau dengan tempelan frog disetiap sudut lemari, lampu sudut kecil yang berwarna hijau, meja rias berwarna hijau plus miniature frog yang tertata rapi di atasnya, poster-poster dan frog’s pictures sampai keset kamarku pun bergambar kodok! aku mendongakkan kepalaku keatas, poster frog yang sangat besar tetempel kuat di pelapon kamarku. Oh my God.. aku sangat menyukai ini !!
Kutatap fahri senang, ia mengulurkan tangannya dan aku menyambut uluran tangannya senang, kupeluk ia sambil meloncat-loncat kegirangan. Ya Tuhan.. ini bukan mimpi kan??
“emmmh.. sayang??”
Aku melepaskan pelukanku “iya??”
“katanya kamu mau mandi??”
Upz.. gak diniatin sih.. jadi lupa! “eh, iya.. ya udah, aku mandi dulu yach??”
“sekalian aku mau pamit, tadi temenku SMS katanya ada rapat di kampus ..”
Kampus?? Suara obrolan fahri dan Rian terdengar jelas kembali dalam fikiranku, dan mendadak aku mengingat sebuah nama “siska???”
Dan benar kan?? Fahri sedikit kaget namun ia menyembunyikan baik-baik keterkejutannya itu “ sayang.. kenapa bisa kamu mikirin siska sih? Kamu inget kan kemarin itu pemilihan Pres_Ma dan ternyata itu diundur karena rusuh dan kedua calon meminta tenggang waktu seminggu lagi. Aku di SMS pak Harto disuruh datang rapat buat merundingkan permintaan kedua calon itu”
“kenapa harus kamu?? Kan masih banyak mahasiswa-mahasiswa yang lain???” aku masih belum terima alasan fahri
Fahri mengenggem tanganku “karena aku yang dipercaya beliau, apa kamu lupa siapa aku ini, zi?”
Huh.. aku bisa jawab apa kalau kalimat itu sudah dikeluarkannya? “tapi gak bohong kan?? Pokoknya aku mau kamu sebelum magrib sudah ada dirumah! Aku kasih kamu waktu 7 jam dari jam 11 sekarang.. ya??” ya ampun.. aku gak pernah se over protectif ini!
“aku usahain ya?? Mau anterin aku kedepan dulu kan??”
Aku tak menjawab, hanya berjalan mengekor dibelakang fahri, merapikan rambutnya sebentar lalu ia menyodorkan tangannya, aku mencium tangannya cepat, hmm.. aku merasa seperti sudah married saja! Haha.. fikiranku bermain liar.
Setelah banyak basa-basi ia pun pergi, aku memandang mobil Honda Jazz_nya hingga hilang dari pandanganku, kutarik nafas panjang.. baru saja aku berkhayal dapat menghabiskan seluruh hari dengannya tapi ia pergi…
But, wait.. what’s wrong with me?? Aku mengkhawatirkan Fahri?? Apa ini berarti aku telah mencintainya?? Ya .. mengapa tidak ? aku tadi sudah bersikap over protectif, lalu aku mengkhawatirkannya selingkuh dan sekarang aku terus memikirkannya . Hum.. memang sebenarnya hal itulah yang harus aku lakukan dari dulu, tetap menyimpan nama fahri dalam hatiku dan menendang jauh nama-nama lain yang mendesak masuk dalam hatiku . Haha.. aku merasa baikan sekarang.
Jadi ingat peristiwa SMA dulu, mati-matian mencuri perhatian Fahri waktu MOS. Pura-pura jatuh tepat dihadapannya, dia memang melirikku tapi hanya melirikku dan meninggalkannku , “masa bodo” mungkin pikirnya dahulu, lalu ada peristiwa penting yang semakin membuatku jatuh hati padanya, sewaktu aku yang pada saat itu masih seorang Zica yang polos, berkuncir rambut dua dan selalu memakai ikat rambut berwarna-warni di kanan dan di kiri kepalaku, dikerjain abis-abisan oleh kakak kelas yang lain sewaktu acara penutupan MOS. Huh.. agak malu sih untuk mengingatnya kembali tapi itu kenangan indah dan tak akan pernah aku lupakan sepanjang hidupku bahkan sampai aku mati sekalipun, pada saat itu aku dipaksa untuk bernyanyi, joget gak karuan didepan kakak kelas yang kebetulan ada pada saat itu beserta panitia yang lain tentunya, sampai puncaknya aku menangis tapi mereka sedikitpun tidak menaruh kasihan padaku, mereka me.. melemparkan permen karet yang sudah tidak virgin lagi kearahku. Oh Shit.. betapa menyedihkannya aku pada saat itu. Dan.. (inilah bagian yang paling aku sukai) fahri datang, memelukku dan berkata “kalian akan menyesal karena perbuatan kalian ini” lalu ia menarikku keluar dari lingkaran setan itu. Saat itu tak ada yang membantah perkataan fahri ataupun mencegah fahri membawaku pergi, mereka semua terdiam dan saling menyalahkan, dan aku bisa tertawa keras ketika mereka semua dijemur oleh KepSek dan dipaksa meminta maaf padaku. OMG.. aku benar-benar senang saat itu. Hari-hari berikutnya, aku sungguh tidak percaya bahwa aku bisa berada disisi fahri. Semenjak kejadian itu pula aku dan fahri mulai dekat, aku juga tidak mengerti mengapa seorang fahri mau mendekatkan dirinya pada gadis sepertiku tapi jelas saja aku tak mau perduli. Sampai akhirnya aku mengenal Rian, ia yang merubahku menjadi Zica seperti yang sekarang ini, aku yang pada saat itu mati-matian merubah total penampilanku atas saran fahri, mengangkat daguku kala berjalan dan selalu menyibakkan rambutku kebelakang, dan kau ingin tahu?? saran fahri berhasil.. Rian mulai mendekatiku yang tanpa aku sadari itulah awal dari penderitaan cintaku.
Aku benar-benar tersesat dalam cintanya, mengikuti apapun permintaannya dan menghancurkan reputasi baik yang aku bangun didepan para guru-guruku, bahkan akupun berani membantah semua perkataan fahri yang awalnya tidak pernah aku lakukan. Hal itu berlanjut sampai aku duduk di bangku kuliah semester III. Saat ini Rian memang sudah tidak ada, tapi aku tetap saja masih belum bisa menyebrangi lautan cintanya dan berlari pergi. Sampai saat ini.. tapi tidak, aku tadi barusan mengatakan bahwa aku mulai bisa belajar mencintai fahri dan aku yakin ini akan berlanjut sampai nanti.
Teng!teng!teng!
Aku terhenyak kaget, huh..bunyi jam dinding ruang tamu yang telah menandakan jam 12 siang dan aku belum juga mandi. No,no,no.. aku tidak boleh bermalas-malasan seperti ini. 5 jam lagi fahri datang, aku harus mandi dan mempercantik diriku. Takkan kubiarkan fahri pergi meninggalkanku.
“mbookkk!!” aku rasa mandi dengan air hangat cocok untukku saat ini, entah kenapa aku menjadi kedinginan.
Mbok saroh datang tergopoh-gopoh “inggih mbak?? Maaf Makan siang sudah siap, mbak..”
Makan siang? Hmm.. aku merengut sedih, bahkan fahri melewatkan makan siang bersamaku “tolong siapkan air hangat, mbok…”
Mbok saroh mengangguk “iya, mbak..”
Fahri sedang apa ya sekarang?? Apa dia beneran rapat dengan Rektor sialan yang telah menculik fahriku itu atau… “mbok, kenapa masih disini??”
“anu mbak.. tadi ada telfon”
Aku merubah posisi dudukku “telfon?? Kenapa gak panggil saya? “
Mbok saroh menggaruk kepalanya “nganu mbak.. mbok kira embak ora eneng, jadi mbok angkat wae,mbak..”
Huh.. ni pembantu..! “trus si penelfon bilang apa? Itu siapa? Pasti fahri kan ?”
“bukan mbak.. itu dari …” mbok saroh terdiam sebentar, ia mencoba mengingat-ingat “aduuh.. mbok lali tapi yang pasti itu perempuan, namanya mbak.. mbak si..sis..”
“siska!!” tiba-tiba saja jantungku berdetak lebih kencang, aku berharap mbok saroh bilang bukan.
“iyo..! mbak Siska.. kok mbak zica tau tho?? Temen mbak zica?” tanyanya polos.
Ada yang gak beres! Aku berlari kekamar meninggalkan mbok saroh yang masih menatapku bingung, HP.. HPku mana???!!
Kutekan nomor Hp Fahri yang kuhapal diluar kepalaku, tersambung dan terdengar bunyi menjemukan, aku bersabar menunggu namun tidak juga di angkat-angkat, berkali-kali kucoba terus memanggil Fahri namun selalu berujung pesan gak penting dari operator. Oh.. SHIT! Mana mungkin ini terjadi ?? ini baru hari pertama pertunanganku! Tidak.. fahri mungkin sedang sibuk, kucoba saja nanti setelah aku mandi atau pasti dia yang menelfonku kembali. Aku mencoba menenangkan hatiku. Aku harus tenang, lagi pula air hangat sudah mengalir dikamar mandiku, aku harus tenang..

---------------------------------------------------------------------------------------------

Aku berjalan mondar-mandir teras rumah fahri, berulang kali melihat kearah jam tanganku. Sudah lewat waktu maghrib tapi fahri belum juga datang dan tidak meninggalkan pesan atau menelfonku, telfon-telfon dan semua SMSku tak ada satupun yang menarik perhatiannya. Kemana fahriku?? Apa ia benar-benar menjalankan perintah Rian tadi pagi? Jika memang pasti sekarang ia sedang bersama-sama dengan Siska disebuah tempat, kafe atau kamar? Oh.. TIDAAKK!! Aku mulai mengacau. Tenang zi.. tenang.. semua ini pastti ada jalan keluarnya.
Sebuah motor berhenti didepan gerbang rumah fahri, aku mengerutkan keningku, itu seperti suara motor Rian. Setengah berlari aku membuka pintu gerbang lalu motornya masuk.
Sengaja aku menunggunya membuka helm dan begitu ia membuka helmnya aku menamparnya kuat.
Ia kaget sekaligus marah “heh, loe gila ya?? Asal nampar orang aja! Makin buas aja loe sekarang..”
“mana fahriku??!”
“apa?? fahriKU ??” ia tertawa keras “fahriKu..” ulangnya pelan, jelas sekali ia mengejekku
Aku menatapnya kesal, “dimana fahri, rian???!”
“c’mon zi.. kita ngobrol-ngobrol didalem ya? Kita sudah lama kan gak ngbrol-ngobrol?” ia melangkah masuk kedalam rumah dengan santainya, sesekali ia bersiul.
“berhenti, yan!! Aku gak ngizinin kamu masuk!” bentakku keras
Sialan.. ia tidak memperdulikan bentakanku, ia terus berjalan sampai hilang masuk kedalam rumah. Aku berdesis kesal lalu menghentakkan kaki kuat “apa sih maunya ni orang?!”
Baru satu langkah kakiku melangkah menyusul Rian kedalam, sisi hatiku berteriak melarang, aku menghentikan langkahku. Kukeluarkan HPku dan mencoba kembali menghubungi fahri, tetap.. tetap sama seperti tadi aku menelfonnya bahkan sekarang lebih parah, Hpnya non-aktif. Perasaanku benar-benar kacau, aku berjalan gontai kearah taman depan lalu duduk, tak perduli bajuku kotor oleh rumput taman, baju terpilih yang memakan waktu berjam-jam untuk menentukannya. Berharap fahri datang dan tersenyum manis padaku lalu aku akan pura-pura marah sehingga aku kembali mendapatkan diriku yang nyaman disisinya.
Kucoba kembali menghubungi fahri, tersambung! Dan seseorang mengangkatnya
“halo sayang?? Kamu dimana?? Kemana aja sih dari tadi aku nelfon kamu tapi gak kamu angkat-angkat! Aku kangen…”
Tak ada sahutan dari fahri
“sayang??” mendadak aku merasa cemas “kamu baik-baik aja kan??”
Hubungan telfon terputus. Aku memandang layar telfon lama lalu membantingnya keras. Kenapa ini terjadi kembali padaku ?? tak henti-hentinya orang yang kusayangi menyakiti hatiku. Apa-apaan ini?? Apa aku diciptakan Tuhan hanya untuk tersakiti??
“tissue??”
Aku menolehkan kepalaku kesamping, pandanganku sedikit mengabur oleh air mata, kukerjapkan mataku untuk memperjelas pandanganku “fahri???!”
Ia tertawa kecil “kamu nangis??”
Aku memukul dadanya kesal lalu memeluknya erat, sangat erat. Aku rindu padanya..
“maaf sayang.. aku terlambat” ia mengusap punggungku lembut.
Aku hanya menangis, tak mampu mengeluarkan kata-kata. Semua kemarahan yang sudah kupersiapkan menghilang seketika. Ini benar-benar diluar rencana.
“wooi.. bray! Dah balik loe??” rian berteriak dari depan pintu rumah fahri
Fahri sedikit terkejut, ia memandangku heran “rian??”
Aku menghapus air mataku “dia baru dateng, maksa masuk” hanya itu yang mampu kujelaskan dan memang hanya itu kan yang terjadi?
“ngapain loe disini?” fahri mengajakku untuk berdiri, ia berjalan kearah rian dengan masih merangkulku.
“nengokin tunangan loe..” jawabnya pendek lalu ia tersenyum nakal padaku “thanks minumnya zi..”
Minum?? Aku sama sekali tidak memberikannya minum, kutatap fahri mencoba memberi isyarat bahwa Rian berbohong.
Fahri balas menatapku lalu berganti menatap rian “yan.. jelasin sama gw!” ia melepaskan pelukannya padaku.
Perasaanku mendadak tidak enak “gak ada yang perlu dijelasin, ri.. rian cuman dateng trus dia masuk kedalam rumah dan aku di taman, kamu kan liat sendiri aku ada ditaman” kucoba setenang mungkin menjelaskannya pada fahri.
Tiba-tiba Rian pindah berdiri disampingku lalu menggenggam tanganku, aku kaget lalu berusaha melepaskan tangan Rian, fahri terbelalak ia menarikku lalu melepaskan tangan rian kasar.
“pulang,yan!”
Rian tertawa keras, ia berjalan sempoyongan kearahku, aku berlindung dibelakang fahri sambil terus memegang tangan fahri “ sayang .. rian mabok?” tanyaku pelan.
Fahri hanya terdiam namun ia melepaskan tanganku “masuk, zi!”
Aku masih tidak mengerti, ada apa ini??
“zica..!!”
Tidak ada pilihan lain, aku berlari masuk lalu menutup pintu rumah. Kubuka gorden jendela agar bisa melihat fahri dan apa yang akan terjadi pada Fahriku. Hatiku ketar-ketir, aku tau banget keadaan rian jika ia tengah dikendalikan minuman keras. Namun kuharap Rian masih menyisakan sedikit akal sehatnya malam ini.
“apa ri??!! Loe sudah punya siska!! Kenapa loe ambil zica juga, haaa??!” rian nampak menakutkan, ia terus-terusan menunjuk wajah fahri dengan posisinya yang jika fahri sedikit menyenggol rian maka ia akan jatuh pada saat itu juga. Ia benar-benar terlihat mabuk.
Fahri menurunkan telunjuk rian “loe mabuk, yan…!”
Aku masih menyaksikan mereka disudut jendela ruang tamu ini. Aku tak perduli apapun yang dikatakan Rian, aku hanya ingin dia pergi.
Rian menarik kerah jaket Fahri “loe denger, ri.. dari dulu loe memang selalu lebih beruntung dari gw! Everything for you, sob..! tapi loe gak pernah mau tau tentang perasaan gw!! Loe jalan sama si berna pacar gw SMA dulu, gw biarin! Loe yang ikut-ikutan daftar jadi ketua Osis, gw rela mengalah demi lo sampai akhirnya lo yang menang! Sampai saat lo maksa gw buat ngelepasin zica, gw nurut sama lo! Tapi sekarang gw gak bisa tinggal diam, sob..! gw pengen loe MATI! Lo penghalang buat hidup gw, ri!!”
Dadaku bergemuruh kencang, apa.. yang.. harus..aku..lakukan??
“loe tenang, yan.. gw tau loe lagi mabuk! Gw anter loe pulang ya?” fahri masih mencoba sabar. Ia tidak membantah perkataan rian. Ekspresinya tetap datar dan tenang. Ia maju selangkah lalu mencoba membopong tubuh Rian, meski rian terus mengamuk tapi akhirnya ia berhasil memasukkan rian kedalam mobil. Ia memberiku isyarat bahwa ia akan mengantarkan Rian kerumahnya, aku berlari keluar “aku takut, ri.. kamu yakin gak papa?”
Fahri tersenyum “tenang.. rian sudah biasa gini. Kunci pintu ya zi?”
Aku masih ingin mencegah fahri namun ia sudah masuk kedalam mobilnya dan meninggalkanku kembali ditaman ini. Aku terdiam kaku ditempatku, semua ini.. kejadian malam ini tidak bisa aku mengerti. Aku tidak mencium bau alcohol dari rian lalu mana bisa ia tiba-tiba mabuk?? Lalu fahri, yang tiba-tiba datang tanpa menjelaskan mengapa ia datang terlambat. Ah.. aku pun tidak menanyakan alasannya tadi. Tapi tunggu dul .. bukankah mereka bersahabat?? Apa Rian mencoba menyelamatkan fahri dari berondongan pertanyaan yang akan ku ajukan malam ini? Apa ini benar?? Lalu telfon dari siska tadi siang. Ya Tuhan.. apa maksud dari semua ini??
“mbak.. ?”
Aku menundukkan kepalaku lalu menarik nafas dalam “iya mbok, aku masuk ..”
Mbok saroh tersenyum lembut, ia membiarkan aku masuk lebih awal dan mengunci pintu.
Aku merasa benar-benar lelah, satu-satunya hal yang bisa menghapus semua itu hanyalah mencoba membutakan mata, menulikan telinga dan mematikan hati terhadap semua prasangka burukku pada fahri. Aku percaya dia sampai aku benar-benar menyaksikan semua dugaanku secara langsung. Ya.. memang hanya itu yang bisa aku lakukan.
“nuwun sewu mbak zica?”
“ada apa lagi mbok? Ada telfon lagi? Biarkan saja, aku gak perduli!”
Mbok saroh berdiri didepanku dan menghalangi langkahku “kita bisa bicara mbak?”
Aku sedikit terkejut, cara bicara mbok saroh berubah tidak lagi medok bernada jawa, aku merinding.. kulirik kaki mbok saroh, hufh.. syukurlah ia menapak di lantai “tentang apa mbok?” jawabku setenang mungkin.
“tentang mbak siska, mbak..” nada bicaranya masih sopan.
“sudahlah mbok.. aku gak perduli! Dia menyukai fahri dari awal OSPEK dulu dan aku sudah tau itu atau mbok mau bilang ia cantik?? Oke.. aku akui dia memang cantik! Aku lelah mbok, aku pengen istirahat!” kugeser tubuh mbok saroh agar tidak menghalangi langkahku
“gimana kalau ternyata mbak siska dan mas fahri memang sudah lama pacaran dan mbak siska mengandung anak dari mas fahri?”
Aku menghentikan langkahku. Apa-apaan pembantu satu ini? Aku sedikit terpancing emosi. kutarik nafas dalam lalu kuhembuskan perlahan. Tenang.. aku harus tenang! “yang aku tau, fahri ada untukku sekarang” ujarku tegas tanpa membalikkan badanku kearahnya. Aku mulai melangkah menuju kamarku namun kuhentikan langkahku ”o yah, 1 lagi. Mbok lebih pantas berbicara dengan nada seperti itu..” Tanpa menunggu balasan kalimatnya aku meninggalkan mbok saroh lalu mengunci pintu kamarku.
Oh God.. ada apa dengan hari ini?? Mengapa semuanya justru menghancurkan kepercayaanku pada cinta ?? lalu tadi, si siska hamil??? Aku tidak percaya! Jelas saja..! Dan haruskah kutanyakan hal ini pada fahri nanti? Ah.. entahlah...

Menunggu adalah aktifitas yang sangat membosankan untukku. Entah sudah beberapa buku yang aku habiskan, bolak-balik ruang tamu - kamarku, lalu menonton 3 kaset DVD sampai memakai masker wajah tapi itu masih belum cukup mengusir rasa penat, galau dan kesal yang semakin terasa. Ini menyebalkan, sangat menyebalkan! Berulang kali aku melirik jam dinding dengan perasaan yang tidak karuan. Sudah jam 2 malam tapi fahri belum juga pulang?? Menelfonnnyapun tidak ada jawaban, aku hanya mengkhawatirkan dirinya. Hanya itu.. apakah ia tidak merasakan bahwa aku begitu mengkhawatirkan dirinya?
Kucoba untuk memejamkan mataku, mungkin aku bisa tertidur, dari pada menunggu seseorang yang kecil harapan untuk pulang malam ini. Kurebahkan kepalaku di sofa ruang TV. Dan ketika mataku mulai terpejam …
Tok!tok!tok!
Aku menatap pintu senang lalu berlari membuka pintu. Kupasang wajah semanis mungkin dan senyum terindahku. Diluar dugaanku fahri masuk melewati diriku tanpa menoleh sedikitpun kearahku, ia sama sekali tidak memperdulikan senyumanku.
“sayang, kamu…”
“aku capek, jangan banyak Tanya” fahri memotong kalimatku ketus.
Jujur aku sangat terkejut mendengar nada bicaranya namun kucoba tidak melakukan tindakan bodoh yang justru akan memperburuk keadaan “gak papa sih.. aku kira kamu mau aku buatin teh anget atau apa.. gitu?” aku berjalan mengekor dibelakang fahri.
“boleh deh, teh anget tanpa gula” ia menjawabku tanpa menolehkan kepalanya.
Aku hanya mengangguk. Tanpa banyak tanya aku membelokkan arah kakiku kedapur. Hh.. ada apa dengan fahriku??
“oh ya zi, anter kekamarku ya?” kali ini ia berbicara benar-benar seperti bukan kepadaku, tunangannya.
“iya, ri..”
Ya Tuhan.. mengapa ia tidak bertanya mengapa aku belum tidur atau memuji penampilanku saat ini atau hanya mencium keningku sebentar? Sebegitu lelahnya kah dia sampai merubah total sosok fahri yang kukenal?? Atau aku yang terlalu mengharap lebih darinya ? tapi apa aku salah??
“shit..!” makiku pelan, aku sibuk memaki diriku sendiri. Memaki betapa bodohnya diri ini sampai aku harus rela menjadi seperti ini, seperti saat ini.
Tok!tok!
Tak ada sahutan dari dalam kamar fahri
Tok!tok!tok!
Sial, sial, sial ! kenapa gelas ini begitu panas?! Aku tidak sabar menunggu fahri menyahut dari dalam kamar, kubuka pintu kamar fahri hati-hati dan tak kutemukan sosok fahri dalam kamar. Bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi membuatku yakin ia ada didalam kamar mandi. Masih ingat mandi dia?
“ri.. tehnya aku taro’ di meja ya?!” teriakku keras.
“yo .. taro’ aja disitu!”
Aku menaruh gelas teh, sangat hati-hati.. aku takut air teh ini tumpah lalu mengotori meja fahri. Tapi, aku ingin sekali melihat wajah fahri sebelum aku tidur, kuurungkan niat meninggalkan kamar fahri. Aku duduk manis membelakangi kamar mandi. Mataku bertamasya mengitari kamar fahri, cukup rapi.. ada fotoku dan dirinya memakai baju SMA terpajang manis di dinding kamarnya. Aku tersenyum kecil, ia masih menyimpannya. Tak ada foto-foto lain selain fotoku dan fotonya, hanya saja aku menyukai parfum kamar fahri.
“kamu ngapain masih disini?” ia sudah berdiri disampingku.
“mm.. kangen” kukerjapkan mataku, sedikit manja mungkin.
Ia tersenyum manis lalu duduk disampingku “maaf sayang.. tadi aku..”
“ri.. gak papa, aku maklum” tak kusangka kalimat ini keluar dari bibirku.
Fahri mengacak rambutku lalu mencium keningku lembut “tidur gih.. sudah malem banget, besok aku mau ngajak kamu ke suatu tempat”
“tempat ?? dimana??” yes…! My fahri is back..!
“lihat aja besok, yang penting kamu sekarang kekamarmu terus tidur, oke??” ia berkata padaku begitu dekat, aku bisa merasakan hembusan nafasnya.
Aku mengangguk lalu berdiri “ nice dream, fahri..”
“nice dream too.. langsung tidur ya zi?” masih dalam nada yang begitu lembut.
Aku mengangguk lagi, bersiap menutup pintu kamar fahri.
“zi..??”
Kulongokkan kepalaku dibibir pintu “iya?”
“ makasih sudah menungguku. Love you..”
Ya Ampun.. aku serasa melayang! Hanya membalas ucapannya cepat lalu buru-buru menutup pintu kamar fahri. Aku meloncat-loncat kegirangan didepan kamar fahri. Aku benar kan?? Semua yang dikatakan mereka tidak benar! Ia mencintaiku dan he is mine, never fall in other hand .
Aku yakin, aku mimpi indah malam ini. Ditemani fahri disuatu tempat yang hanya ada aku dan dia, bernyanyi bersama dan menghabiskan waktu menikmati dunia yang diciptakan Tuhan khusus untuk kami . dan akhirnya senyum manis mengantarkanku kealam mimpi.

-----------------------------------------------------------------------------

Mengesankan, tempat ini begitu mengesankan! I never seen this before. Dan Fahri mengajakku kesini. Ini.. ini seperti mimpi.. hamparan rumput yang luas dikelilingi bunga-bunga liar. Tempat ini sepi, hanya ada aku dan Fahri. Aku merasa mimpiku menjadi kenyataan.
“kita duduk yuk??”
Aku mengikuti fahri untuk duduk, mataku tak lepas memandang hamparan rumput luas terbentang didepanku, tak ada batas. Tuhan.. how a beautiful place.
“ini masih sebagian kecil, zi..”
“sebagian kecil??” aku berbicara namun tak memandang fahri, aku tak mau melewati pemandangan indah seperti ini.
Fahri memalingkan wajahku kehadapannya” sebagian besarnya ada disini” ia menunjuk dirinya sendiri.
Semilir angin melambai-lambaikan rambutku. Aku hanya terdiam tak membalas perkataannya tadi. Tanpa pikir panjang aku kembali memalingkan wajahku kedepan.
“kalau kita berjalan menurun kebawah, ada sungai dan gubuk kecil disitu”
Mataku terbelalak lebar “sungai dan gubuk kecil?? O my God.. ajak aku kesana ri!” ku tarik-tarik tangannya, sedikit memaksa memang.
Fahri memainkan matanya “gimana ya?? Gak gampang sih menemukan tempat seperti ini..”
Aku mencubit pipinya gemas “ayolaaah… show it for me!”
Ia berteriak sok kesakitan “ oke..oke.. tapi…” fahri menunjukkan suatu isyarat.
Sebenernya aku tau apa arti dari isyarat itu, kiss me, zi…, mungkin teriakan yang ada dalam hatinya tapi kupasang wajah bego’ dan lugu “ apa?? Aku gak ngerti..??”
Kali ini ia mengetukkan jari telunjuknya dipipinya. Jelas sekali isyarat itu. Aku menciumnya singkat, amat singkat “udah kan?? Ayo bangun dan tunjukkan padaku!”
Ia tetap tak bergeming, malah merebahkan dirinya dirumput. Senyum lebarnya tercipta sempurna dibibirnya “hh.. damainyaaa...”
Sumpah.. kesel banget! Tak taukah dia betapa semangatnya aku ingin melihat tempat itu?? “fahri…!!”
“nanti, zi.. coba deh kamu lihat langit diatas sana.. bersih dan cantik, seperti kamu” dua kata terakhir diucapkannya begitu pelan.
Kalau sudah seperti ini, aku tidak akan bisa memaksa dia untuk mengikuti kemauanku. Aku kembali duduk manis disampingnya, memandang jengkel kearah fahri “tapi aku gak secantik siska..”
Fahri tersenyum “siska..? dia gak pantes dibandingkan dengan kamu, dear..”
Kurubah posisi dudukku menghadap fahri lalu memiringkan sedikit kepalaku “oh ya??”
“of course! Kamu.. wanita terindah yang pernah aku miliki..”
Bayangan rentetan kejadian tadi malam teringat kembali, aku memandang fahri tajam “I want to ask something...”
Merasa keadaan sudah lain, fahri bangun lalu melipat kakinya kedepan dan menaruh wajahnya dilutut kakinya “silahkan…”
“what the real relationship between you and siska?? Aku pengen kamu jujur, ri. Pertanyaan ini sudah aku tahan dari tadi malam, berawal dari rian yang tiba-tiba mabok lalu … seseorang yang mengatakan hubungan sebenernya antara kamu dan siska” kutatap fahri “tell me, please..”
Fahri menggelengkan kepalanya heran. Ia tidak berkata apa-apa atau menunjukkan reaksi apapun terhadap pertanyaanku. Ia hanya tersenyum dan menatapku. Sungguh.. Saat ini ia terlihat sangat menyebalkan.
“ri.. aku gak butuh senyuman kamu! Aku butuh jawaban kamu! Apa hubungan kamu dengan siska?! Kalian pacaran kan?? Dan sekarang.. dia… dia.. hamil kan??”
“hamil??!!” ia kaget dan secara spontan menegakkan kepalanya “gila…!! Dapet berita dari mana kamu??! Hebat banget orang yang ngebuat cerita itu..” ia tertawa sinis “terus kamu percaya??”
Anehnya aku justru kelabakan “mmhh.. tadinya enggak.. tapi..”
“tapi sekarang percaya?? Iya??” tatapannya fahri tajam kearahku.
Tak ada yang bisa kujawab, aku jadi menyesal mengapa pertanyaan bodoh itu terlontar dari bibirku, I’m so stupid now..!
“ok.. aku explain semua kegiatan aku kemaren. Aku pergi kekampus dan ternyata semua temen-temen dan dosen sudah nunggu aku, kami rapat sampai jam dua siang dan itu dipotong waktu istirahat setelah itu aku ketemu.. oke, aku memang ketemu sama siska tapi itu hanya.. hanya..” fahri menghentikan kalimatnya. Ia menatapku dan terlihat mencari kata-kata yang pas untuk melanjutkan kalimatnya.
Wajahku memucat, aku hanya tersenyum pahit “aku sudah menduganya..”
Fahri mencoba memelukku namun kutepis kasar. Tak bisa kubayangkan semua kepercayaanku luluh begitu saja. Kepercayaan yang mati-matian aku bangun sejak dari awal kuputuskan menyerahkan seluruh diriku pada fahri, tunanganku.
Aku mencoba melepas cincin dijari manisku, sial.. masih belum bisa dilepaskan. Aku menatapnya tajam tanpa berbicara sepatah katapun.
“zica.. kamu belum dengerin kelanjutan kalimatku kan??”
Apa gunanya?? Aku sudah tau, ri! Namun kalimat itu hanya kusimpan dalam hati, bibirku masih terkatup rapat dan mataku terus menatapnya tajam.
Tiba-tiba ia tertawa keras “aku gak nyangka.. sebegitu sayangnya kamu sama aku”
Aku tetap terdiam, kalimat dan tertawanya itu tak akan memancingku untuk berbicara.
Fahri menghentikan tawanya lalu berjalan menuju mobil. Aku menarik nafas panjang, aku gak akan nangis dihadapan fahri lagi, sudah cukup banyak air mata yang kukeluarkan kemarin. Aku siap dengan apapun yang akan dikatakannya nanti, hanya tinggal berfikir dimana aku akan tinggal setelah ini.
“zi…”
Aku menolehkan kepalaku, sebuah bunga yang sangat besar dipersembahkan untukku, aku melirik bunga itu lalu tatapanku beralih pada fahri “kamu kira aku ini apa?? Aku bisa disogok hanya dengan bunga seperti ini???!”
“c’mon zi… ambil dulu bunga ini.. ya??” wajahnya begitu memelas.
Kupalingkan wajahku darinya “gak!”
Ia berjalan kedepan wajahku, “sayang.. aku janji, kamu gak bakal kecewa menerima bunga ini”
Apa sih maunya fahri ini?? Masih begitu enjoy ketika semua kesalahannya sudah aku ketahui?? “kamu dengar ri.. aku mau menerima bunga ini asal kamu telfon siska sekarang dan let me talk with her..” sahutku tegas.
Fahri mengangkat bahunya, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan handphonenya “ ini nyonya.. silahkan cari nama siska di phone book trus di call..”
“kamu cariin terus bilang sama siska aku mau bicara!”
“hmm.. nyonya fahri marah beneran ya??” ia memiringkan kepalanya lalu mengedipkan sebelah matanya “c’mon, zi.. ini sia-sia..”
“kamu takut ri?!!” nada suaraku meninggi, emosiku tak tertahankan.
Ia tak menjawab, memainkan HPnya sebentar lalu “ halo.. siska??”
Panggilan di loadspeaker “ iya ri?? Ada apa?” suara siska begitu lembut.
Fahri melirikku sebentar “ lagi sibuk??”
“enggak, kok.. cuman lagi ngecek keuangan aja. Yah.. kamu tau sendiri biaya pencalonan PresMa kan mahal banget, gak perlu aku jelasin juga kamu ngerti kan?? Oh ya ri, tadi malem pulang kok gak pamit??”
Mataku menyipit, “pamit?? Tadi malam??”
“halo ri.. ada cewek ya disitu?? Siapa??”
Fahri berusaha menggenggam tanganku namun kutampik kasar, ku rebut handphone dari tangan fahri “halo.. siska??”
“i…iya?? Ini siapa?” nada suaranya terdengar kaget.
“zica”
Fahri menatapku cemas.
“napa zi? Ada perlu sama gw ?” siska mulai ber elo-gw.
“cuman pengen Tanya, fahri ngapain ketempat kamu? Kapan?” aku tetap menjaga nada bicaraku.
“mmhh.. sore dia sama rendy kerumah terus rendy pulang dan gw sama fahri sampe jam setengah dua, emang kenapa? Iri loe sama gw?? Haha..”
Kurasakan wajahku memanas lalu aliran darah ditubuhku terhenti, kutatap wajah fahri dengan perasaan yang gak karuan “ oouh.. jadi dia ada sama kamu semaleman??! Cuman dipotong sedikit selingan terus sekitar jam sepuluh dia kerumah kamu lagi?!” kata-kataku nyaris tanpa tempo waktu.
“that’s right! Eh, fahrinya mana? Gw mau ngomong sama dia..”
Kulempar HP fahri kearahnya lalu berlari menjauhi dirinya. Fahri mematikan telfonnya lalu berlari mengejarku “zi..tunggu zi.. aku bisa jelasin semua ini!!”
Aku tak memperdulikan teriakan fahri. Harusnya aku tak sebodoh ini, Tuhan..!!
Fahri menarik tanganku keras, aku meronta memintanya melepaskan tanganku. Ia masih berteriak memintaku untuk tenang. Keinginanku gagal, aku menangis lagi..
“aku .. berusaha mempercayai setiap ucapan kamu ri.. dari awal aku bangun tidur dan kamu bilang kita tunangan, aku sudah berjanji sama diri aku sendiri bahwa aku akan menjaga hatiku untuk kamu, menyerahkan seluruh hidupku untuk kamu karena cuman kamu yang aku punya di dunia ini, ri.. tapi.. tapi kamu…” aku tak kuat melanjutkan kalimatku, hanya isak tangis yang keluar.
“zi.. aku dijebak rian! Dia yang meminta aku melakukan semua ini demi persahabatan kami dan juga demi kamu! Aku bakal kehilangan kamu kalau aku enggak melakukan semua ini, zi…”
“kamu gak bakal kehilangan aku, ri!! Aku sudah terlanjur cinta banget sama kamu, ri..! cinta…”
Fahri meremas rambutnya kuat. Ia memaki dirinya sendiri. Langkahnya teratur mundur kebelakang. Sedangkan aku? Aku hanya berdiri menangis, menunggu akal sehatku kembali dan menuntunku apa yang harus kuperbuat sekarang. Emosi dan kesedihan ini benar-benar memenjarakan akal sehatku.
Fahri berjalan kearahku lalu memegang ke dua bahuku kuat. Aku mencoba untuk berontak tapi aku terlalu lemah untuknya “ kamu dengerin aku.. gak ada satu wanita pun yang aku cintai, aku sayangi selain kamu, zi.. cuman kamu! “ ia berusaha meyakinkanku.
Kuhapus air mata dari pipiku “Tapi kenapa kamu nyakitin aku, ri??”
“aku gak tau kalau kejadiannya sampai separah ini, zi.. sumpah, aku cuman diminta Rian nemenin siska mengatur strategi pencalonan dirinya seminggu kedepan agar dia tau apa-apa aja strategi siska tapi ternyata belum sempet aku tau tentang strategi siska, Mbok saroh nelfon aku dan bilang ada rian dirumah. Aku inget kamu, zi.. kamu belum ngelupain rian sepenuhnya dan aku tau itu! Aku buru-buru pulang dan memastikan semuanya fine tapi Rian pura-pura mabok dan ngancem aku dimobil” ia menarik nafas panjang lalu melepaskan tangannya dari pundakku “ia bisa saja merebut hatimu kapanpun ia mau..dan kalau aku berhasil ngejalanin permintaan dia maka dia akan berjanji buat ngejauhin kamu, selamanya. Ini yang ngebuat aku nekat setuju terhadap perjanjian itu, zi”
Sedikit terkejut. Aku mengangkat wajahku, kutatap matanya mencoba mencari kesungguhan kata-katanya dan aku menemukannya“ itu gak akan pernah terjadi, ri..”
“aku khawatir kamu bakal ninggalin aku, aku memang bisa over protect menjaga kamu dari rian tapi aku gak bakal tau apa yang akan dilakukan rian buat kamu kembali sama dia.. aku ngelakuin semua itu pada dasarnya untuk kamu, zi..”
Aku tidak mengerti kenapa aku begitu cepat percaya dengan semua alasan fahri yang menurutku masuk akal. Dan aku akan menunggu pembuktian ucapannya seiring dengan kembalinya kepercayaanku pada fahri.
Fahri menghapus air mata dipipiku “ sayang.. jangan nangis lagi ya?”
Kuanggukkan kepalaku lalu memegang tangan fahri yang tengah menghapus air mataku “ aku.. aku sayang kamu, ri.. aku gak pengen kamu pergi dari aku..”
Ia tersenyum haru lalu kembali memelukku “maafin aku, zi…”
Aku memejamkan mataku, butiran air mata kembali jatuh namun sengaja kubiarkan. Aku berharap semua kebahagiaan ini nyata dan memang benar-benar tercipta untukku. Tak ada yang menginginkan kepahitan hidup, termasuk aku ataupun kamu. Aku hanya berusaha menjaga sumber kebahagiaan itu, dan fahri adalah sumber kebahagiaan bagiku.
“zi, kamu mau aku tunjukin tempat sungai dan gubuk kecil itu kan?”
“ho’oh.. kita kesana ?” suaraku masih parau namun tangisku sudah kuhentikan.
Ia mengangguk lalu menggenggam tanganku erat, kami berjalan berdampingan “aku pengen ngejelasin satu hal sama kamu, zi..”
Kudongakkan kepalaku kearah fahri “ apa ?”
“siska memang suka bahkan bisa dibilang cinta mati sama aku. Kamu tau itu?”
Hmm.. tentang siska lagi “ iya, aku sangat tau itu.. bahkan sebelum kamu cerita sama aku. Rian sering cerita kalau siska sering maen kerumah kamu atau bikin surprise party khusus buat kamu.. hmm..” baru kali ini aku menyebutkan nama rian tanpa ada getaran sedikit pun.
“iya.. kamu sama rian masih jalan dulu ya? Hmm.. apa dia juga bilang kalo aku gak pernah welcome sama semua kebaikan siska?”
Aku mengangguk “dia cerita segala hal tentang kamu, ri. Walau aku harus bosen denger cerita itu dua kali, pertama dari rian lalu kamu sendiri yang cerita sama aku atau bahkan sebaliknya tapi aku senang. Dua pangeran tampan ada di genggamanku saat itu..” apa kata-kataku berlebihan?
Ia tersenyum kecil “ya..ya.. aku ingat itu. Zi.. kamu .. mm.. sudah lupa beneran kan sama rian?”
Senang rasanya fahri mengkhawatirkan perasaanku “ rian?? Siapa dia??” tanyaku sambil tertawa.
Fahri ikut tertawa, ia mengencangkan genggaman tangannya sewaktu kami menuruni bukit “hati-hati, zi…”
Aku mengangguk. Dan seketika mataku terbelalak lebar. It’s so beautiful.. sumpah, ini bagus banget! Kalian pasti pernah menonton film Barbie dimana ada sebuah taman bunga yang ada sungai kecil ditengahnya memanjang sampai keujung taman beserta jejeran gubuk-gubuk kecil dipinggirnya kan? Nah.. I’m here now! Serasa di surga ..
Aku berteriak senang lalu meloncat-loncat gak karuan sesekali bernyanyi. Tidak memperdulikan fahri menertawakan aku atau bahkan ilfeel padaku. Aku hanya ingin menikmati tempat ini sekarang, melampiaskan segala kesedihanku tadi. Ya Tuhan.. mana mungkin tempat seperti ini tak ada yang mengetahui??
“fahriiiiii…!!!!” aku berteriak keras, itu wajar karena jarak antara aku dengannya lumayan jauh.
Fahri mendongakkan kepalanya.
“siniii..!!” aku melambaikan tanganku, sekarang aku berada dipinggir sungai itu. Seandainya ada perahu kecil disini maka lengkaplah sudah surga itu bagiku.
“gimana? Bagus kan tempat ini?” fahri sudah duduk disampingku.
“bangeettt..! kamu nemu tempat ini gimana sih? Masa tempat seindah ini gak ada yang tau?”
ia mengangkat bahunya sambil melebarkan bibirnya “nemu?? Hehe.. I don’t know how..”
aku mengernyitkan dahi “ayolaaahh.. tell me..”
“panjang ceritanya..”
“aku punya banyak waktu, kok..” sambungku cepat.
Fahri menghela nafas panjang, menggulung ujung celana jeansnya lalu memasukkan kakinya di air “ tempat ini hadiah dari seseorang..”
“seseorang??”
“yahh.. seseorang yang mengubah cara hidupku..”
Semburat merah hadir dipipiku, “ aku cemburu padanya, siapapun dia..”
Fahri mengacak rambutku lembut. Ia meraih kepalaku lalu direbahkannya dibahunya “dia.. teman kecilku waktu dipanti dulu..”
Sedikit terkejut memang, aku tidak pernah tau fahri pernah hidup dipanti asuhan sebelumnya. Yang aku tau ia diadopsi oleh keluarga wanita sialan itu dan itu aku ketahui baru-baru ini .
“ aku dan dia sering ketempat ini dulu bahkan setelah ia di adopsi oleh keluarga kaya-raya di Yogya. Dia rela bolak-balik yogya – Lampung demi aku. Sampai pada sore itu, ia mengajakku kesini lalu meyerahkan amplop yang sangat besar. Aku masih sangat kecil dulu, masih kelas 1 SMP yang belum mengetahui apa itu sertifikat tanah..”
Mataku terbelalak “dia ngasih kamu sertifikat tanah??”
Ia mengangguk pelan “ apa artinya sertifikat itu kalau dia memang harus pergi dan takkan pernah kembali? Kadang aku berfikir, apakah orang tuanya tidak pernah datang dan menanyakan tentang tanah ini padaku? Tapi akhirnya aku mendapatkan jawaban atas semua pertanyaanku..” fahri menghentikan kalimatnya sejenak “ ia beserta keluarganya kecelakaan pesawat sewaktu pulang dari lampung.. hanya ada diary kecil yang dipaketkan untukku beserta selembar surat menyusul satu bulan kemudian..”
Aku mengusap punggung fahri lembut sambil menunjukkan ekspresi bahwa aku menyesali kejadian itu.
“isi surat itu sungguh mengejutkan, aku gak memaksa kamu untuk percaya tapi surat itu dari orang tuanya. Mereka memang menyerahkan tanah ini padaku beserta para pekerja yang tinggal disekitar sini..”
“ada yang tinggal disini??”
Lagi-lagi ia mengangguk “tapi kamu gak akan bisa melihatnya”
“apa??” mendadak aku merinding.
“iya karena mereka memang tidak tinggal di area taman ini. Kamu tadi lihat 1 rumah dekat taman ini dijalan tadi kan? Rumah yang dikelilingi bunga mawar? Yang kamu bilang aneh dan menyeramkan??”
Mau gak mau aku mengangguk pelan “ penunggu rumahitu yang bersih-bersihin taman ini? Siapa yang ngasih dia upah untuk semua ini? Taman ini kan luas banget, ri..”
“aku “ jawabnya dingin, nyaris tanpa ekspresi.
“kamu ?? dari mana kamu uang?” kulirik Fahri. Aku yakin ia tidak akan memberikan jawaban atas pertanyaanku tadi. Aku menarik nafas panjang “Oh ya, aku mau Tanya sesuatu boleh?” berharap Fahri mengangguk.
Ia mengangguk dan aku menyukai responnya.
“rumah yang kita tempatin itu punya siapa? Rumah ayah siapa yang nempatin? Teruus.. untuk biaya kita sehari-hari dari mana?” aku memberondongnya dengan tiga pertanyaan sekaligus.
Fahri menarik nafas panjang. Ia membersihkan sampah dibelakangnya lalu membaringkan tubuhnya “pertanyaan pertama, itu rumah aku. Sebenernya sudah lama aku beli tapi ditempatin mbok Saroh dengan cuma-cuma, mamah gak pernah tau aku beli rumah itu. Sebenernya rumah papah alias ayah kamu sudah diwariskan sama kamu tapi sebelumnya maaf zi.. aku menolak keras waktu papah sama mamah minta kita tinggal di rumah itu. Entahlah.. bukan cuman kamu yang emosi karena papah sama mamah pindah ke Amerika ninggalin kita tapi juga aku! Apalagi aku sempet denger alasan papah sama mamah yang gak masuk akal dan terkesan egois” ia menghentikan kalimatnya, memberikan kode agar aku ikut membaringkan tubuhku disebelahnya, aku menurut “dan kamu mau tau apa alesan mereka??” ia melanjutkan kalimatnya.
Aku tidak menjawab, hanya memandang wajahnya tanpa berkedip.
“mereka memperjuangkan cinta mereka”
Keningku mengerut “cinta??”
Fahri tersenyum sinis. Ia menolehkan kepalanya kearahku lalu mengelus wajahku lembut “cinta mereka telah mengorbankan kita”
Sumpah.. aku gak ngerti arti dari kata-kata fahri “ri, kamu tu neranginnya to the point aja kenapa sih??”
“huu.. Lemot!”
“bodo’…!!”
“maksud dari kata-kataku tadi adalah papah sama mamah gak pengen cinta mereka itu rusak atau pisah cuman gara-gara kamu atau aku! Apa kamu inget isi surat bunda kamu yang salah satu kalimatnya ‘seharusnya aku gak merebutnya dari kamu,dulu’ ? apa kamu bisa menghubungkan kalimat itu dengan kejadian ini, zi??”
Otakku dituntut untuk bekerja tapi untuk menganalisis kejadian ini tidaklah sulit, aku mengikuti fahri, tersenyum sinis “dasar orang-orang egois!! Jadi awalnya mereka saling cinta tapi sayangnya ayah married sama bunda jadi mereka terpisah, setelah bunda meninggal baru ayah bisa bersatu lagi dengan wanita itu. Begitu kan ri??”
“that’s right. Apa kamu memikirkan apa yang aku fikirkan, zi??”
Aku terdiam sebentar, suatu praduga negative muncul difikiranku “ini terkait dengan kematian bunda??” tanyaku hati-hati.
“kita memikirkan hal yang sama. Terkadang cinta memang bisa membuat orang buta, zi.. awalnya aku berfikir kalau kamu bukan anak kandung papah “
Reaksiku berlebih, aku melototkan mataku.
“tapi.. dulu aku melihat akte kelahiranmu di dokumen ayah dan itu berarti dugaanku salah”
“ya iyalah ri.. kemasukan setan dari mana kamu? Berani bilang aku ini anak pungut ?” upz, kalimat ini meluncur begitu saja dari bibirku.
Fahri cuek, aku kira dia bakal tersinggung “ ya..ya..ya aku memang salah pada bagian ini. Tapi reason aku adalah karena papah sama mamah nekat ninggalin kita. Tapi zi, aku janji aku bakal nyelidikin kasus ini sampai tuntas! Kamu tenang aja ya??” ia membelai rambutku.
Aku mengangguk pelan, mataku terpejam lalu bayangan bunda tergambar jelas disana. Bunda.. aku akan mengungkap kasus ini sampai tuntas! Apakah engkau dapat merasakan tekadku ini dari surga sana, bun..?
“pertanyaan kedua,”
Buru-buru kubuka mataku lalu memusatkan perhatian kembali pada fahri.
“rumah papah aku jual…”
Kali ini aku tercengang, kaget.. ”kamu??! berani-beraninya… itu kan rumah warisan aku!! Semua kenangan antara aku dan bunda ada disana, ri!!” gak habis fikir, emang dia kira, dia itu siapa???! Aku terus mengomel didalam hati.
“dengan papah..”
Omelanku terhenti “dengan papah???” kuulangi kata-kata fahri dengan nada yang berbeda.
“iya, karena aku ingin membuang semua kenangan antara kita dengan mereka. Aku minta maaf banget sama kamu karna aku gak idzin dulu sama kamu tapi aku janji aku bakal nebus rumah itu kembali setelah urusan aku selesai”
“urusan???”
Fahri menggenggam tanganku “maaf lagi deh yank.. aku belum bisa cerita sekarang masalah ini sekaligus menjawab pertanyaan ketiga kamu tapi aku berani jamin semua yang kita makan dan kita pergunakan itu 100% halal!”
“kenapa aku harus percaya sama kamu?”
“harus donk.. karna aku cinta kamu dan kamu cinta aku. Lagipula aku gak bakal tega ngasih sesuatu yang berasal dari barang haram sama kamu, zi..”
Gombalnya kumat! “oke..oke… tapi janji ntar ceritain sama aku?!”
Fahri mengangguk sambil tersenyum “I promise, sayang..”
Aku tersenyum dalam hati. Banyak hal yang tak terduga terjadi dalam hidup ini. Termasuk antara aku dan Fahri. Aku gak pernah berani bermimpi untuk bisa berpacaran apa lagi bertunangan dengan fahri karena aku tau banget fahri dulu hanya mencintai seorang wanita yang bernama Ravenska, sang blasteran belanda dan sunda. Ravenska?? tiba-tiba saja aku ingin menanyakan sesuatu “ ri, ravenska apa kabar?”
Ia menatapku heran “kamu masih inget dia?”
“iya donk.. dulu,hamper tiap hari kamu cerita tentang betapa perfect-nya venska. Gimana aku bisa lupa? Ditambah lagi status aku sebagai tunangan kamu sekarang..” kutatap ia lembut lalu tersenyum manis menunggu jawaban darinya.
“venska..” pandangan fahri lurus menatap langit lalu ia tersenyum “gadis cantik yang lucu”
Oh God.. tak sadarkah ia bahwa ada aku disebelahnya?!! Namun aku berusaha menahan senyum ini agar tak hilang dari bibirku.
“sudah lama gak ada kabar yang pasti dari dia. Terakhir waktu aku semester tiga dia ngajak ketemu dan dia bilang dia mau merried sama laki-laki yang dipilihin bokabnya” ia menolehkan pandangannya kepadaku “hanya itu..”
Tanggapan dia tidak berlebihan dan aku lumayan lega “hmm.. kamu.. kangen dia??” aku tau aku salah menanyakan ini padanya tapi aku…
Fahri mendekatkan wajahnya kearahku, ia menatapku dalam “ jangan pernah menanyakan hal itu lagi padaku. Kamu harus tau satu hal, aku cinta kamu and only you in my heart, in my mind..” suaranya lembut, sangat lembut “ya.. aku tau kamu gak cuman butuh omongan atau janji doank dari aku. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku yakin, kamu bisa membuktikan omonganku saat ini”
Aku tertunduk “maaf.. maafin aku..aku cuman pengen tau apa dia masih ada dalam hati kamu..”
Ia tidak menjawab, ia hanya makin mendekatkan bibirnya kearahku, menahan laju nafasnya dan aku… aku merasa sebagai wanita paling bahagia hari ini, Bersama fahri.

--------------------------------------------------------------

Hari-hariku berjalan sangat menyenangkan, dengan statusku sebagai tunangan fahri dan fahri yang semakin menunjukkan rasa sayangnya padaku. Ia mengenalkanku kepada seluruh teman-temannya yang sebagian besar sudah aku ketahui sebelumnya, tapi kali ini berbeda, ia mengenalkanku sebagai tunangannya. Dan kau tentu ingin tau apa respon mereka?? Diluar dugaanku, mereka tersenyum dan berkata “kami sudah menduga kalau hal ini pasti terjadi. Congratulation.. you are the match couple”.
Aku juga baru tau kalau fahri sangaaaatt… romantic. Aku bangga karena dimanapun aku dan dia berada, kami selalu menjadi pusat perhatian wanita-wanita lain, mereka menatapku iri dan aku bisa tersenyum menang saat itu. Heyy.. he is mine! Ingin sekali kuteriakkan kata-kata itu kepada mereka. Tiada lagi hari-hari menyedihkan setelah hari dimana aku dan dia seharian ditaman kemarin.
Dan nanti malam adalah pesta ulang tahun Siska, fahri mengajakku datang. Sebenernya aku males banget tapi fahri bilang ini adalah moment yang bisa kami manfaatkan untuk menunjukkan pada Siska bahwa kami BERTUNANGAN. Haha.. bukankah mengasyikkan membacanya dalam Font yang besar, kawan??
“sayang…”
Aku menoleh lalu tersenyum “gimana??” aku memutar tubuhku.
Fahri menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak kagum “aku jadi khawatir kalau kamu pakai gaun ini, aku takut posisiku terancam” ia memeluk dan mencium keningku.
“Hmm.. kamu aneh. Kamu yang beliin gaun ini??”
Ia mengangkat bahunya “oke..oke.. memang aku yang beliin tapi aku gak nyangka aja bahwa gaun ternyata benar-benar bisa merubah seseorang. Yahh.. sedrastis ini” ia mengedipkan sebelah matanya.
“yee… dasar nyebelinn!” aku pura-pura marah, membalikkan tubuhku lalu menata model rambutku untuk nanti malam.
“enggak enggak..! walaupun misalnya orang-orang bilang kamu itu jelek tapi bagiku kamu the most beautiful girl in the world..” ia membisikkan kata-kata itu ditelingaku.
Aku bergidik geli “kamu inget ya? Sekali lagi kamu bilangin aku jelekk…”
“apa??? Mau diapain??” fahri memotong kalimatku.
“aku minta cerai!” teriakku keras sambil berlari kedalam kamar.
Fahri tertawa “heyy tuan Putri… sepatumu tinggal !!” teriaknya dari luar kamarku, lalu ia kembali tertawa keras.
Aku tertawa kecil mendengar suara sok ber-bariton milik fahri. Kupandang kembali tubuhku di depan cermin, ku amati cermat. Hmm.. kurasa fahri benar, gaun ini merubahku menjadi tuan puteri yang menuntutku bersikap sok anggun dan pasti akan mengurungku dalam kepribadian wanita feminim. Hh.. apa aku bisa??
Semua harus perfect sebelum jam tujuh malam. Itu berarti aku harus bersiap-siap ke salon sekarang tapi aku rasa aku mempunyai ide untuk rambutku sendiri tanpa harus kesalon. Kulirik tas besar yang penuh dengan isi make-up ku . lalu aku tersenyum lebar, I’m a star, now!!

---------------------------------------------

Suasana pesta yang benar-benar glamour. Aku meneliti diriku dari bawah sampai atas. Hmm.. gaun hitam glamour lembutku dipadu dengan high heels pink lembut, itu karena moci-moci kecil di gaunku berwarna pink, dan rambutku? Aku mengalihkan seluruh rambutku kepundak kananku, dan tidak lupa aku menaruh aksesoris rambut berbentuk rose pink di bagian kanan rambutku, dan yang paling penting cincin pertunanganku sudah terpasang manis dijariku. And now.. aku bisa berjalan dengan percaya diri.
“hei ri…”
Aku dan fahri menoleh serempak “hei sis…” fahri tersenyum, ia mengencangkan gandengan tangannya denganku.
Siska tersenyum manis, bersalaman dengan fahri lalu mencium pipi fahri, refleks aku membuang pandanganku.
“hei.. ini zica kan??” ia menunjukku tapi pandangannya tak lepas dari fahri yang memakai setelan jas hitam bergaris-garis kecil . ia juga memakai bros rose pink mini di sisi kiri sakunya, bros itu sama dengan aksesoris di kepalaku. Ya.. ya.. ku akui fahri kelihatan berbeda malam ini. Ia memang pandai mematchingkan baju dan ketika ia bertanya tentang kostumnya tadi, aku hanya bisa berkata it is enough, I like your stlye, padahal aku ingin sekali mengatur atau memberikan pendapat untuknya.
“ya.. ini zica?? Dia cantik kan?” fahri tersenyum lalu mencium tanganku, didepannya.
Aku terkejut namun buru-buru kuatur tingkat kewibawaanku didepan siska “hei kak.. selamat ulang tahun ya??” kuulurkan tanganku padanya. Mencoba bersikap santai.
Ia menyambut uluranku dengan sangat cepat, ya.. aku tau itu hanya sebuah formalitas saja “gw hampir gak ngenalin loe.. loe emang beda banget..”
Aku menyodorkan kado kecil kepada siska “thanks kak.. kakak juga berbeda malem ini. Oh ya, ini…”
Siska mengambil kado kecil dari tanganku lalu buru-buru tersenyum pada fahri “thanks fahri.. pasti kado ini loe kan yang milihinnya buat gw??” ia bersikap seolah-olah aku tidak ada diantara mereka.
“gak.. ini zica yang milihin buat kamu.. pilihan zica ya pilihan aku..”
Senyumnya tiba-tiba hilang lalu berganti dengan cibiran sinis dari wajahnya, sangat terlihat sebagai reaksi yang berlebihan.
Fahri mengangkat tangannya, pura-pura melihat jam tangannya “sayang, ini jam berapa??” ia mengedipkan sebelah matanya padaku.
Hmmm.. aku rasa aku tau arti dari kedipan matanya. Aku mengangkat tanganku, pura-pura melirik jam tangannya lalu jam tanganku “ aduh sayang.. kamu lupa ngerubah jam ini tadi malem.. aku kan sudah bilang, jam kamu kelambatan..” suatu obrolan yang sangat tidak penting untuk dibicarakan didepan sang tuan rumah tapi ada pesan yang tersirat dalam obrolan ini. Kami sengaja memakai jam tangan dilengan yang sama dengan dimana kami memasang cincin pertunangan kami.
Aku melirik siska, ia menatapku kesal “ri.. kalian ??” tetap, ia hanya ingin bertanya dengan fahri tanpa menganggapku yang tepat didepannya.
Fahri merangkulku “iya.. kami sudah bertunangan” sahutnya santai namun lantang.
Siska tampak shock, ia sempat ternganga kaget “what??? Tunangan?? Dengan anak ingusan ini..?!?” tanyanya tak kalah lantang tanpa menyadari tamu lain disekitar kami menoleh dan memusatkan perhatiannya pada kami.
“iya kak.. kami sudah bertunangan, Sekitar seminggu yang lalu. Sayang.. apa kamu belum ngasih tau kak siska tentang ini??” kusenggol lengan fahri pelan.
“oh iya.. sorry, sis.. aku lupa ngasih tau sama kamu..” sambung fahri cepat.
Tentu saja siska marah, ia membalikkan badannya lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun pada kami. Hmm.. aku jadi gak enak,Apa sikap kami berlebihan?
“hei, bro…! waahh.. selamat ya?? Gak ngangka ternyata loe masih suka sama cewek juga ya??”
Teman-teman fahri sudah datang mengerubungi kami. Aku berusaha menjaga penampilanku. Mengesampingkan rasa kesemutan pada tumit kakiku. High heel ini, sungguh sangat menyiksa.
Fahri menepuk pundak temannya yang baru kuketahui bernama rendy “sialan loe.. ! oh ya, guys.. ini zica, tunangan gw!”
Brrrr.. tiba-tiba saja aku menggigil sangking nervousnya. Meladeni semua ucapan selamat dari mereka namun cuman satu komentar yang aku ingat dan itu terangkum dalam satu percakapan
“ kalau zica maah.. kita-kita dah kenal ri! Tapi gak nyangka aja loe bisa tunangan sama zica..” Temannya yang bernama Doni yang paling banyak berkomentar, dan ini adalah salah satu dari sekian banyak komentarnya
“kenapa gak nyangka??” fahri menjawab
“loe sama zica mempunyai sejarah cinta yang bertolakan. Dulu Loe cinta mati sama venska dan zica cinta mati sama rian. Siapa yang nyangka kalau kalian bakal bersatu??”
Aku dan fahri hanya saling melirik saat Doni blak-blakan mengatakan itu didepan kami.
“cuman satu yang lebih penting, ry..” Doni melanjutkan kalimatnya “ rian pasti nyesel ninggalin cewek secantik zica..”
Fahri tertawa keras dan aku hanya tersenyum sambil sedikit menundukkan kepalaku, sedikit tersipu malu. Seseorang menyodorkan minuman kepada kami, fahri mengambilkannya untukku lalu tersenyum manis padaku “cheers…”
“cheers..” gelas kami beradu
Aku nyaman berada disamping fahri dan ditengah-tengah komunitas Fahri sebagai tunangannya. Dulu setiap aku menemani Fahri pergi ke party-party temannya pasti berujung pada omelanku yang gak karuan. Terang aja.. aku pergi sama dia dan begitu tiba di tempat party aku pasti selalu dipaksa untuk menyerahkan posisiku disamping fahri oleh teman-teman wanitanya. Dan so pasti.. aku dicuekin diantara mereka dan akhirnya terpaksa bersedia meladeni obrolan-obrolan gak penting dari teman-teman laki-lakinya. Taapi sekarang tragedy menyedihkan itu tak akan mungkin terjadi lagi. Siapa yang berani menggeser posisiku disamping fahri sekarang??
Acara potong-potong kue sudah selesai. Kalau aku boleh jujur, aku sudah bosan selalu tersenyum sok manis dengan high heels yang membuat kakiku serasa mau patah! Belum lagi melihat tingkah laku siska yang masih saja curi perhatian pada fahri. Ia memang tidak menggeser posisiku disamping fahri seperti biasanya tapi menurutku hal ini jauh lebih menjengkelkan.
“sweety.. are you fine??” fahri menatapku khawatir, sepertinya ia mengetahui bahwa aku memang sudah tak kuat lagi untuk berdiri dengan high heels ini.
“sakit..kakiku sakit. Aku mau pulang” rengekku manja.
Ia mengusap punggungku “kita pamit dulu ya ?”
“gak usah laah.. aku benci temu siska lagi”
“sayang.. kita harus berlaku sopan walau itu sama siska” fahri menarik tanganku lembut.
Mau gak mau aku menurut. Aku berjalan sangat hati-hati, takut kalau tiba-tiba keseimbanganku goyah dan aku terjatuh. But, siiaallll….!! Siska menaruh kakinya di depanku secara tiba-tiba dan aku terjatuh. Oh no, no.. i’m not falling, seseorang menahan badanku dan aku terselamatkan dari peristiwa yang hampir membuatku malu.
Aku menyambut uluran tangan fahri yang terulur cepat padaku “sayang.. kamu gak papa??” fahri menatapku khawatir lalu memelukku.
Aku menggeleng “ I’m fine..” sial..!! siska sialan! Mana dia?? Aku tak menemukan dia disini.
“peristiwa ini gak pernah terjadi selama zica jalan sama gw”
Aku dan fahri menoleh ke sumber suara, fahri tercekat, apa lagi aku.
“rian??” fahri menyapa rian kikuk.
Rian tersenyum sinis lalu mendekat kearahku, aku mundur satu langkah “hati-hati sayang.. tempat ini gak aman buat cewek secantik kamu”
Fahri menarikku kembali dalam pelukannya “dia aman bersama gw. Loe gak usah khawatir, sob..”
Rian masih memelihara senyum brengsek itu dari bibirnya “setau gw, cowok yang deket sama zica harusnya tau kalau zica phobia dengan high heels..”
Aku gugup, aku memang phobia dengan high heels dan aku yakin fahri tau itu tapi aku gak rela rian berbicara seperti itu pada fahri.
“zica, ayo kita pulang..”
“ta..tapi.. kita belum pamit..”
Fahri menarik tanganku, pamit dengan siska sekedarnya lalu berjalan melewati rian. Semua itu dilakukannya tanpa senyum. Ekspresi wajahnya sekarang sama dengan ekspresi wajahnya ketika menyelamatkanku dari lingkaran setan waktu MOS dulu. Tiba-tiba aku merasa takut.
Kami nyaris tidak berbicara sepatah katapun di mobil. Aku ingin memulai pembicaraan itu tapi fahri yang membuatku urung membuka percakapan antara kami. Tadi ia tidak membukakan pintu mobil untukku, ia hanya menarikku dari pesta dan ketika sampai di mobilnya ia melepaskan tangannya dariku sambil memerintahkan agar aku masuk. Tolong Tuhan.. buat ia agar mau berbicara padaku.
“ sengaja pura-pura jatoh biar Rian menangkap tubuh kamu, itu kan yang kamu lakukan tadi??” akhirnya ia membuka percakapan. Walaupun dengan omelan.
Aku menyipitkan mataku “ya ampun.. bisa-bisanya kamu berfikiran kaya gitu? Aku tadi sama sekali gak tau kalau Rian ada di sana. Sumpah, ri…” kugenggam tangannya namun dikibaskannya kasar. “kamu denger ya ri.. aku paling gak suka dituduh melakukan apa yang gak aku lakukan. Apa kamu lupa dengan semua omongan aku ri? Aku sudah lupa dengan Rian semenjak kamu ada dalam hidup aku. Apa itu belum jelas? Atau kamu pengen aku melakukan apa?? Aku yang harus teriak-teriak depan rian, ngomong kalau aku sudah gak cinta sama dia disaksikan kamu agar kamu percaya? Kamu pengen aku kaya gitu??” kulihat ekspresi Fahri, tidak ada yang berubah, masih menakutkan seperti tadi “terserah kamu, ri.. aku cape’ kalau kamu marah-marah kaya gini tanpa alasan!” entah mengapa emosiku ikut terpancing setelah mengetahui alasan fahri mendiamkan aku, aku harus memberitahu fahri kalau aku memang sudah sedikit bisa melupakan Rian.
HPku berbunyi, aku melirik layar HPku, ada sms, dari nomor baru.

Kasian banget ya kamu zi?

Aku mengernyit heran, siapa sih ini??
“siapa zi??” Tanya fahri tanpa menoleh kearahku.
“gak tau, nomor baru” jawabku datar.
Fahri menyodorkan tangannya “sini HP kamu..”
“buat apa?”
“aku yang pegang”
Jelas aja aku kaget. Fahri gak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Kenapa sih dia??
Fahri meradang, ia menarik paksa HPku.
“ya ampun ri… kamu tu…”
“keterlaluan??! Aku gak perduli kamu mau ngomong apa zi..” pandangannya tetap kedepan.
Ku coba menarik paksa HP ku lagi “ ini HP ku dan aku gak suka kamu kaya gini!” aku berhasil merebut kembali HPku.
“siniin HP kamu”
HP ini akan terus ada dalam genggamanku. Aku mengunci rapat-rapat bibirku.
“ziza??!” nada suaranya mulai naik.
Aku tak perduli, ku buang pandanganku ke jendela.
Tiba-tiba fahri menepikan mobilnya “kamu masih tetep gak mau ngasih HP kamu?”
“apa kata-kataku tadi kurang jelas, ri??” kutekankan setiap kata-kata dalam nada bicaraku.
“Turun…”
Mataku membulat kaget “apa??”
Fahri menoleh padaku, matanya tajam menatapku “kamu membuat aku menjadi laki-laki bodoh,zi.. tapi aku rela. Tapi sekarang aku kecewa sama kamu, aku cuman minta kamu ngasih HP kamu sebentar sama aku tapi kamu gak mau . Apalagi itu selain karena kamu takut aku tau perselingkuhan kamu dengan rian!?”
“Astaga.. aku bukan bermaksud seperti itu..”
“lalu apa, zi???” ia berteriak kesal.
Aku memejamkan mataku, tubuhku sedikit gemetar, aku rentan terhadap bentakan “kecilkan volume suara kamu..”
“kenapa aku harus mengabulkan semua keinginan kamu??!” bicaranya mulai ngelantur.
Ada yang gak beres, aku mendekatkan diriku pada fahri,bau alcohol tercium jelas olehku “ri.. kamu mabok”
Fahri tersenyum sinis “aku gak mabok, zi.. sekarang kamu harus jelasin sama aku kenapa ada Rian di pesta tadi, kenapa dia bisa ada dibelakang kamu dan kenapa dia bisa mempermalukan aku seperti tadi??!!” ia menarik tubuhku mendekat kearahnya “jelasin sama aku!!”
Wajah fahri benar-benar mengerikan, ia melotot dan terus menggucang-guncangkan bahuku. Cukup.. aku semakin yakin dia mabok sekarang “aku yang nyetir, ri…” aku keluar dari mobil lalu membuka pintu mobil tempat fahri duduk “ pindah kesamping!”
Ia tertawa keras “kamu… kamu lagi-lagi…me.. memerintahku, zi… aaaku gak mau!!” ujarnya tak jelas.
Aku tak perduli, kudorong tubuhnya kesamping.
ia memberontak keras “a..apa-apa..an zi??!! Aku bilang a..aku..aku gak mauuu!!” kelakuannya sekarang benar-benar berbeda dari fahri yang kukenal.
Aku tak berkata sepatah katapun, kukerahkan semua tenagaku untuk mendorongnya kesamping dan ajaib.. aku bisa memaksanya untuk pindah kesamping. Kulepas high heels_ku lalu kulempar ke tempat duduk belakang, memasangkan sabuk pengaman fahri dan aku mengambil alih posisi fahri sebagi supir sekarang.
Fahri terus berbicara, ia tertawa tak karuan, sesekali menunjuk-nunjuk wajahku namun sesekali juga ia membelaiku lembut. Hatiku benar-benar miris sekarang, seorang fahri yang aku kagumi mabuk? Suatu perbuatan yang sangat kubenci. Tapi bagaimana bisa?? Ia ada bersamaku sepanjang hari dan sedikit pun ia tak menyentuh minuman keras tadi. But.. tiba-tiba bayangan wajah laki-laki yang mengantarkan minuman pada kami tergambar jelas di pelupuk mataku. Ia.. seperti rendy. Eh tidak, bukankah ia ada bersama kami saat itu?? Tidak, tidak.. aku ngelantur lagi. Tapi setelah banyak berkomentar, Rendy memang menghilang pada saat itu dan bukankah ia tidak ada disekeliing kami pada saat kami ditawari minuman tadi??
“Ya Tuhan.. buat apa dia melakukan ini??” desisku pelan
Kutolehkan kepalaku kesamping, fahri tertidur . Aku tersenyum lembut, untung tadi aku masih mengontrol emosiku. Kuacak rambutnya lembut, ia terlihat kacau sekarang tapi ia tetap terlihat tampan. Aku suka itu..
Pandanganku terpaku pada kaca spion, sepertinya mobil jeep itu terus mengikuti kami?? Aku menahan nafasku sejenak lalu kuhembuskan perlahan, aku harus tenang..
Tetap kujalankan laju mobilku dalam kecepatan sedang sambil tak lepas mataku mengamati mobil itu dari kaca spion. Perkiraanku tidak salah, mobil itu terus mengikuti kami kemanapun aku membawa mobil ini jalan. Apa yang harus aku lakukan?? Aku sendiri sekarang dan fahri tertidur. Apa aku harus menghentikan mobil ini lalu nekat mendatangi mobil itu?? Oh tidak, aku tidak perlu mendatangi mobil itu. Aku hanya perlu menepikan mobil ini sebentar dan memastikan apakah mobil itu akan terhenti juga??
Gagasan yang bagus. Aku menepikan mobilku hati-hati sambil berharap cemas. Semoga mobil itu tidak menepi juga.
Oh my God..It’s a bad time! Mobil itu menepi juga!
Aku panic. Aku harus bagaimana??
Sang pengemudi mobil itu keluar. Aku bisa melihatnya dari kaca spion. Ia memakai topi dan aku tidak bisa jelas melihat wajahnya.
Aku menepuk-nepuk pipi fahri keras, berharap ia bangun. Namun ia tetap tidak bergeming, hanya membuka matanya sekejap lalu menutup matanya kembali. Oh.. SHIT! Matilah aku..!
Tok!tok!
Laki-laki itu mengetuk jendela mobilku.
Aku gemetaran, ku pejamkan mataku sambil menggenggam tangan fahri kuat. Bibirku sibuk komat-kamit membaca ayat-ayat yang kuhapal, siapa tau ini hari terakhirku didunia ini??
“zica… buka! loe fine??”
Aku membuka mataku cepat, ia memanggil namaku??
Laki-laki itu membuka topinya, ia tersenyum “ini rendy..”
Rendy?? Terbayang kembali analisis yang kupaparkan jelas dalam fikiranku tadi. Apa rendy berniat jahat padaku? Sengaja membuat fahri mabuk lalu membiarkan aku sendiri??
Tok!tok!tok!
Rendy kembali mengetuk jendela mobilku, sekarang wajahnya terlihat jelas olehku.
Aku memberanikan membuka kaca mobilku. Dan begitu kaca terbuka Rendy menatapku khawatir “kenapa ren??” tanyaku pelan, aku tidak bisa menyembunyikan rasa takutku.
“loe fine, zi?? Fahri mana??”
Aku tak menjawab, hanya menunjuk fahri yang tertidur disebelahku. Aku tak melepaskan genggaman tanganku pada fahri.
Ekspresi wajah rendy sedikit berubah, aku tak tau ekspresi apa itu tapi yang pasti itu bukan ekspresi kelegaan seorang teman melihat temannya baik-baik saja.
“sudah?? Aku mau ngelanjutin perjalanan, sudah malem..” kutatap rendy tajam.
Rendy kembali menunjukkan senyumnya, kali ini dipaksakan “i.. iya.. tapi apa gak sebaiknya loe pindah kemobil gw?”
Dia semakin aneh “kamu gila?? Aku gak mungkin ninggalin fahri.. udah deh, aku mau jalan. Dan satu lagi, ren.. jangan kurang kerjaan pake acara ngikutin kami segala! Aku gak suka..!” aku bersiap-siap menutup jendela mobilku kembali.
“wait..wait, zi..” ia menahanku.
Aku menatapnya kesal “apa lagi sihh?!”
“aku gak berniat jahat ngikutin kamu, aku cuman pengen mastiin apa kamu nyampe rumah dengan selamat, itu aja kok..”
“o ya?? Thanks.. tapi gak perlu kok, aku udah ada fahri. Permisi..” aku menutup jendela mobilku lalu menjalankan kembali mobil fahri.
Aku sempat melihat rendy dari kaca spion. Ia terus menatap mobilku hingga tak tampak lagi olehku sosok tinggi milik rendy. Kenapa dia?? Dia benar-benar aneh.
Sepanjang perjalanan tak ada habisnya aku memikirkan apa maksud dari tindakan rendy malam ini? Apa ia mempunyai dendam tersendiri pada fahri? Atau…
Akh.. bodo’ amat! Aku bisa gila kalau terus memikirkan hal-hal yang gak penting seperti ini. Aku juga takut untuk membayangkan apa yang akan dilakukan fahri andaikan aku menceritakan hal ini padanya? Hmm.. never. Aku tidak mau menciptakan masalah baru.
Aku membelokkan mobil kearah gerbang rumah fahri lalu membunyikan klakson keras.
Mbok saroh membuka pintu lebar. Aku memasukkan mobil kedalam garasi.
Hmm.. malam ini fahri benar-benar merepotkanku. Apa dia tidak sadar kalau dia ini berat banget?!!
Kubopong tubuh fahri kekamarnya, lalu ku lepaskan tubuhnya tepat di atas spring bed coklatnya. Melepas sepatu, kaus kakinya, dasinya dan bajunya. Tanganku terhenti, apa aku harus mengganti celananya juga??
Hey.. itu pertanyaan bodoh, zi! Ujar hatiku keras
Aku tertawa kecil, aku tak ingin mengambil resiko. Kuganti bajunya, memakaikan ia selimut lalu mematikan lampu kamarnya.
Kututup pintu kamar fahri pelan, takut ia terbangun. Lalu berjalan gontai menuju kamarku.
Ya Ampun.. aku merasa hidupku sekarang sangat berwarna. Ada tikungan-tikungan kecil yang selalu menghadangku tiap saat sekarang. Dan aku bisa melaluinya. Tapi aku tetap berharap tikungan-tikungan tajam tak akan menghadang langkahku. Aku ingin segalanya berjalan baik-baik saja tanpa ada hambatan atau kecelakaan pada tikungan tersebut.
Kulirik arloji dipergelangan tanganku, hh.. jam 00.00..
Aku membersihkan sisa make up di wajahku, mengganti baju lalu loncat keatas tempat tidur. Malam ini aku akan tidur nyenyak. Mataku mulai terpejam dan aku mulai terbawa kealam mimpi. Namun kurasakan sesuatu yang bergetar di bawah bantal tidurku, aku kaget,terbangun lalu membuang bantalku.
Ya ampun.. aku lupa, aku menaruh HPku dibawah bantal sebagai alarm untuk besok pagi. Kulirik malas layar Hpku, new number calling..
hh.. siapa sih?! “iya halo?” sapaku pelan.
Tak ada sahutan dari si penelfon.
Ku angkat alis kananku heran “halo??” ulangku sedikit lebih keras.
“zica?” suara laki-laki, ku taksir usianya seusia ayahku.
“iya, siapa ya??” aku tak tau pergi kemana rasa kantukku, sepertinya aku mengenali suara ini.
Orang itu menarik nafas panjang “ini.. ayah”
Deg! Aliran darahku terasa terhenti “a….ayah??”
“iya, nak.. ini ayah..kamu apa kabar, nak?? Ayah kangen sama kamu, zi..”
Aku melengos kesal “enak yah di Amrik ?!” tanyaku kasar.
“nak.. kok kamu ngomongnya kasar? Ini ayah.. kamu gak kangen sama ayah?”
“Maaf, aku gak ada waktu buat ngobrol sama ayah. Aku ngantuk” kumatikan telfon dari ayah lalu kembali membaringkan tubuhku di spring bed. HP ku kembali bergetar, aku sengaja mematikan nada telfonku jika ingin tidur. Kuambil HP ku, mematikan telfon dari nomor yang tadi dipakai ayah untuk menelfonku lalu aku me-non aktifkan HPku. Alarm akan tetap bisa berbunyi walau Hp ku matikan.
Ku coba memejamkan kembali mataku namun sia-sia. Fikiranku tersedot kepada telfon dari ayah, aku rindu ayah tapi aku juga marah padanya. Apa yang harus ku lakukan??
Aku mengaktifkan kembali HPku, berharap ayah kembali menelfonku dan aku bisa menumpahkan kekesalanku padanya.
Hpku kembali bergetar, buru-buru kuangkat “aku benci ayah!!”
“halo? Zica?”
Aku tercekat, suaranya berbeda “halo?? Ini… siapa?”
“hmm.. ini.. saya”
Sialan! Ini bukan ayah “iya siapa?” aku mencoba menerka suara siapa ini.
“ boboca..”
Dahiku berkerut “what??” seperti tak asing dengan istilah itu.
“ kamu gak inget?” Suara diseberang sana terdengar lebih berat.
Cukup sudah.. orang ini menyedot waktu tidurku saja!” kamu mau ngomong gak siapa kamu sebenernya? Kalo gak aku patiin telfonnya!”
“boboho-nya zica…”
Aku kembali tercekat, ya Tuhan.. ini..” ra.. rama?” tanyaku hati-hati.
Laki-laki diseberang sana tertawa kecil “kamu ingat saya, zi?”
Lengkaplah sudah.. dari mana dia tau nomor HPku?? ” ini bener rama?”
“iya, saya rama, mantan pertama kamu”
Suara rama memang lembut tapi kurasakan sebagai petir kesialan bagiku “dapet nomor aku dari mana?”
“ gak susah nyari nomor cewek secantik kamu, zi..”
Aku merinding lalu buru-buru mematikan telfon dari rama. Tak puas dengan itu aku mematikan HPku lalu kubuang jauh dari tempat tidurku.
Ya Tuhan.. itu rama? Benarkah itu rama? Laki-laki pendek, gendut dan berkaca mata tebal itu?. Huh.. kenapa dia muncul kembali dalam hidupku??
Rama, dia memang sangat ‘lucu’. Maaf, ‘lucu’ dalam arti penampilannya. Dan aku yang pada saat itu bisa termasuk dalam golongan ‘lucu’ itupun jatuh hati padanya. Aku masih sangat kecil saat itu. Aku berpacaran dengannya cukup lama, 3 tahun. Dimulai kelas 1 SMP sampai kelas 3 SMP. Dia memang cowok ter-tajir di sekolahku tapi itu sama sekali tidak menguntungkan dirinya. Dia sering menjadi objek pe’rampokan’ oleh teman-temanku yang lain dan hanya aku yang selalu berusaha menghiburnya setiap dia menangis akibat ulah teman-teman kami. Hmm.. ini akan sangat memalukan jika fahri sampai tau aku pernah berpacaran dengan makhluk planet Mars seperti rama.
Tidak, tidak.. fahri tidak boleh tau! Aku harus mengganti nomor HPku atau menyerahkan telfon dari rama kepada fahri agar dia berhenti menghubungiku lagi. Ya, I must do it.
Kurasakan malam semakin larut, jam dinding dikamarku menunjukkan pukul 01.04 dini hari. Hmm.. aku harus tidur. Kata fahri, aku harus kuliah besok.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sinar matahari pagi membangunkanku. Aku menggeliat sebentar lalu melirik jam dinding, hmm.. jam 07.00 pagi. Aku masuk kuliah jam 09.00 nanti, masih ada waktu dua jam lagi. Jadi Pengen tidur lagi..
Tok!tok!tok!
Aku mendekap telingaku dengan bantal, berisik !
Seseorang membuka pintu kamarku. Aku yakin itu pasti fahri. Kupejamkan mataku pura-pura tidur.
Fahri mencium mataku lembut “bangun sayang..”
Oh My God.. it’s the first time I got this! Aku pura-pura menggeliat, memicingkan mataku “udah pagi ya??”
“jam 07.00 . Kamu mau kuliah kan?” ia sudah tampak rapi, sepertinya ia sudah mandi.
Setengah malas aku menyingkap selimutku “iya. Kita berangkat bareng kan?”
“maaf sayang.. aku harus kekampus sekarang. Jam 07.30 nanti aku ada jam”
Sedikit kecewa namun ku tekan perasaan itu dalam-dalam “mmh.. ya udah, gak papa. Kamu mau berangkat sekarang?”
Fahri mengangguk “aku udah nyiapin sarapan buat kamu di meja. Aku berangkat dulu ya?”
Ia sama sekali tidak menyinggung peristiwa tadi malam “iya, hati-hati .. aku gak bisa nganterin kamu ke depan ya?”
“ no problem.. kamu buruan mandi! Kalau udah nyampe kampus, sms aku ya?”
Aku mengangguk “jangan ngebut-ngebut ri..”
Fahri hanya melambaikan tangannya lalu berlari kecil ke motor ninjanya. Hmm.. motornya mengingatku pada Rian, mereka mempunyai motor yang nyaris sama dalam segala sisi hanya yang membedakannya hanya pemiliknya. Itu wajar karena mereka memang bersahabat, setidaknya itu dulu.
Agak malas aku bangun dari tempat tidur, membereskan tempat tidur lalu turun kebawah . Fahri bilang ia sudah menyiapkan sarapan untukku.
Aku tersenyum, ada roti tawar yang sudah diberi selai di piring lalu yang menarik adalah fahri membentuk roti itu seperti bentuk kata-kata ‘I love you’. Ckckck.. calon suamiku ini..
“mbak zica ada temen mbak zica didepan..!!” mbok saroh berteriak dari halaman
Sopan bener nie pembantu.. “iya, bentarr !!”
Sedikit bingung, temen aku? Siapa ya? “mmhh.. siapa?” aku meneliti sosok laki-laki itu dari belakang
Laki-laki itu menoleh lalu membalikkan tubuhnya sambil tersenyum “pagi zi ..”
Aku melengos kesal “rendy ?? kamu lagi ??” kenapa sih manusia satu ini? Anehh ..
Rendy membentangkan tangan kirinya “boleh gw duduk ?”
“aku gak pengen kamu lama-lama disini, sebutin keperluan kamu terus pergi !” ujarku ketus.
“wow..wow..wow.. galak aja ni cewek..” ia tertawa kecil lalu duduk tanpa ku persilahkan.
Jelas aja aku protes, kutarik tangannya dan memaksanya untuk bangun dari sofa di teras “aku gak bolehin kamu duduk !”
“oke-oke ..” rendy membetulkan posisi topinya “gw disuruh Fahri jemput loe”
“jemput aku ?” mataku menyipit, curiga.
Rendy mengayunkan kunci motor fahri didepan wajahku “ini buktinya..”
“telfon fahri, aku mau mastiin. Tadi dia gak bilang apa-apa kok..lagian cepet aja Fahri sudah nyampe kampus ”
Ia menarik nafas kesal lalu mengeluarkan Hpnya, memencet beberapa nomor lalu diberikannya padaku.
Kulirik nomor-nomor di layar HP, memastikan bahwa itu benar nomor fahri, hmm.. ini memang benar nomor fahri. Panggilan tersambung, terdengar I-ring DEWA 19 bukan cinta manusia biasa.
“halo ren ? gw lagi ada dosen, kenapa ?” fahri berbisik pelan.
Aku jadi gak enak, fahri memang sudah ada dikampus “ ri, ini zica”
“eh iya zi ? kenapa ? kok pake nomor Rendy ?”
“mmmh.. kamu nyuruh rendy jemput aku ?” kucoba untuk to the point.
“iya, dia yang menawarkan diri. Gak papa kan ?” suara fahri masih terdengar berbisik pelan.
Kulirik rendy “kenapa harus dia sih ri?”
Rendy mengerutkan keningnya, protes .
“aduh maaf sayang, giliran aku yang presentasi. Udah dulu ya? Hati-hati entar dijalan bilang sama rendy”
“eh iya deh.. maaf ganggu”
Sambungan telfon terputus.
Rendy merebut Hpnya dari tanganku “puas ??!”
“ aku mau mandi dulu, baru berangkat kuliah” sahutku kenes lalu ngeloyor masuk kedalam rumah.
Ya ampun.. kenapa juga sih fahri setuju gitu aja?? Dia belum tau sih kejadian aneh kemarin malam. Tapi apa boleh buat? Aku juga males mau naik Taksi. Entahlah.. hari ini serba malas.

Kuselesaikan aktifitas mandiku cepat, khawatir hujan karena cuaca mulai mendung. Kalau terjebak hujan di jalan dengan fahri sih gak papa tapi kalau dengan rendy? Gak deh..
Kupandangi diriku di cermin, perfect. Make up tidak berlebih, rambutku ku ikat kebelakang dan laggink putih sepertinya serasi dengan cardigan putih favoritku. Aku siap berangkat..
“ berangkat sekarang ya ren? Takut ujan dijalan..” aku berkatanya padanya tanpa melihatnya, pura-pura sibuk berkaca di jendela.
Rendy terdiam, asli.. membungkam .
“heh, kamu dengerin aku kan??” kupandangi ia dari kaca.
Pandangan kami bertemu, ia menatapku dalam. My God.. sepertinya ada yang gak beres dari tatapan itu.
“ loe budek atau tuLi ?!” ku balikkan badanku lalu bertolak pinggang.
“so..sorry zi..” rendy gelagapan “ mmh.. gw.. gw..”
Aku memiringkan sedikit kepalaku “apa?!”
“forget it..! kita berangkat sekarang?” lagi-lagi ia merubah posisi topinya, sedikit menundukkan kepalanya, memicingkan sebelah matanya dan memandangku dengan tatapan yang sama (lagi)
Aku sedikit terpesona, dia keren.. “dari tadi napa ?!” jawabku pendek lalu berjalan mendahuluinya.
Ia menyodorkan helm padaku namun ketika akan ku ambil ia menarik kebelakang helm itu dan secara tiba-tiba dipakaikan dikepalaku. Aku tertegun, aku mengenali tatapan tadi dan cara-cara ini.. aku seperti sudah biasa mendapatkannya. Ini seperti..
Sepanjang perjalanan kami terdiam. Aku berusaha bersikap sewajar mungkin walau dalam hati terus bertanya-tanya. Ada apa dengan hatiku yang tiba-tiba berubah seperti ini? God.. jangan bilang aku mulai menyukainya. Kalau saja memang ini yang terjadi, alangkah payahnya aku ini.
Kekhawatiranku terbukti, hujan mulai turun. Bahkan sangat lebat. Tanpa dikomando rendy menepikan motor ke warung dipinggir jalan. Sial.. cardigan ini terlalu tipis untuk memberikanku kenyamanan saat hujan lebat seperti ini. Kenapa tak terfikir untukku untuk memakai jaket atau sweater berlengan panjang saja tadi?! Huh.. siaL !
Kami duduk bersebelahan. Warung kecil tempat kami berteduh ternyata tutup dan ini adalah kesialan kedua bagiku. Suasana di jalan raya memang sedikit sepi, mungkin dikarenakan hujan. Fahri.. kau harus lebih kuat menjaga hatiku lain kali..
Tiba-tiba saja rendy sudah memakaikan jaketnya di punggungku. Bukan hanya itu, ia juga mengeluarkan syal dari tasnya dan dipakaikannya juga padaku.
“ gak usah segininya kali, ren..” masih berusaha menolak namun tidak melepas jaketnya dari tubuhku.
Rendy tersenyum “gw tau loe gak bisa kena dingin. Masukin aja tangan loe kedalam jaket juga, biar anget.. kayaknya hujannya bakalan lama”
Aku menurut, memakai jaket itu secara sempurna pada tubuhku. Ya ampun.. ini belum cukup untuk mengatasi dinginnya cuaca kali ini. Kulipat kakiku merapat pada perutku lalu menunduk, menyembunyikan wajahku.
“kalau gak keberatan, kamu bisa merapat kesini..”
Tidak, tidak, ini sudah berlebihan menurutku “no, thanks..” sahutku pendek tanpa mengangkat wajahku.
Sebenarnya dorongan hati untuk meneliti wajah rendy begitu kuat namun aku berusaha menahannya. Aku tau, terkadang cinta itu bisa hadir di saat-saat yang tak terduga dan aku khawatir itu bisa terjadi sekarang. Tentu saja itu tak boleh terjadi. Shit..! tak kusangka sepayah ini cintaku pada Fahri.
“zi ..?” ia memanggilku pelan.
Fahri, izinkan aku memandang wajahnya “ ia ?” aku mengangkat kepalaku.
Rendy melepas topinya lalu meng acak-acak rambutnya yang basah akibat tetesan hujan “atepnya bocor .. boleh sedikit geser ke kamu?”
Aku bisa apa kalau sudah begini?, aku hanya mengangguk lalu kembali menundukkan wajahku. Sudah cukup mencuri-curi kesempatan ini.
“thanks..” ujarnya singkat.
Dan sekarang kami persis sepasang kekasih yang sedang konflik. Kursi setengah panjang (?) ini sangat limit ukurannya untuk menampung kami berdua. Bisa kau bayangkan, kami duduk begitu rapat dan aku terus menelungkupkan kepalaku.
Rendy menarikku kedalam pelukannya. Aku kaget “ ren.. apaan sih?!” lalu menarik tubuhku kembali dari pelukannya.
Ia tampak merasa bersalah “sorry.. gw cuman pengen loe gak kedinginan, zi.. gak lebih kok”
“gak perlu !” ku kibaskan rambutku kebelakang.
Tuhan.. berhentikan hujan ini sekarang. Aku ingin cepat sampai kekampus lalu pergi jauh dari rendy. Bisa-bisa pertahanan hatiku benar-benar jebol kalau terus ada disini bersama.. bersama tatapan matanya dan sialnya aku mulai menyukai tatapan itu.
“hmm.. kita bakal telat, zi.. ini sudah jam ½ 10 dan hujan masih lebet banget”
“kita??” kupicingkan mataku.
“of course it’s about us.. kita satu kelas zi..”
Sedikit tersentak lalu kubayangkan satu-satu penghuni kelasku, dan tepat pada satu orang cowok yang sangat cool di kelasku dan aku yakin, itu rendy. God.. kok aku bisa gak tau sih? Cowok se keren dia? Ups..
“inget kan? Loe udah lama gak masuk kuliah sih..” ia menyenderkan kepalanya di senderan kursi
Sekarang aku bisa melihat jelas wajahnya “mmh.. iya.. mungkin..” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal “maaf ren..”
“ gak papa.. wajar kalo loe gak hapal cowok-cowok di kelas. Dari tiga ratus anak di kelas kita dan loe memang gak ada temen deket juga kan di kelas? loe dateng , duduk, trus keluar lalu kalo ada jam lagi loe masuk terus pulang. No time for talking with other people around you..” ia melirikku lalu tertawa kecil “aneh ya kenapa gw merhatiin and sampe tau segitunya tentang loe?”
Aku hanya terus memandangnya tanpa berkomentar sedikitpun . Terpesona ? oh tidak, kata-kata itu kurang pas. Aku hanya.. hanya mencoba untuk lebih focus, sungguh..
“itu karena loe menarik untuk gw perhatiin..” pandangan matanya menerawang keatas.
“kenapa aku?” tanyaku singkat.
“kenapa eLo??” ia mengulangi pertanyaanku dengan nada yang berbeda “ gw pengennya elo..”
Shit..! harusnya aku gak menanyakan itu tadi..”ohh..” responku tidak berlebihan dan itu akan terus kuusahakan.
“zica zulvianovic hadi..” ia menjabarkan nama lengkapku lalu menoleh padaku “gw bahkan hapal ada berapa tahi lalat di wajah, tangan dan kakimu”
Aku tersentak “ya ampun.. kamu tu kurang kerjaan! Masih banyak cewek kelas lain yang lebih pantes kamu perhatiin dari pada aku.. kenapa juga harus aku? Lama-lama kamu jadi menyeramkan”
Rendy baru ingin membuka mulutnya ketika HPnya berbunyi,”sebentar, zi..” ia mengangkat telfonnya.
Aku berusaha menulikan telingaku. “Hujan.. hujan.. hujan.. berbaik hatilah padaku saat ini saja. Ayolah.. kamu bisa datang lain kali atau kamu boleh turun ketika aku sudah sampai dikampus” secara tak sadar aku mengeluarkan kata-kata bodoh.
“ tidak hujan, kamu bisa turun sepuasnya sekarang.. bermainlah dan nikmati waktumu..”
Aku menoleh, Rendy tersenyum iseng “ match kan? Kita kan anak sastra..”
Aku melengos lalu membuang pandanganku, menarik-narik ujung lengan jaket rendy. Tak ingin ku akui tapi Aku memang grogi saat ini..
“fahri udah nanyain kita sudah nyampe kampus belum..”
Kupalihkan pandanganku padanya, mataku berbinar senang “oh ya? Terus kamu bilang apa?”
“bilang kita kejebak hujan dan gw bilang minta diizinin jamnya mr. Andi, gw yakin kita gak bisa dating jamnya mr. Andi. Dia juga titip pesen suruh minjemin jaket gw ke elo..”
Hatiku berbinar, ia menghawatirkan aku.. “oh ya? Sial .. aku jadi kangen dia!” aku tertawa kecil.
Rendy mengangkat bahunya “ atau kita lawan hujan sekarang biar kamu bisa cepet temu sama fahri?”
“ngelawan hujan?? Boleh aja.. asal kamu tega kalo entar malem aku sakit dan terkaparrr…” aku mengangkat wajahku lalu sedikit melirik rendy.
“ itu gak mungkin lah .. gw mana tega ngeliat loe sakit..”
Hatiku tersenyum menang. Apa yang tak bisa aku lakukan sekarang ?? hh.. laki-laki seperti ini memang sepertinya mesti dibasmi. Aku tak yakin ia akan berkata seperti ini ketika tau aku yang dulu.
“udah agak reda, cabut yook..?” rendy berdiri lalu menghidupkan mesin motor.
Aku tersenyum lebar, akhirnya reda juga. Inilah yang kutunggu-tunggu dari tadi. Jadi tak sabar bertemu dengan fahri. Tapi aku merasa sedikit aneh, aku mulai memasuki daerah kampusku tapi disini sangat cerah, nampaknya tadi hanya hujan lokal . Jadi khawatir.. Aku harap fahri percaya padaku. Lagipula apa alasan Fahri untuk tidak mempercayaiku?
Kami sampai di kampus. Suasana sangat ramai hari ini, apalagi di daerah lapangan basket. Ada apakah gerangan ?
“ astaga.. pertandingan basket sudah mau dimulai ya ??” Rendy memukul dahinya
Aku mengangkat bahu pertanda tidak tahu “mungkin ..”
Ia buru-buru berlari kearah parkiran mobil, membuka bagasi mobilnya lalu berlari kembali kearahku “ ikut yook?? Fahri juga maen ..”
“beneran ?? oke..oke.. aku ikut !” sahutku semangat. Tapi kenapa Fahri tidak memberitahuku tentang pertandingan ini?
Kami berjalan beriringan. Banyak mahasiswa lain memadati lapangan,sepertinya ini pertandingan antar kampus. Ups, para cheerleaders mulai bersorak dan siska tampak diantara salah satu personil cheerleaders kampus kami. Aku mencibir sinis kearahnya, mengapa harus ada makhluk seperti dia di dunia ini??
“kamu tunggu disini, gw kedalem dulu ganti baju” rendy memegang pundakku.
“iya, panggilin fahri ya?”
“itu fahri ..” rendy menunjuk ke arah para cheerleaders berkumpul.
Pandangan mataku beralih, bertamasya mencari sosok fahri. ketemu ! tepat diantara para cheerleaders, beroto-foto ria. Aku tersenyum pahit , ia tidak menyadari aku ada disni.
“cemburu ??”
Aku menoleh, sedikit terkejut namun tersenyum “itu wajar kan?”
Rian tersenyum “tumben kamu gak lari?”
“lari ??”
Ia memindahkan posisi tangannnya kebelakang “yo’a.. lari menghindari aku”
Harusnya itu yang harus kulakukan, tapi kulirik kembali fahri, sepertinya tidak perlu “sejak kapan kamu mulai ber aku-kamu ? eh, bukannya kamu juga ikut team basket ?”
“ merubah gaya bahasa itu kan hak siapa aja..” ia menoleh padaku “aku keluar, gak sanggup kerja satu team sama rival. Makin belagu aja si fahri..”
Aku tak menimpali ucapan Rian, batinku meng-iyakan tapi itu tak mungkin terlontar dari bibirku “kita duduk yuk? Di taman kampus, gimana?” astaga.. apa yang aku ucapkan???
Rian Nampak terkejut, ia mengerutkan keningnya “serius loe ??”
Apa harus kucabut kembali ucapanku? Pandanganku kembali mencari Fahri, ia sudah bersama teamnya sekarang. Haruskah kutinggalkan dia?
“ jangan bilang loe mau nyabut omongan loe, zi ..” ia menatapku tajam.
Kupejamkan mataku “oke.. kita ke taman?”
Bibir Rian terbuka, ia tertawa “oke..oke..”
Kutolehkan kembali kepalaku ke arah fahri, ia tidak mengabarkanku atau memintaku menyaksikannya bertanding jadi ini tidak akan menjadi masalah kan??

Suasana taman tetap ramai walau teriakan support para penonton terdengar dari lapangan basket namun nampaknya orang-orang ditaman ini nampak tidak tertarik pada teriakan-teriakan itu. Termasuk aku? Tidak munafik, yaah.. aku pun begitu. Kami mencari tempat favorit kami, dibawah pohon beringin dan di dekat kolam ikan kecil.
Sejenak kami terdiam, aku sibuk dengan fikiranku sendiri begitu juga Rian, mungkin. Fikiranku masih tertuju pada teriakan-teriakan histeris para wanita dari lapangan basket. Nama siapa yang mereka teriakkan? Fahri kah? Kuharap tidak..
“ gimana hari-hari loe?” ia membuka percakapan.
“ fine..” jawabku singkat.
Kami terdiam lagi. Ya tuhan.. seandainya aku tau ini yang bakal terjadi mendingan aku kelapangan, ber panas-panasan tapi tetap bisa menonton fahri.
Rian terbatuk kecil, ia melirikku sambil tersenyum “ kamu sekarang jadi lain ..”
Lain? Haha.. sialan! untuk menjadi lain ini butuh proses yang panjang, andai dia tau ..
“ zi ? kok bengong ?”
Sedikit tergagap “ o.. eh.. enggak.. gak papa”
“apanya?” ia memiringkan kepalanya.
God.. dengan posisi seperti itu aku bisa melihat kalungnya. Kalung itu … ternyata ia masih menyimpannya.
Tampaknya Rian menyadari pusat perhatianku. Ia menggenggam bandul kalung yang berbentuk kunci besar. Aku mempunyai pasangan kalung itu, sebuah bandul yang berbentuk gembok yang besar. Tentu saja.. kami membelinya bersama saat iseng ke sebuah pasar di daerah ini “ kenapa? Kaget ?” ia menatapku sambil menarik sedikit alis kanannya keatas.
“mmh.. enggak.. mm.. gak nyangka aja” agak tergagap aku menjawab, kucoba mengalihkan pandanganku kesekeliling taman kampus.
“ kamu pernah gak ngerasain harus melepas seseorang yang sudah jadi bagian hidup kamu demi seseorang??”
Aku menggeleng, meraih HPku lalu sibuk mengotak-atik HPku.
“aku sayang kamu, zi …” rian menggenggam tanganku.
Aku tercekat, menoleh padanya dalam diam. Kutampik tangannya kasar “ apaan sih..!”
Rian kembali meraih tanganku lalu digenggamnya kuat. Aku berusaha berontak namun genggamannya jauh lebih kuat.
“rian.. lepasin..!”
Ia mencium tanganku.
Aku menatap matanya meminta penjelasan. Apa-apaan lagi ini?
“kasih aku waktu buat jelasin sama kamu apa yang terjadi sebenernya..”
“gak..! kayaknya aku harus pergi sekarang” aku mencoba berdiri namun Rian berpindah jongkok didepanku. Ya Tuhan.. aku mulai takut dengan pertahanan hatiku..
“demi Tuhan, aku menyesal, zica...”
Aku tersenyum sinis “ menyesal? Buat apa? Karena kamu gak bisa nyakitin aku lebih lama lagi? Karna kamu gak bisa biarin aku hidup tersiksa lebih lama lagi?” aku kembali duduk.
“aku akan tetap disini sampai kamu mau dengerin penjelasan aku..!”
Kuangkat bahuku cuek. Terserah..!
“ aku dan fahri memang bersahabat sejak kecil, kami saling tau dalam berbagai hal. Termasuk tipe cewek masing-masing. Aku sempet heran fahri ngenalin kamu sama aku yang aku tau persis tipe cewek kaya kamu lah yang di cari-cari fahri selama ini. Aku iseng ngedeketin kamu, zi..”
“iseng..?!” nada suaraku meningkat beberapa oktaf.
“kamu sudah mau dengerin aku?”
Aku tidak menjawab. Hanya membuang pandanganku kearah lain. Ingatanku kembali dipaksa membuka memori saat-saat bersama Rian. Sial...! bukan ini maksudku mengajaknya ke taman.
Rian sudah duduk disampingku “zi..?” ia memangggilku pelan dan aku tidak menjawab. Ia menundukkan kepalanya lama lalu diangkatnya wajahnya kembali “ oke.. aku memang salah, zi. Aku salah sudah biarin kamu menunggu berbulan-bulan, menunggu kejelasan status kita yang sengaja ku biarkan mengambang. Tapi sekarang aku baru nyadar bahwa ternyata cinta aku, sayang aku nyangkut di kamu ! pantes aku cariin gak ada ..” ia tersenyum usil namun buru-buru menyembunyikan senyumnya kembali “Bodohnya aku, hal itu baru kusadari setelah kamu sudah menjadi milik orang lain dan sebenernya… aku lah yang meminta Fahri untuk terus support kamu karena aku yakin kamu pasti down banget setelah aku ninggalin kamu waktu itu..”
Bibirku terasa kelu, aku tak mampu berbicara apapun. Buat apa dia menceritakan semua ini padaku? Apa dia sengaja membuatku kembali pada rasa bodoh itu lagi? Ya Tuhan..! aku ingin dia mati sekarang juga!
“dan.. aku gak nyangka fahri jatuh cinta sama kamu dan kamu pun….”
“kamu fikir aku mudah buat cinta sama fahri gitu aja, yan??!! Kamu fikir buat menghapus semua kenangan antara aku sama kamu itu mudah ?? dan kamu fikir.. mudah buat aku nyembuhin luka ini…??!!” aku memotong kalimatnya, kutatap ia dengan sisa sisa pertahanan air mata yang mendesak untuk keluar. Aku tidak mampu menahan semua kalimat ini lebih lama. Meluapkan apa yang ingin kuluapkan sejak dulu. Aku tertunduk. Menghapus air mata sialan yang hanya membuatku bodoh dengan kehadirannya “ bahkan..” aku terdiam sesaat “aku belum bisa menetralkan perasaan aku sepenuhnya sampai sekarang..”
Rian terdiam, ia terus menunduk .
“tega banget kamu ngelakuin semua ini sama aku ? salah aku sama kamu apa sampe kamu tega ngelakuin semua ini sama aku ?? kamu pergi gitu aja dan sekarang dengan entengnya kamu ngomong kamu sayang, kamu cinta sama aku?!”
“please..please, zi.. jangan ngomong gitu..” ekspresi wajahnya begitu memelas, ia turun dari tempat duduknya lalu kembali berjongok dihadapanku, menghapus air mataku “ jangan nangis lagi ya?”
Kupejamkan mataku lalu menarik nafas panjang “ yan.. aku..” hatiku terus memberontak “ aku..” bisikan itu semakin keras mencegahku, aku terdiam .
“ kenapa ? kamu kenapa?” ia membelai pipiku lembut
Enggak..! ini gak bener ! “ aku harus pergi, yan…” aku menepis tangannya dari wajahku lalu bergegas berdiri.
“ kenapa zi ? kamu gak berani ngakuin perasaan kamu sendiri ??” ia berdiri tepat dihadapanku, sangat dekat.
Aku menunduk “ apa kamu lupa ? aku milik fahri…” bisikku kuat “kasih aku jalan..!”
“ tapi zi ..”
“ bullshit dengan semua perasaan aku. Itu udah gak penting, yan..! lupain semua.. karena kamu memang sudah gak ada di hati aku. Aku benci banget sama kamu, Rian Kusuma Dinata..!!” aku tau ini sandiwara terbodoh yang pernah aku lakukan. Perasaan ini, perasaan yang mati-matian kutekan dalam-dalam kini muncul dengan pongahnya. Tertawa senang dan membiarkanku menyiapkan separuh hati kembali untuk tersakiti.
“ kamu bohong ! “ ia menarik wajahku kehadapannya “ tatap mata aku dan ngomong sekarang kalo kamu benci sama aku ..”
Aku menatap matanya, mengumpulkan kata-kata namun kembali tertunduk, menggeleng pelan. betapa payahnya aku ini.. “ kamu tu memang brengsek !!” caciku sangat pelan, kucoba menatap wajahnya, ia tersenyum.
“ napa senyum-senyum ?? ngerasa menang ?!”
Ia tertawa kecil lalu meraihku kedalam pelukannya “ pengen kaya gini, zi.. selamanya sama kamu..”
“aku harap kamu ngerti..”
Kurasakan ia makin mengencangkan pelukannya dan aku? Aku tak mampu melepaskan diriku. Selamat datang kembali kebodohan hati..! Ya Tuhan.. sampaikan permintaan maafku pada fahri. Aku yang begitu mudahnya menggeser kembali namanya. Ya Tuhan.. Ya Tuhan..

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“ zica …!!”
Aku tersentak lalu buru-buru mengecilkan volume TV “ ya ampun Fahri .. ada apa sih ? Gak perlu teriak-teriak kaya gitu kan?”
Fahri menatapku gusar lalu duduk disampingku “ kamu pulang kampus tadi kemana ?”
Matilah aku ! aku bersama Rian di tempat neneknya Rian, kami memang sering ketempat itu berdua. Suasana pedesaan.. aku menyukai itu “ aku.. aku ke gramed nyari buku “ kebohongan pertama.
“ seharian sampe pulang jam 7 malem ?!”
“ mm.. aku.. aku juga tadi kekampus lagi buat ngadep dosen terus ketemu sama temen kuliah and karena aku sudah lama gak masuk kuliah otomatis banyak tugas yang ketinggalan jadi aku ke tempat temen kuliah aku. Itu .. ketempat si Dina” kebohongan kedua.
Fahri menyipitkan matanya “ kamu gak bohong kan ??”
Aku mengangguk “ ya Ampun, sayang.. Ngapain juga aku bohong sama kamu ?”
Fahri tersenyum sinis “ I hope so ..”
Waduh .. ini gak bisa dibiarin. Aku merapat kearahnya lalu merebahkan kepalaku di dada bidangnya “ sayang .. kok kamu jadi curigaan gitu ?”
Ia membelai rambutku “ khawatir aja, perasaan aku gak enak sepanjang hari ini..”
Kata-kata kontak batin muncul begitu saja dalam fikiranku, mungkinkah ? “ itu kan cuman perasaan kamu aja.. oh ya, gimana pertandingan basketnya tadi ? kamu jahat ii.. gak ngasih tau aku kalo kamu mau tanding terus pas aku sudah dilapangan tadi kamu bahkan gak nyadarin aku !”
Fahri terkejut “ oh ya? Kok aku gak liat kamu waktu pertandingan ?”
“mm.. kalo itu ..” cari alesan apa nih ?? “ aku.. dari jauh nontonnya” dalam beberapa menit aku sudah banyak berbohong.
“ wajar kan kalo aku gak liat kamu ? “
Banyak yang ingin kuprotes tapi aku takut terjebak pada pertanyaan-pertanyaan fahri “ iya.. maaf..” aku menggenggam tangannya lalu kucium lembut dan itulah kebodohanku.
“ zi ..?” fahri memegang tanganku “ aku kaya kenal sama cincin ini..”
Wajahku memucat, tadi sore aku merampas cincin milik rian dan God.. apa yang harus kukatakan ?
“ ini cincin rian ?” Ia menatapku tajam “ iya kan ?? kamu tadi ketemu sama dia terus kalian jalan seharian..??”
“kamu ngaco ! iya enggak lah..” kupalingkan wajahku “ aku beli cincin ini sudah lama dan aku gak tau kalo cincin ini mirip sama punya rian”
Fahri melepaskan tanganku “ bagaimana mungkin ?! aku gak pernah ngeliat cincin ini kamu pakai sebelumnya dan aku tau banget Rian itu gak hobi memakai barang yang orang lain juga memakainya..! “
“sayang… kamu itu kenapa sih ? phobia banget sama Rian..?” aku mendapatkan jurus jitu, mengalihkan topic pembicaraan.
“jawab, zica..!”
“apa yang harus kujawab..? aku sudah menjawab pertanyaan kamu tadi. Trust me, sayang. Aku gak tau bakal berjalan apa enggak hubungan kita ini kalau kamu sendiri meragukan aku. Ya sudahlah.. aku ini memang payah dan gak pantes buat kamu..”
“kenapa kamu jadi ngomong gitu?”
“abisnya.. kamu disuruh percaya aja sama aku, susah banget!”
Ia menarik nafas panjang lalu menoleh ke arahku “ maaf, zica. Bukan maksud aku seperti itu. Menurutku respon seperti itu wajar, zi. Aku takut kehilangan kamu”
Aku mulai merasa menjadi wanita paling jahat saat ini. Andai aku bisa memilih salah satu dari mereka “ kamu gak akan kehilangan aku, ri ..” shit! Aku menjadi wanita paling munafik saat ini.
Fahri tersenyum lembut. Meraihku kedalam pelukannya lalu membelai kepalaku lembut “aku sayang sama kamu..”
Dan aku hanya menatap matanya lalu tersenyum. Hanya itu.

Malam memang semakin larut tapi itu tak membuatku memejamkan mataku. Aku bingung betapa munafiknya diriku saat ini. Kecenderungan cinta yang berubah-ubah membuatku ada pada posisi seperti ini. Aku tau, aku bersalah membiarkan diriku dan hatiku ada pada situasi seperti ini. Tapi apa yang harus aku lakukan untuk membereskan hati ini kembali? Aku sudah berusaha membuang Rian dari hatiku tapi aku tak bisa melawan hatiku yang selalu memberontak setiap kali akan kudelete nama Rian dari hatiku. Andaikan fahri tau ini, aku tak tau apa yang akan terjadi. Mungkin aku lebih baik mati daripada membiarkannya tau tentang ini semua.
Handphoneku bergetar, aku melirik nama si penelfon, hatiku bersorak riang “ ia yan? Kebetulan kamu nelfon”
“ hmm.. aku gak bisa tidur. Sial..! seharian sama kamu malah ngebuat aku gila”
Aku tersenyum, melepas selimut lalu berjalan kearah jendela “ oh ya?”
“ iya lah.. kamu gak dibantai fahri kan gara-gara pulang telat? Sorry zi.. gara-gara aku..”
“ ii.. kamu apaan sih pake minta maaf segala?! Gak papa kok, masalah fahri.. mm.. fahri bisa ngerti kok” sahutku pelan, sejujurnya aku sendiri tidak mengerti mengapa aku mengatakan ini.
Terdengar suara tawa “ kamu ini aneh,aku ini bukan anak kecil! Kamu bilang Fahri bisa ngerti?? Buat hubungan kita??! Hahaha.. ”
Aku terdiam lalu menarik nafas dalam “ kayaknya kamu gak usah ngehubungin aku lagi deh, yan..”
“ loh, kenapa ? ”
Lagi-lagi aku terdiam, mencari kata-kata yang tepat.
“ aku ngerti posisi kamu saat ini, zi.. maaf kalo kehadiran aku dalam hidup kamu malah nambah-nambah masalah kamu aja tapi jujur.. aku cuman pengen nikmati saat-saat bareng kamu sebelum kamu bener-bener jadi milik fahri..”
“ rian, aku…”
“ kamu dengerin aku,” ia memotong kalimatku “ aku janji bakal jauhin kamu. Tapi ada syaratnya, besok kamu bisa kan ikut aku ke suatu tempat? Setelah itu kamu bakal tenang dengan kepergian aku dari hidup kamu..”
Kupejamkan mataku, sejujurnya aku tidak ingin dia pergi..
“ zica ?? are you still there ?”
“mmh.. ii.. ia.. kapan? Jam berapa?” aku agak gelagapan.
“ jam 8 pagi aku jemput kamu”
Mataku membulat, kaget “ apa?? Jemput? Kamu gila ?!”
Ia tertawa “ tenang zica sayang.. akan kupastikan fahri pergi sebelum jam 8 pagi”
“ kamu yakin ?”
“ bisa diliat besok.. gimana ?”
Mataku berputar, jariku mengetuk-ngetuk kaca jendela “ liat besok, ntar aku sms kamu”
“ oke, siip kalo gitu..”
Ku harap kali ini aku benar, ini demi aku dan fahri..
“ ya udah, kamu tidur gih.. sudah mau jam 12 malem ni.. tapi telfonnya jangan dipatiin, aku nyanyiin lagu pengantar tidur buat kamu. Mmh.. Kamu mau lagu apa?”
Aku tersenyum “ lagu kita..”
“ itu siapa yang nyiptain, zi? Kok aku baru denger..?”
“ aduh rian dodol.. ! Maksud aku lagu kita itu lagu kebangsaan kita berdua, inget??”
Ia tertawa keras “ kidding, sweety.. oke, aku mulai nyanyi kalo kamu sudah di atas tempat tidur dan selimut sudah kamu pake..”
Dari mana dia tau aku bangun dari tempat tidur? “ iia.. bentar..” aku loncat keatas spring bed lalu menarik selimut menutupi tubuhku “ cepetan nyanyi…”
Hening sejenak, terdengar petikan gitar, ia mulai bernyanyi “ kucobaaa.. untuk melaawan haati.. tapi hampa terasa disini tanpamu… bagikuu semua sangaaat beraaarti lagiii.. kuingin kau disinii tepiskan sepiku bersamamuu… ”
Lagu nine ball dilantunkan indah olehnya. Aku menarik nafas panjang, Tuhan.. fahri tak bisa memberikanku perhatian berbeda seperti ini jadi izinkanlah aku memainkan dua cinta dalam hidupku. Walau aku tau, aku lah yang akan tersakiti.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Pagi ini ada yang berbeda dariku. Aku sudah bangun sejak jam 05.00 pagi! Haha.. ini sangat langka bagi seorang Zica zulvianovic hadi yang tidak pernah bangun pagi kurang dari jam 07.00. Ada apakah gerangan?? Hey.. aku akan seharian bersama Rian dan ini mebuatku bersamangat. Rasa semangat ini seperti menciptakan rasa soda yang aneh di otakku. Membuatku terkadang meletup-letup gembira.
“ sayang? Tumben kamu sudah siap? Tadinya aku mau bangunin kamu tapi kamu sudah bangun..” fahri nyelonong masuk kekamarku.
Aku tersenyum samar “ hanya mencoba lebih baik lagi..”
Ia mengangkat alis kanannya “ hmm.. sejak kapan? ”
“ sejak.. aku pastiin kamu nyimpen nama aku disini..” aku memegang dadanya “ dihati kamu..”
Nampaknya ia senang, ia menatapku lembut “ thank’s dear..”
Ku anggukkan kepalaku “ jadi jangan pernah berfikiran macem-macem lagi sama aku. Aku gak suka..”
Ia mengelus pipiku lembut “ iya iya, maaf.. wajar kan kalo aku cemburu? Apalagi yang menjadi objek kecemburuanku itu Rian. Gila aja kalo aku ngebiarin kamu sama dia trus aku gak cem…”
Kutahan laju kalimatnya dengan menempelkan jari telunjukku tepat di bibirnya “ don’t talking about rian anymore. Cuman kamu dalam hati aku..” kutekankan kata-kata ‘cuman kamu’ agar memberikan kesan berbeda pada kalimatku.
Ia menggenggam kedua tanganku “ aku janji gak akan nyebutin nama Rian lagi kalo itu bisa bikin hati kamu bahagia..” dikecupnya tanganku “ aku sayang kamu..”
Aku tergugu lalu membuang pandanganku. Ku rasa pandangan mataku mulai mengabur tertutup oleh air mata. Ya ampun.. aku ini jahat banget sih !
“ sayang.. kamu kenapa? Kok Kamu nangis?” ia menarik wajahku tepat kehadapan wajahnya “ aku nyakitin kamu? Aku.. aku minta maaf..”
Kukerjapkan mataku “ enggak.. aku.. aku hanya terharu..” lalu kucoba untuk tersenyum.
Fahri tersenyum lega, ia menarikku dalam pelukannya “ aku ngucapin kata sayang bukan buat jadi alesan kamu untuk nangis, aku gak akan bisa maafin diri aku kalo ngeliat kamu nangis gara-gara aku..” ia melepaskan pelukannya lalu menghapus air mataku “ jangan nangis lagi ya?”
Aku mengangguk pelan. Haruskah akan tetap kulanjutkan memainkan dua cinta setelah ini?? Setelah aku melihat ketulusan cinta fahri..??
“ maaf sayang, tadi aku ditelfon rendy.. aku disuruh kekampus pagi ini. Kamu gak papa kan berangkat kuliah sendiri?”
Ingatanku mendadak tertuju pada kata-kata rian tadi malam “ mmh.. sayang.. aku rasa rendy.. rendy gak serius nyuruh kamu kekampus.. mm.. aku..” sial! Kenapa aku jadi belepotan gini ngomongnya?!
Ia mengacak-acak rambutku “ bilang aja kamu pengen aku nganterin kamu kaan?”
“ mmh.. maksud aku…”
Fahri melirik jam tangannya “ aku sudah telat, zi.. gimana kalo kamu berangkat sekarang aja kekampusnya? Bareng aku..?”
Aduh.. gimana ini? “ pengen… tapi…”
Fahri mengecup pipiku “ kelamaan ! aku berangkat ya? Aku buru-buru, sayang…”
Apa boleh buat? Aku telah membuat keputusan secara tidak langsung “ iya, hati-hati..”
“ yo’a..! da sayang??”
Kulambaikan tanganku. Berlari kedepan lalu tersenyum manis ketika mobilnya pergi meninggalkan gerbang. Kupandangi mobil fahri hingga hilang dari pandangan mataku. Entah mengapa aku ingin terus memandanginya pagi ini.
Tin!tin!
Aku tersentak. Kutolehkan kepalaku kebelakang, mobil Jaguar hitam terparkir manis didepan gerbang. Aku mengernyit heran lalu berjalan kearah mobil itu.
Kaca jendela mobil terbuka, wajah Rian terpampang manis didepanku “ udah siap?”
Hmm.. rian.. “ iya. Aku ambil tas dulu..”
Ia mengangguk “ jangan lama-lama”
Kutekadkan dalam hati, aku harus mengakhiri ini semua. Tak akan ada lagi permainan dua cinta dalam hidupku dan tak kan ada lagi dua sisi yang berbeda pada diriku. I just fahri’s mine..

Suara merdu Unfaithfulnya Rihanna menemani kami sepanjang perjalanan. Lagu ini seperti menyindirku. Aku lebih banyak diam ketika Rian nyerocos gak karuan. Seharusnya aku bisa terhibur dengannya tapi entah mengapa bayangan fahri terus berkelebat di pandangan mataku. Aku merasa berdosa, sangat..
“ kita sampai ! “
Aku terbangun dari lamunanku. Ku edarkan pandanganku kesekeliling. Pantai Sentosa.. lebih tepatnya tempat dimana ada villa rian yang terletak tak jauh dari pantai ini “ kamu sudah pernah ngajak aku kesini”
Ia mengangguk cepat “ benar sekali tuan puteri.. tapi sekarang hamba akan menghadirkan suasana berbeda pada pantai ini.. apa tuan puteri tidak melihat suatu keganjilan pada pantai ini?” ia mengangkat alis kanannya sambil menatapku.
Ku edarkan pandanganku kesekeliling pantai “ pantai ini sepi.. sangat sepi.. “ kutatap ia tajam “ kamu jangan macem-macem, rian !”
“ hei.. hei.. aku gak seburuk yang kamu kira, zi.. aku cuman pengen menikmati pantai ini berdua sama kamu..” ia menarik tanganku duduk di atas hamparan pasir “ kamu inget ? kita pernah melemparkan botol harapan pada pantai ini pada awal perjumpaan kita?”
Ingatanku dipaksa memutar kaset lama yang sudah susah payah kulupakan “ mana mungkin aku lupa..” sahutku pelan.
“ aku ingin mengakhirinya juga disini, zi..”
Diam-diam perasaanku lega, setidaknya fikiran burukku perlahan menghilang “ terkadang aku heran sama diri aku sendiri. Ketika aku ada sama fahri aku merasa seluruh hati aku cuman buat dia tapi ketika aku ada sama kamu, perasaan yang sama juga timbul. Aku ini memang egois, aku gak rela ngebiarin kamu pergi tapi aku tetap menempatkan posisiku jauh dari kamu. Bahkan yang membuatku heran, aku sempet deg-degan waktu lagi sama rendy.. itu konyol kan??” aku tersenyum sinis “ harusnya aku gak pantes dicintai oleh siapapun juga..”
Rian menatapku sejenak lalu tertawa kecil “ rendy gak kalah keren kok dari aku.. jadi wajar kalo kamu suka dia..”
“ bukan itu maksud aku, yan..” aku tetap memfokuskan pandanganku kedepan “ heran aja kenapa dia tiba-tiba beda sama aku..”
“ kamu mau tau kenapa?”
Kali ini aku menoleh kearahnya “ aku tau.. kamu yang nyuruh dia buat menggoyahkan hatiku kan? Jangan-jangan sms dari rama juga kamu yang ngirim..”
Matanya membulat “ siapa bilang.. ??! enggak ah…” ia menjawil daguku “ enggak salah lagi!” lalu ia tertawa keras.
Badanku terasa lemas “ ya ampun Rian… !! kamu tu …” aku menarik nafas menahan emosi.
“ bukan hanya itu, Aku yang mengutus mbok saroh kerja dirumah fahri ! kamu kaget kan dan gak nyangka aku senekat ini kan ? Aku juga yang nyuruh mbok saroh ngarang cerita bohong tentang siska hamil. Maaf.. maaf.. maaff banget.. awalnya aku melakukan itu karena iseng tapi akhirnya aku sadar, aku ngelakuin itu karena aku sayang banget sama kamu. Tapi sejujurnya aku cuman pengen ngetes kamu aja, zi ! tapi kamu lumayan hebat, buktinya sewaktu aku nyuruh rendy ganggu kamu tapi sewaktu rendy gak gangguin kamu lagi, kamu juga gak sewot atau dalam artian ngejer dia kan? Padahal secara gak langsung rendy sudah memaksa hati kamu buat nge’save nama dia ”
“ kamu itu keterlaluan, yan ! dan kamu bilang aku hebat??!! Aku nyaris gagal, yan! Pantesan.. semua tingkah laku rendy itu sama persis kaya kamu! Pasti kamu kan yang banyak cerita ke dia??” kutatap ia kesal.
Ia memainkan alis matanya lalu tertawa keras “ sorry..sorry zi…”
Sifat rese’ rian ternyata gak hilang-hilang. Untungnya aku belum jatuh terlalu dalam di lubang yang dibuat oleh rian. Namun aku beruntung, hal ini mengakibatkan aku semakin yakin memilih fahri.
“ aku sengaja melakukan semua ini, zi.. aku hanya membantu kamu melupakan aku. Aku sadar, cuman fahri yang bisa menjadi teman setia seumur hidup kamu dan aku juga tau kalo kamu belum bisa ngelupain aku sepenuhnya. Tapi aku minta maaaafff… banget kalo itu ngebuat kamu kesel atau whatever laahh.. tapi yang pasti aku ikhlas ngerelain kamu sama fahri”
Untuk sejenak aku terpana namun setengah sadar aku mencium pipi rian “ thanks for all…”
Rian tertawa kecil “ ya..ya.. don’t mention it…” ia menunjuk pipi kanannya sambil menatapku iseng “ yang ini juga donk?”
“ ye.. !” ujarku sewot
Lagi-lagi ia tertawa. Ia menggelengkan kepalanya takjub “ aku salut sama diriku sendiri.. bukankah ini perbuatan mulia??”
“ oo.. tentu saja…” aku tersenyum lebar “ sangat mulia…”
“ boleh aku peluk kamu?” ia menatapku memelas.
“ ini yang terakhir..”
Ia tersenyum lalu meraihku dalam pelukannya “ gak mudah zi melakukan semua ini buat kamu. Melakukan segala hal yang membuat kamu benci sama aku, mengalihkan perasaan kamu ke rendy sampai membuat fikiran kamu sibuk dengan sms-sms dari rama. Tapi aku yakin, aku bisa mendapatkan pengganti kamu yang lebih baik di hati aku..”
Aku terharu. Sungguh… saat ini aku benar-benar terharu. Kutatap bola mata rian mencari kesungguhan kata-katanya dan aku menemukannya. Dan aku mulai merasa ke dua sisi Hatiku yang awalnya menyimpan dua nama kini mulai merapat pada satu nama, fahri.
“ tolong sampaikan pada fahri, ia tidak perlu khawatir lagi dengan keberadaanku karena aku yakin, mulai saat ini namaku telah terkikis dari hati kamu..” ia diam sejenak “ selamat, zi.. jaga fahri baik-baik”
“ aku gak tau harus ngomong apa, yan…”
Rian menggenggam tanganku “ kamu gak perlu ngomong apa-apa, zi.. mata kamu sudah bicara semuanya. Aku tau kamu senang dengan kejelasan cinta kamu saat ini..”
Aku menatapnya dalam namun kurasakan pandangan mataku mengabur. Bukan.. ini bukan karena air mata. Kukerjapkan mataku berulang kali dan sekarang ku rasakan bumi seperti berputar hebat.
“ zica.. kamu kenapa, zi??” rian berteriak panic, ia menepuk pipiku lembut.
Aku berusaha membuka mataku “ aku gak papa, yan.. akhir-akhir ini memang sering begini..” aku tidak berbohong, tidak kusebutkan memang, itu karena awalnya kurasa hal ini tidak penting untuk kuceritakan pada cerita ini.
Rian menatapku khawatir “ kamu serius?”
“ kita pulang ya??”
Ia mengangguk lalu membantuku berdiri “ kamu aku gendong aja ya? ”
“ gak usah.. aku masih kuat jalan kok…” sahutku pelan, sangat pelan.
Namun sungguh, aku merasakan sakit kepala yang tak tertahankan. Kepalaku terasa seperti dihantam palu godam yang besar, sakit menghentak dan mengaduk-aduk isi kepalaku. Dan ketika aku ingin menggapai tangan rian, aku terjatuh dan tak sadarkan diri.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aku terbangun ketika butiran air mata tepat mengenai wajahku, dan ketika mataku terbuka, aku melihat fahri..menangis.
Ia tersenyum lega lalu tangannya mengeracau meraba wajahku “ sayang.. kamu… kamu gak papa kaan?? Kamu gak papa kan?”
Kucoba tersenyum, tubuhku sangat lemas “ aku haus..”
“ sebentar..” fahri berteriak memanggil mbok saroh lalu ia memusatkan perhatiannnya kembali padaku “ aku sudah panggil dokter tadi. Kamu pingsan seharian, sayang…”
Ya tuhan.. apa yang terjadi padaku? Tiba-tiba aku teringat rian “ aku.. aku dianter siapa?”
“ mbok saroh bilang kamu dianter rahma, temen sekelas kamu. Aku dapet telfon dari mbok saroh tadi siang dan aku buru-buru pulang”
Aku terdiam. Kemana rian??
“ dokter sudah mengambil sample darah kamu buat mendeteksi penyakit kamu.. besok kita kerumah sakit ya buat ngecheck hasilnya? Tapi kalo kamu belum kuat aku aja yang kerumah sakit..”
“ aku udah gak papa, ri.. palingan aku cuman masuk angin aja..” aku mencoba menenangkannya.
Fahri mengangguk “ ini gak mungkin cuman masuk angin, sayang..!”
“aku gak papa, sayang..”
Fahri menatapku khawatir namun ia tetap mencoba tersenyum “mm.. sayang.. aku ada kejutan buat kamu..”
“apa?”
Ia tersenyum “ sebentar ya..?” ia keluar lalu tak berapa lama kemudian ia datang bersama seorang laki-laki.
Aku tercekat, bibirku bergetar menahan haru “ a.. ayah??”
Ya, lelaki itu ayah! Seseorang yang kubenci namun selalu kurindukan.
Ayah berjalan cepat kearahku lalu memelukku. Ia tidak mengatakan apapun namun tangisnya sudah cukup mengungkapkan segalanya. Aku turut terhanyut dalam kesedihan. Aku tak menyangka bahwa ternyata aku masih mempunyai seorang ayah.
“mana wanita itu ?” pertanyaan ini yang sedari tadi ingin kutanyakan.
Ayah melepaskan pelukannya, ia menarik kursi lalu duduk disamping tempat tidurku “ ia pergi.. seharusnya ayah tidak menuruti emosi sesaat ayah, zi..”
Hatiku bersorak gembira. Kulirik Fahri, ia terlihat kaget lalu ia menghampiri ayah “ papah serius? Mamah meninggalkan papah ? kenapa? Dan untuk apa?”
“ ini mutlak kesalahan saya. Saya terus menyindir-nyindir dia bahwa saya menginginkan seorang anak darinya padahal saya tau dia tidak bisa hamil”
“ apa? Mamah .. mamah mandul??” fahri menatap ayah tidak percaya.
Ayah mengangguk, ia berdiri lalu menepuk pundak fahri halus “ dan karena itu dia mengambilmu dari panti, ri..”
Fahri terdiam, keningnya berkerut. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu “ lalu.. lalu apakah … perusahaan tambang Emas di Kalimantan juga ditinggalkannya?”
“ sebelum meninggalkan saya, ibu kamu menitipkan ini untukmu..” ayah menyerahkan satu map besar kepada fahri “ bacalah..”
“ apa ini ?” tanyanya ragu namun ia tetap mengambil map yang diserahkan ayah.
“ kamu perlu memahaminya. Baca dan pahami..”
Fahri tampak tegang, ia mengucapkan kata permisi pada kami lalu keluar dari kamarku. Aku harap tidak terjadi suatu hal yang buruk pada fahri.
Belaian lembut ayah mengalihkan fikiranku pada fahri, ia menatapku haru “ syukurlah.. fahri menjagamu dengan baik bukan?”
“ sangat baik, yah.. aku sangat bersyukur Tuhan telah memberikanku seseorang yang hampir sempurna untukku..” aku tersenyum manis “ thanks dad.. keputusan tepat ayah meninggalkanku bersama fahri..”
Tatapan mata ayah berubah, “ oh ya? Ayah yakin awalnya kamu tidak setuju kan terhadap pertunangan kamu dan fahri??”
Aku mengangguk “ awalnya gitu.. tapi sekarang beda! Hmm.. kedatangan ayah kembali kesini makin membuatku lega. Setidaknya aku sudah tidak perlu khawatir siapa yang akan menjadi wali pernikahanku nanti…”
“ hanya itu?”
Lagi-lagi aku mengangguk “ apa lagi? Hanya itu yang bisa ayah lakukan disini.. aku telah menunjukkan pada ayah bahwa aku bisa hidup tanpa ayah tapi aku tidak bisa hidup tanpa Fahri..” sahutku mantap.
Ayah tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya “ ckckckc.. puteri ayah sangat berbeda sekarang..”
“ ayah yang membuatku tidak membutuhkan ayah lagi.. jadi jangan salahkan aku..” oh Bunda maafkan aku yang telah menyakiti ayah dengan semua kata-kataku..
“ zica..” ayah menggenggam tanganku “ ayah bener-bener minta maaf atas semua kesalahan yang ayah lakukan selama ini terhadapmu.. ayah khilaf, zi..”
Aku tersenyum sinis “ sudahlah yah.. tidak usah berbasa-basi terhadapku. Aku sudah mencoba memafkan ayah dimulai dari sekarang. Aku senang, wanita itu sudah tidak ada lagi sekarang..” senyumanku berubah menjadi tawa kecil.
Ayah tak menanggapi kalimatku. Ia hanya menunduk lalu bangkit dari kursi “ ayah keluar dulu..”
Aku melihat ayah tak bersemangat namun tiba-tiba aku merasakan fantasi kegembiraan yang sangat berbeda. Aku mengucek-ucek mataku. Ini bukan mimpi kan?? Ayah kembali dan tanpa wanita pengganggu itu lagi ?! ya Tuhan.. ternyata engkau mendengar semua do’a-do’aku selama ini. Thanks god..
“ sayang…!” fahri berdiri di muka pintu kamarku, ia menatapku haru, tangannya memegang selembar kertas
“ ada apa, ri?” tanyaku kaget, senyumanku menghilang “ kamu kenapa??” aku mencoba untuk bangun.
Fahri berlari kearahku dan secara tiba-tiba menahanku dengan memelukku, ia menangis…
Hal ini semakin membuatku bingung. Aku membelai rambutnya, mencoba menenangkannya “ sayang.. ada apa? Cerita sama aku..” fikiranku terus menerka-nerka tentang apa yang telah terjadi.
Fahri mengangkat wajahnya, ia menyerahkan selembar kertas tanpa berkata apapun.
Aku menatap kertas itu dan fahri bergantian, namun tak urung ku raih kertas itu dari tangannya. Mataku membulat kaget dan terus membaca kalimat dalam kertas itu cepat, tiba-tiba aku merasakan dadaku bergemuruh haru, tak kusangka akhirnya mataku memanas oleh desakan air mata, bibirku terbata-bata mengeja seluruh kalimat dalam kertas itu dan setelah ku pastikan aku tidak melewatkan satu katapun dalam kertas itu, aku menatap fahri haru “ sayang.. ini.. ini..?”
Fahri mengangguk “ mamah menyerahkan seluruh hartanya padaku beserta aset-aset perusahaannya. Kamu perlu tau, kita bisa membiayai hidup kita selama ini berkat mamah, zi.. ia mentransfer uangnya kerekeningku setiap minggunya. Awalnya aku bingung siapa yang mentransfer uang kedalam rekeningku. Itulah sebabnya aku tidak menjelaskan asal muasal uang yang aku punya sama kamu karena aku masih bingung. Tapi Zi.. mamah.. ia.. ia telah per.. pergi meninggalkan kita semua, zi..”
Badanku terasa sangat lemas “ ya Tuhan.. apa yang telah aku lakukan selama ini??”
“ ia juga mengatakan bahwa ia sangat menyayangimu, zi. Ia meninggalkan papah bukan karena ia sakit hati terhadap semua ucapan papah tapi ia merasa bahwa penyakitnya yang akan memisahkan ia , ayah, juga kita berdua. Ia merestui hubungan kita dan ia meminta kita selalu mendo’akannya ”
Kutarik rambutku keras, penyesalan terus membayang-bayangiku. Rentetan hinaan dan cacianku terhadap mamah seperti kaset lama yang kembali diputar. Aku menggigit bibirku kuat, aku telah menyakiti hatinya. Seharusnya aku mengerti seluruh makna pada surat Bunda bahwa bundalah yang telah memilih mamah sebagai pengganti dirinya. Aku jatuh pada penyesalan yang tidak berguna akibat keegoisan diriku. Bukan mamah yang harus mati.. aku lah yang harus mati !!
Fahri kembali memelukku dan aku hanya bisa menangis di pelukannya. Aku menyesal, Maafkan aku, mamah… maafkan aku.
“ astaga.. ada apa fahri ? zica kenapa??” ayah menghampiriku lalu menyingkirkan tubuh fahri dan menggenggam tanganku “ nak.. ada apa??”
Aku tak dapat mengatakan apa-apa, tanganku sibuk menghapus air mata yang terus menetes dari mataku. Aku mencoba mengeluarkan kalimat namun bibirku Hanya mampu terbata-bata mengeja nama mamah.
Ayah tampak mengerti, ia meraihku dalam pelukannya “ ini bukan salah kamu, zi.. ini adalah takdir Tuhan..”
“ iya sayang.. kita harus kuat ..” fahri menambahkan.
Aku tetap terdiam dalam tangisku. Saat ini aku hanya membutuhkan kata maaf yang akan ku berikan untuk mamah. Tapi dimana mamah dikuburkan pun kami tidak ada yang tau. Ya Tuhan.. tolong ampuni semua dosa mamah, selamatkanlah ia dan biarkanlah aku menebus semua kesalahanku ini, apapun itu..

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“ apa dok ?! saya… saya…” suaraku cukup untuk keras terdengar diruangan serba putih ini.
Dokter Anton mengangguk, ia menyatukan kedua tangannya “ begitulah hasil dari uji lab kami, zica..”
Aku tergugu. Aku tak percaya, akankah penderitaan itu terulang padaku? Setelah sebelumnya terjadi pada orang yang kukasihi?
“ apa salah satu dari anggota keluarga anda ada yang terkena penyakit ini?”
Aku mengangguk lemas “ iya dok.. ibu saya dan beliau meninggal karena ini ”
Dokter anton menatapku prihatin “ begini zica.. anda masih bisa menjalani perawatan dari kami. Seminggu sekali anda datang kesini untuk memeriksakan kesehatan dan perkembangan penyakit anda. Walau begitu saya sarankan anda jangan menyerah, takdir bisa dirubah dengan do’a..”
Aku menunduk, Pandanganku kosong “ itu tidak menyembuhkanku kan, dok?? Itu hanya menunda waktuku kan?? Dokter.. aku gak mau mati karena penyakit ini !”
“ zica.. semua yang terjadi dalam hidup kita merupakan ujian dari Tuhan. Seharusnya kamu harus tetap termotivasi karena ini semua. Saya yakin, kamu bisa..”
“ cukup, dok..! bukan ceramah murahan itu yang saya perlukan saat ini. Mana obat-obat penunda kematian itu?” aku benar-benar down saat ini.
Sempat kulihat dokter Anton menggelengkan kepalanya tanda prihatin dan aku benci pandangannya terhadapku. Aku seperti makhluk yang tidak berdaya di hadapannya dan ia adalah penolongku. Huh.. andaikan ada pilihan lain selain mengharap obat-obatan itu darinya.
“ nona zica.. ini daftar obatnya obatnya. Ditebus didepan ya? Jangan lupa diminum rutin. Dan ingat, kamu jangan banyak fikiran. Coba untuk rileks terhadap segala hal. Dan kamu wajib datang seminggu sekali kesini..” kata-kata dokter anton memang sangat lembut namun aku tetap tidak menyukainya.
“ terima kasih, dok…” balasku singkat lalu mengeluarkan uang “ ini cukup kan dok?” dan tanpa menunggu jawaban dari dr. anton aku berlari keluar dari ruangan.

Suasana ruang parkir RS handayani Nampak lengang. Aku tengah menunggu fahri menjemputku ketika seseorang yang sangat amat kukenali keluar dari pintu utama RS handayani, mataku membelalak kaget “ RIANNNN !!!!” panggilku keras.
Rian menoleh, ia nampak terkejut dengan kehadiranku namun langkah kakinya tetap diarahkan kepadaku “ zica ? kamu ngapain disini? Oh ya, gimana kesehatan kamu ? sudah mendingan ?”
Aku tersenyum “ kamu mau aku mati dengan rentetan panjang pertanyaan-pertanyaan kamu itu ?”
“ mmh.. sorry.. sorry..” ia menggaruk kepalanya sambil mencuri pandang kearahku.
“ aku kesini mau … mm.. mau…” kulirik rian, ia masih menunggu lanjutan kalimatku “ mau.. ambil hasil sample darah aku, yan..”
“ oh ya? Lalu apa kata dokter? Kamu gak kena penyakit apapun kan?” ia menatapku khawatir lalu menggenggam kedua tanganku.
“ yan.. jika aku mati gimana?” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirku.
Ekspresi wajah rian berubah “ kamu ngomong apa sih, zi?”
Haruskah kenyataan pahit ini kusampaikan padanya?? “ aku kena kanker otak, yan.. stadium tiga..”
Mata rian terbelalak “ a.. apa?? Kamu.. kamu bercanda, zi !” rian tertawa kecil.
Aku menatap dalam kedua bola matanya “ aku serius.. dan aku merasa umurku tidak akan lama lagi” aku merasa semangat hidupku hilang.
“ jadi.. penyakit bunda kamu itu faktor gen dan akhirnya menimpa kamu, zi?”
Aku tertunduk, butiran halus mulai jatuh kepipiku “ aku.. aku mau minta tolong sama kamu.. kalo.. kalo aku sudah gak ada.. tolong bangeett sampein sama Fahri, aku.. aku.. sayang banget sama dia..” tersendat-sendat aku menyelesaikan kalimatku.
Rian menatapku sedih, ia menarikku dalam pelukannya “ kamu yang sabar ya?”
“ aku .. aku gak mau… ninggalin dia ta.. tapi aku merasa …” tiba-tiba kalimatku terhenti, seseorang menggenggam tanganku keras. Dan ketika aku menoleh, tatapan tajam mata fahri menghujam padaku. Aku menatap fahri dan rian bergantian, panik “ astaga ri.. kamu.. sejak kapan di..disini..?” tanyaku gugup sambil melepaskan pelukan rian.
Rian merasakan atmosfir sudah tak bersahabat terhadapnya, “ mm.. zi.. gw pamit dulu ya..”
“ tunggu boy.. ! Lu lupa sama janji Lu ?!” fahri mendongakkan kepalanya.
Rian menghentikan langkah kakinya, ia mebalikkan badannya “ gw gak pernah lupa sama janji gw”
Aku memberontak dari genggaman kuat tangan fahri namun fahri menatapku tajam lalu tatapannya beralih kepada Rian “ Lu denger, yan… sekeras apapun Lu nyoba buat ngerebut Zica itu gak akan pernah bisa selama gw masih idup!”
Ku rasa fahri sudah keterlaluan “ fahri lepasin tangan aku..!” teriakku keras.
“ ri.. lepasin tangan dia” ujar rian pelan namun tegas.
Wajah fahri memerah marah “ kamu memang gak bisa dipercaya, zi! Kamu tadi bilang kamu gak pengen ninggalin aku tapi kamu ngerasa cinta kamu cuman buat Rian kan??! Aku kecewa banget sama kamu !!” ia melepaskan cengkraman tangannya kuat sambil mendorong tubuhku sehingga tubuh kecilku terjerembab ke aspal jalan.
“ ziicca…. Awaaassss!!!!!” rian berteriak panic sambil berlari kearahku.
Aku mengangkat kepalaku. Ya Tuhan.. aku tidak menyadari mobil Xenia Hitam melaju kencang kearahku, aku gemetar, darahku mengalir lebih cepat. Aroma kematian tercium tajam olehku, Aku hanya bisa menutupi wajahku dan aku.. aku merasakan hantaman yang begitu keras. Kejadian mengerikan ini terjadi begitu cepat. Sempat kudengar teriakan minta tolongnya Rian dan fahri yang sibuk memanggil-manggil namaku. Kucoba membuka mataku, samar kulihat sudah banyak orang yang mengerumuniku.
Aku meraba wajah fahri kalut “ ri.. maaf.. maafin a… ak..aku..” susah payah aku mengeluarkan kalimat ini.
Fahri mengangguk kuat, ia memeluk tubuhku kuat. Aku Masih merasakan tetesan air matanya mengenai wajahku. Tiba-tiba tubuhku mengejang, aku kedinginan dan aku merasakan sakit yang teramat sakit, kulit tubuhku terasa dikuliti oleh seseorang. Aku menggenggam tangan fahri menahan sakit, bayangan-bayangan indah antara aku dan fahri menari-nari dalam alam bawah sadarku, aku menangis, nafasku tesengal dan selanjutnya aku tak mendengar apapun, tubuhku terasa terbang melayang.


THE END
# Levanska d’angel