Selasa, 07 Agustus 2018

MINDERSHIT

Selamat malam, para pemuda yang merindukan masa jayanya.
Para pemuda yang hampir kehilangan semangat juang sejak berdamainya hati dan fikiran untuk sepakat mengatakan selamat tinggal kepada romantisme dan cinta.

Langsung aja sebelum apa yang gue inget teralihkan dengan tugas negara.

Beberapa hari yang lalu saat gue lagi nunggu antrian di bank, gue melihat seorang cewek cantik yang juga sama sedang menunggu antrian di bank TAPI dengan di temani sang pacar.
Sepintas itu biasa aja memang,
Ada cewek cantik, putih, tinggi, ramping dan modis di temani seorang cowok tinggi, muka biasa, celana pendek dengan kunci mobil sedikit keluar dari kantong belakang.
Over all gak ada yang salah,
Tapi di fikiran gue, kampret ! Apa standar untuk punya cewek cantik, putih, tinggi, ramping dan modis model gini harus dengan kunci mobil sedikit keluar dari kantong belakang ?
Apakah gue yang cuma seorang pekerja sosial yang tinggal jauh dari perkotaan dan kemana-mana hanya membawa motor matic memiliki standar yang sama dengan itu cowok ??

Gue gak tau sejak kapan rasa kampret ini mulai timbul !
Gue sangat paham ini cuma perasaan yang gak penting dan harus segera dibuang jauh-jauh.
Karena gue yakin, gak semua perempuan punya standar yg harus tinggi untuk pasangannya,
Mungkin ada juga yang bosen dengan cowok yang rapi, bosen dengan yang ganteng, bosen dengan yang kaya, bosen dengan yang sempurna sehingga dia mencoba menjalin hubungan dengan cowok dari kalangan menengah kebawah dalam hal fisik maupun materil.

Tapi tetep, ras minder ini lahir secara alamiah.
Kampret !

Saat semangat PDKT gue yang kembali membara ketika pertamakali melihat seorang adek tingkat yang manis, syar’i dan pintar, seketika redup saat tau mantan cowoknya tinggi, putih, piter dan ganteng.

Pun saat gue stalking ketemu perempuan yang pas dihati, rasa pas dihati seketika terkalahkan dengan jumlah love fotonya yang mencapai ribuan, sedangkan foto instagram gue yang udah dengan foto terbaik dan dengan caption hasil buah pemikiran setengah hari, jumlah love nya gak lebih dari 50
JELAS LEVEL KAMI BERBEDA, hati gue seketika teriak dan di setujui oleh otak.

Selama ini bukan gue gak usaha untuk mencari pasangan, tapi memang lebih banyak berakhir sebagai Perempuan Tanpa Nama, elo tau perempuan tanpa nama ?
Yaitu perempuan yang elo temu entah itu di pasar, di taman, di bus, di kereta, di jalan atau dibelahan bumi manapun, yang sangat menarik perhatian elo, dunia lo teralihkan oleh keindahan perempuan itu, dan secara gak sadar mata lo gak bisa berhenti untuk memperhatikannya.

Terus kita gak tau harus berbuat apa karena gak tau harus ngapain, malu lah, males lah, gak tau mau mulai dari manalah, terus dia pergi.
Dan semua berlalu begitu aja. Kalau dalam buku bang Raditya Dika itu disebut Perempuan Tanpa Nama

Semakin kesini semakin banyak perempuan tanpa nama di kehidupan gue,

Satu-dua hari ini gue lagi di buat suka banget dengan seorang perempuan yang entah datang dari dunia mana.
Dia like 3 poto Instagram gue sekaligus mungkin karena dia iseng atau ngantuk,
gue stalking,
Dia cantik, fisikly pas di hati.
Jumlah love potonya 400an ke-atas,
gue komen di story instagram-nya di bales,
Gue follow, doi gak follback tapi okelah hati masih memaklumi.

Gue dibuat terkesan dengan setiap kalimat yang dia tulis di Instagramnya.
Benar-benar terkesan !!

She’s blogger, tapi berkelas.
Blog nya penuh dengan cerpen dan puisi ciptaan nya.
Jauh dari blog gue yang isinya cuma curhatan gak jelas.

KAYAKNYA INI JUGA BEDA LEVEL, otak mulai berbisik lagi…….

Gue yang seharusnya semakin brutal untuk menjemput jodoh,
Malah terkena syndrome yang gue sebut MINDERSHIT.
Di baca: Minder Shit !
Artinya, minder kampret !!!!

Terbesit pemikiran apa gue harus mulai nurunin standar ?
Dengan terima siapapun, apapun bentuknya dan dari manapun planetnya selama dia berbentuk manusia yang berjalan dengan dua kaki, gue mesti menerimanya untuk jadi istri dengan lapang dada ?
Tapi itu sepertinya gak mungkin,

Karena mimpi gue untuk punya seorang istri yang menentramkan jiwa dan menjadi ibu yang pintar untuk anak-anak gue kelak, tak akan pernah sirna walau impian itu belum jua terlihat bayangnya.