DEWI RENJANI




Setelah sesak dengan perayaan-perayaan kehilangan.
Pertemuan denganmu menjadi tulisan pertama pada lembar baru yang telah aku siapkan.
Cantikmu menjadi bait pertama dan canggungku menjadi tanda bacanya.
Narasi demi narasi perihalmu menjadi tajuk indah diskusiku kepada Tuhan, tentang bagaimana mengeja setiap tanda yang kamu berikan, hingga dihadapanmu semua kata-kataku gelagapan.

Duhai Dewi Renjani, engkau adalah kata-kata, di mana setiap membacamu, aku selalu jatuh cinta. 
Setiap ku langitkan doa, namamu aku eja dengan istimewanya.
Duhai Dewi Renjani, sejak risalahmu aku proklamirkan.
Kini didepanmu aku tak lagi merdeka.
Sukarela dijajah rindu, ikhlas dibelenggu damba.

Mungkin kita seperti sebaris kata "aku dan kamu", terpisah hanya beberapa jarak spasi. 
Dekat tapi tak menyatu, mengikuti tapi tak menghampiri.

Di antara segala inginku, aku ingin menatapmu. 
Membiarkan mataku menyampaikan puisi-puisinya, sedangkan kau cukup diam saja, menjelma ode paling nyala.
Walau diantara kita, jelas hanya aku yang jatuh cinta.

Komentar